Suku Minahasa adalah kelompok masyarakat yang berasal dari bagian utara Pulau Sulawesi. Suku Minahasa menyimpan banyak kebudayaan, mulai dari adat istiadat, kebiasaan, agama, ataupun kesenian dan bangunan.
Bagi masyarakat Minahasa, perkembangan budaya dalam hal kesenian, agama, dan adat istiadat merupakan salah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kesenian secara tidak langsung sering digunakan untuk mengekspresikan berbagai macam hal dalam kaitannya dengan agama atau adat istiadat mereka, misalnya rasa syukur kepada Tuhan.
Suku Minahasa memiliki berbagai macam kesenian yang terus eksis hingga saat ini, salah satunya adalah tari maengket. Tari maengket adalah tarian yang biasanya dibawakan oleh beberapa pasangan laki-laki dan perempuan dengan satu personil tambahan sebagai pemimpin (Tumuutuur).
Tari maengket sendiri berasal dari kata “Ma” yang berarti melakukan dan “Engket” yang berarti angkat suara menyanyikan duluan.
Pemimpin atau Tumuutuur dalam tari maengket memiliki peran yang penting di mana tarian dan nyanyian syair yang dilakukan dalam tari maengket. Tumutuur bertugas sebagai orang yang memimpin dan memulai menyanyikan syair lagu yang digunakan sebagai acuan para penari maengket lainnya untuk bernyanyi secara bersama-sama.
Cakalang Fufu, Hidangan Khas Sulawesi Utara yang Menggugah Selera
Dalam tariannya, tari maengket dilakukan secara tiga babak, yaitu di antaranya:
- Maowey Kamberu adalah babak pertama dalam tari maengket yang digunakan ketika setelah kegiatan panen padi. Tujuannya untuk mempersatukan dan membuka jalan bagi masyarakat ketika melakukan panen padi, sekaligus sebagai tarian pengucapan rasa syukur atas hasil yang diberikan ketika selesai panen padi.
- Maramba adalah babak kedua yang secara simbolis berupa semangat gotong royong masyarakat dalam proses pembangunan rumah baru sekaligus selametan atas menempati rumah tersebut.
- Lalayaan adalah babak ketiga yang melambangkan suasana pergaulan muda-mudi masyarakat Minahasa dalam mencari jodoh atau pasangan.
Tari maengket dilakukan secara bersama-sama, diiringi syair yang dinyanyikan oleh para penari dan alat musik tambur, tetengkoren, dan bonang yang memperindah berlangsungnya tarian. Syair yang dinyanyikan berbahasa daerah dialek Tombolu.
Nyanyian dalam tari maengket ini digambarkan sebagai ekspresi bahagia atas hasil melimpah saat panen padi. Ini dinyanyikan bersama sebagai simbol kebersamaan dan gotong royong masyarakat Minahasa.
Dalam proses tari maengket, para penari menggunakan berbagai atribut pakaian yang berbeda antara Tumuutur, penari perempuan, dan penari laki-laki. Para penari dan Tumuutur juga menggunakan sapu tangan yang memiliki makna sebagai ikatan atau tanda kasih sayang.
Menyelami Pulau Lembeh, Surga Bawah Laut yang Menakjubkan di Sulawesi Utara
Bagi penari perempuan, mereka menggunakan kebaya dan rok pakaian adat Minahasa, ditambah konde pingkan dan bunga agar terlihat manis. Bagi penari laki-laki, pakaian yang digunakan adalah kemeja kerak cina, celana, ikat pinggang, dan topi. Biasanya bagi Tumuutur, pakaian yang digunakan memiliki warna yang sedikit berbeda dengan para penari lainnya.
Gerakan yang dilakukan dalam tari maengket disesuaikan dengan tema dan lagu pada setiap babak tarian. Setiap babak memiliki formasi khusus yang memiliki maknanya masing-masing.
Pada babak Maowey Kamberu, para penari laki-laki membentuk formasi setengah lingkaran dan para penari wanita berada di depan para penari laki-laki. Formasi tersebut bermakna sebagai suatu kesatuan dalam mengucap rasa syukur kepada tuhan atas hasil panen padi yang didapat.
Pada babak Maramba, formasi tarian membentuk lingkaran, di mana formasi tersebut bermakna gotong royong pada masyarakat dalam membangun sekaligus menguji kekuatan rumah yang akan ditempatinya tersebut.
Kemudian, pada babak Lalayaan, formasi tarian membentu formasi saling berhadapan antara para penari laki-laki dan perempuan dengan saling bergandengan tangan. Formasi ini bermakna pergaulan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan masyarakat Minahasa.
Secara simbolis, tari maengket ini bermakna sebagai sarana untuk menyampaikan pesan yang didalamnya mengandung berbagai simbol. Simbol-simbol tersebut terwujud dalam setiap babak, formasi, dan syair yang dinyanyikan.
Referensi:
Melalatoa, M.J. (1995). Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Najoan, A. N. et al (2017). Makna Pesan Komunikasi Tradisional Tarian Maengket (Studi pada Sanggar Sanggar Sendi Kitawaya Manado). Jurnal Acta Diurna Vol. 6 No. 1 2017.
Sunarmi, Sri (2004). Tari Maengket: Perspektif Pemikiran di balik Ritual Pergaulan di Minahasa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News