membebaskan diri dari utang membangun masa depan indonesia yang inklusif - News | Good News From Indonesia 2024

Bebaskan Diri dari Utang, Membangun Masa Depan Indonesia yang Inklusif

Bebaskan Diri dari Utang, Membangun Masa Depan Indonesia yang Inklusif
images info

Di balik angka-angka yang mencekam, seperti Rp8.461,9 triliun utang pemerintah yang mengintai,, tersimpan cerita panjang tentang harapan dan tantangan. Bayangkan jika utang ini adalah sebuah buku tebal, di setiap halaman terdapat kisah perjuangan dan ambisi pembangunan. Namun, juga sejumlah jebakan yang siap menghambat langkah kita. Seolah-olah, kita sedang berjalan di atas tali tipis antara kemakmuran dan kebangkrutan.

Sebagai negara berkembang, Indonesia memang sudah akrab dengan utang. Sejak merdeka, utang luar negeri telah menjadi teman sekaligus musuh yang sulit dipisahkan. Seperti cinta yang rumit, utang bisa jadi penyelamat di saat-saat kritis. Namun, bisa juga menjadi belenggu yang menghambat kebebasan.

Jika kita tidak hati-hati, utang ini bisa membuat kita terjebak dalam siklus yang tidak berujung, berputar-putar tanpa arah.

Salah satu ciri umum Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah terjebak dalam utang luar negeri yang jumlahnya besar. Negara-negara ini sering kali tidak memiliki modal awal yang cukup untuk memulai pembangunan ekonomi, terutama setelah mengalami penjajahan yang berkepanjangan.

Indonesia, sebagai salah satu NSB, tidak luput dari perangkap utang luar negeri. Sejak awal kemerdekaan, Indonesia sudah diwarisi utang dari pemerintah kolonial Belanda yang mencapai USD 4 miliar, sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Pasar Saham Domestik Menguat, Optimisme di Tengah Dinamika Ekonomi?

Tradisi pewarisan utang ini terus berlanjut hingga kini. Di era Soekarno, utang luar negeri yang diwariskan kepada pemerintahan Soeharto mencapai sekitar USD 2,1 miliar. Periode pemerintahan Soeharto sendiri mencatatkan angka yang lebih mencolok, mewariskan utang sebesar USD 60 miliar kepada pemerintahan Habibie.

Dalam waktu singkat, pemerintahan Habibie berhasil meningkatkan utang luar negeri menjadi USD 75 miliar hanya dalam waktu dua tahun, ditambah utang dalam negeri yang mencapai USD 60 miliar.

Menghadapi kondisi ini, tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini semakin kompleks. Dengan jumlah utang yang melonjak menjadi Rp8.461,9 triliun pada akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, penting untuk melihat bagaimana utang ini dikelola.

Meskipun utang dapat menjadi alat untuk pembangunan, tanpa pengelolaan yang baik, hal ini justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Data mengenai utang pemerintah Indonesia yang mencapai Rp8.461,9 triliun berasal dari laporan resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Berdasarkan laporan tersebut, pada akhir Agustus 2024, posisi utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.461,93 triliun, mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai Rp8.502,69 triliun.

Selain itu, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 38,49%, masih berada di bawah ambang batas aman 60% yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.

Dalam situasi ini, mengelola utang dengan bijak menjadi langkah penting untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Penggunaan utang harus dievaluasi dengan cermat.

Idealnya, utang digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur dan pendidikan.

Misalnya, investasi dalam infrastruktur dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 30%.

Namun, jika utang hanya digunakan untuk menutupi defisit anggaran tanpa rencana yang jelas, risiko fiskal akan semakin meningkat dan mengancam stabilitas ekonomi di masa depan.

