sembahyang rebut tradisi penghormatan arwah dalam budaya tionghoa - News | Good News From Indonesia 2024

Sembahyang Rebut, Tradisi Penghormatan Arwah dalam Budaya Tionghoa

Sembahyang Rebut, Tradisi Penghormatan Arwah dalam Budaya Tionghoa
images info

Halo, Kawan GNFI! Tahukah kalian tentang salah satu tradisi penting dalam budaya Tionghoa? Ya, salah satunya adalah tradisi sembahyang rebut (Chit Ngiat Pan). Tradisi ini memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Yuk, kita bahas lebih lanjut apa itu sembahyang rebut. Simak penjelasannya, ya!

Sembahyang rebut atau disebut juga Chit Ngiat Pan merupakan tradisi etnis Tionghoa yang selalu dilakukan setiap tahun di bulan 7 tanggal 15 dalam penanggalan kalender lunar. Etnis Tionghoa menganggap perayaan sembahyang rebut sebagai festival bulan pelepasan hantu dan percaya bahwa saat sembahyang rebut arwah leluhur kembali ke alam manusia.

Oleh karena itu, masyarakat etnis Tionghoa percaya saat bulan pelepasan hantu dapat terjadi kesialan dan musibah.

Untuk menghindari hal-hal negatif tersebut, masyarakat akan membuatkan patung Dewa Akhirat atau Thai Se Ja untuk melindungi seluruh etnis Tionghoa yang mempercayai adanya arwah saat bulan pelepasan hantu.

5 Budaya Betawi yang Terakulturasi dari Budaya Etnis Tionghoa

Bentuk Thai Se Ja ini menyerupai sosok raksasa yang sedang duduk. Matanya membelalak menakutkan, di mana pada tangan kanannya, Ia memegang alat tulis dan tangan kirinya menggenggam buku.

Adapun fungsi kedua benda tersebut adalah untuk mencatat arwah gentayangan. Thai Se Ja dan patung-patung lainnya dibuat dengan gotong royong oleh kelompok masyarakat sekitar dengan sukarela.

Di hari sembahyang rebut, masyarakat melakukan persembahan yang menyajikan seperti umbi-umbian, kacang, sayur-sayuran, dan buah hasil pertanian di depan altar Thai Se Ja. Sebelum acara ritual sembahyang rebut dimulai, masyarakat etnis Tionghoa terlebih dahulu melakukan sembahyang kepada leluhur di rumah masing-masing. 

Dalam acara sembahyang rebut atau Chit Ngiat Pan, terkadang atraksi barongsai juga turut memeriahkan pembukaan acara yang menambah suasana menjadi lebih hidup dan meriah. Ada juga acara pelelangan barang yang merupakan sumbangan dari masyarakat untuk kelenteng.

Untuk pembayaran lelang dibayar dalam jangka waktu 1 tahun. Batas waktunya sebelum perayaan sembahyang rebut selanjutnya.

Uang dari hasil pelelangan akan dimasukkan ke kas masing-masing kelenteng. Kemudian, sebagian uang kas dari hasil pelelangan tersebut digunakan untuk membayar pengambilan bahan atau alat-alat untuk pembuatan patung, dan untuk acara sembahyang rebut tersebut.

Sejarah Mie Ayam Wonogiri, Ternyata Ada Proses Akulturasi Budaya dari Tionghoa

Dalam acara pelelangan, ada barang yang disebut paling istimewa, yaitu payung yang berada di tengah kepala Thai Se Ja. Etnis Tionghoa percaya bahwa seluruh barang hasil dari lelang akan membawa keberkatan terutama payung yang di atas kepala Thai Se Ja. Dipercaya dapat melindungi seluruh usaha dan keluarga.

Acara perebutan akan dilaksanakan pada jam yang telah ditentukan oleh masing-masing kelenteng. Setiap kelenteng menetapkan waktu khusus untuk memulai prosesi ini, di mana para pengunjung dapat ikut serta mengambil persembahan yang telah disediakan.

Ada kepercayaan bahwa para peserta yang ikut prosesi rebutan akan mendapatkan kesialan atau musibah apabila tidak mendapatkan apa-apa saat rebutan. Maka dari itu, biasanya peserta akan mengambil apapun yang masih ada agar dapat tehindar dari kesialan atau musibah, di sinilah keunikan yang utama dari ritual ini.

Setelah itu, dilanjutkan acara pelelangan yang disumbangkan oleh masyarakat sekitar dengan berbagai macam barang sumbangan mulai dari sembako (gula, kopi, mie, dan lainnya), barang-barang elektronik, sampai alat-alat pertanian.

Mengenal Keluarga Han, Keturunan Tionghoa yang Punya Pengaruh Kuat di Jawa

Setelah akhir acara sembahyang rebut, akan diadakan ritual penutupan. Setelah acara ritual penutupan sembahyang rebut, barang-barang dan patung akan dibakar. Dengan dibakarnya Thai Se Ja dan barang-barang lainnya pada puncak peringatan Chit Ngiat Pan, bagi masyarakat etnis Tionghoa diyakini bahwa arwah-arwah yang turun ke bumi, akan kembali ke asalnya di akhirat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.