Mengawal Kinerja Industri Kendaraan Roda Dua untuk Menyokong Ekonomi Nasional

Solusi Kurangi Ketergantungan pada Utang

Salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan pada utang adalah meningkatkan penerimaan pajak. Penerimaan pajak Indonesia, yang saat ini hanya sekitar 11% dari PDB, menggambarkan tantangan besar dalam sistem perpajakan kita.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara-negara ASEAN yang mencapai 16% dari PDB.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa rasio pajak di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Untuk tahun 2024, diperkirakan rasio pajak akan berada di angka 10,12%, sementara untuk tahun 2025, targetnya berkisar antara 10,09% hingga 10,29% dari PDB.

Hal ini menegaskan perlunya reformasi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mengurangi ketergantungan pada utang.

Dengan memperbaiki sistem perpajakan dan mendidik masyarakat tentang kewajiban pajak, pemerintah dapat meningkatkan pendapatan tanpa harus menambah utang baru. Reformasi sistem perpajakan yang lebih sederhana dan transparan akan mendorong kepatuhan dan partisipasi masyarakat, menciptakan ekosistem keuangan yang lebih sehat.

Namun, untuk mencapai tujuan ini, sangat penting agar pengelolaan pajak dilakukan secara adil dan menyeluruh.

Pengenaan pajak yang adil, baik untuk pengusaha besar maupun rakyat jelata yang memiliki penghasilan rendah, akan menciptakan rasa keadilan dan saling berbagi dalam pembiayaan pembangunan.

Merayakan Hari Oeang ke-78, Menyongsong Inovasi Wujudkan Transformasi Ekonomi

Jika masyarakat yakin bahwa pajak yang mereka bayar tidak akan dikorupsi dan digunakan untuk kepentingan umum, mereka akan lebih termotivasi untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Dengan demikian, kepercayaan publik akan terbangun, yang penting untuk meningkatkan partisipasi dalam sistem perpajakan dan mengurangi ketergantungan pada utang. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat merasakan manfaat dari pembangunan yang didanai oleh pajak yang mereka bayar

Pemerintah juga perlu mencari alternatif pendanaan yang inovatif. Salah satu cara yang menarik adalah dengan menerbitkan obligasi hijau untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan yang mendukung lingkungan. Ini tidak hanya dapat menarik investasi baru, tetapi juga menunjukkan komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan.

Selain itu, kerja sama publik-swasta (PPP) dapat dimanfaatkan untuk proyek infrastruktur. Dengan cara ini, beban utang pemerintah dapat berkurang, sekaligus meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan publik.

Penting bagi pemerintah untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan utang. Masyarakat perlu mengetahui dengan jelas bagaimana dana utang digunakan dan dampaknya terhadap pembangunan.

Dengan menyediakan laporan yang terperinci, kepercayaan publik dapat meningkat, yang pada gilirannya mendorong kepatuhan pajak. Survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat meningkat hingga 20% jika ada transparansi dalam pengelolaan keuangan.

Utang pemerintah Indonesia saat ini memang merupakan tantangan besar, tetapi juga kesempatan untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat. Dengan strategi yang tepat, evaluasi penggunaan utang, peningkatan penerimaan pajak, diversifikasi sumber pendanaan, serta transparansi yang tinggi, pengelolaan utang dapat dilakukan dengan lebih baik.

Ini adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi bangsa. Dengan kerjasama semua pihak, Indonesia dapat membebaskan diri dari belenggu utang dan meraih kemakmuran yang lebih inklusif bagi seluruh rakyat.

Untuk pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka, mari kita terapkan prinsip "cinta utang yang bijak" gunakan utang sebagai sarana untuk membangun infrastruktur yang megah. Namun, hindari terjebak dalam dinamika yang rumit!

Fokuskan perhatian pada proyek-proyek yang memberikan dampak positif yang nyata, sambil merombak sistem perpajakan agar lebih adil dan transparan.

Libatkan masyarakat dalam proses ini, karena semakin transparan pengelolaan keuangan, semakin banyak orang yang bersedia membuka dompet untuk membayar pajak. Dengan strategi ini, Prabowo dapat mengubah utang menjadi teman sejati, bukan musuh, dalam perjalanan menuju kemakmuran yang lebih merata untuk semua.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.