Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 adalah revisi dari UU Nomor 6 Tahun 2014 yang telah berjalan selama 10 tahun sebelum di revisi. UU ini telah ditetapkan dan diundangkan pada 25 April 2024. Tidak banyak perubahan dari hasil revisi undang-undang, terdapat 26 poin atau pasal yang mengalami perubahan dan penambahan.
Undang-undang revisi secara kontruksi masih menggunakan penggabungan fungsi self-governing community dengan local self-government dengan harapan kesatuan masyarakat adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa sehingga menjadi desa dan desa adat.
Dalam konsep local self-government desa memiliki ciri khas pemerintah bersama masyarakat secara otonomi, kewenangan, kekuasaan untuk mengatur demi kepentingan masyarakat setempat. Tetapi, masih saja terjadi bahwa desa sebagai kepanjangan tangan dari negara sehingga konsep ini masih berkontradiksi dengan realisasi yang dijalankan oleh negara.
Sesuai dengan perubahan yang terjadi di UU Nomor 3 Tahun 2024 yang mengatur tentang tujuan pengaturan atau tujuan dibuatnya undang-undang desa pada pasal 4 yang berbunyi “Memberikan kejelasan kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dalam mengatur dan mengurus pemerintahan desa dan kepentingan masyarakt setempat demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” sehingga perubahan yang terjadi di tujuan ini merupakan perubahan yang cukup memiliki makna yang mendalam untuk mendukung local self-government, pada awalnya bertujuan untuk memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa sehingga maksud dari perubahan ini desa telah memiliki kepastian hukum dan desa harus diberikan kejelasan kedudukan di sistem ketatanegaraan.
UU Nomor 3 Tahun 2024 secara asas tidak ada perubahan yang terjadi hasil dari revisi ini masih menggunakan asas rekognisi, subsidiaritas, dan sebagainya. Hasil revisi UU Nomor 3 Tahun 2024 dirubah sebagai tindak lanjut dari keputusan mahkamah konstitusi, perubahan dilakukan terhadap beberapa pasal dan/atau ayat pada UU desa Nomor 6 Tahun 2014 sebagaimana telah terjadinya perubahan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Dalam hal ini, revisi yang dilakukan sebagai revisi atas perkembangan hukum di dalam masyrakat yang beberapa ketentuan tentangan pengaturan di desa tidak sesuai dengan dinamika di dalam masyarakat serta kehidupan ketatanegaraan Indonesia.
Penyempurnaan yang dilakukan UU Nomor 3 Tahun 2024 antara lain mengatur mengenai: kedudukan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa, asas dan tujuan di dalam pengaturan desa, tugas, hak, kewajiban, persyaratan, dan masa jabatan kepala desa, keuangan desa, pembangunan desa, serta ketentuan peralihan mengenai masa jabatan kepala desa yang saat ini menjabat.
Dalam revisi ini terdapat penyisihan pasal yang berjumlah 7 pasal yakni, pasal 5 A, 34 A, 50 A, 53 A, 72 A, 87 A, dan 121 A. Salah satu pasalnya ialah pasal 5 A yang menyatakan bahwa desa diberikan dana konservasi dan rehabilitasi atas kawasan suaka alam, pelestarian alam, hutan produksi, dan kebun produksi.
Berbicara terntang kelembagaan yakni kepala desa, perangkat desa, dan badan permusyawaratan desa (BPD) meilhat pasal yang telah mengalami perubahan mengangkat derajat para aparatur pemerintah desa dengan memberikan tunjangan purna tugas dan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan sehingga hak para aparatur desa telah ditingkatkan.
Akan tetapi, pada hasil revisi ini tidak menimbulkan kepuasan pada perangkat desa karena perangkat desa masih menuntut kejelasan hak dan status para perangkat desa. Masih banyak para perangkat desa yang sudah kerja bertahun-tahun tetapi setelah menjadi purna perangkat desa tetap jatuh miskin dan bahkan tidak dapat menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi.
Dalam persyaratan kelembagaan, revisi undang-undang desa telah terjadi perubahan, kini kepala desa dan perangkat desa tidak harus terdaftar sebagai penduduk desa dan bertempat tinggal di desa kurang lebih 1 tahun. Hal ini, semua orang yang berada di wilayah tersebut bisa mendaftarkan diri sebagai kepala desa dan perangkat desa.
Jika kita berpikir secara logika pada perubahan ini tidak terdapat lagi unsur lokalitas yang mana para aparatur pemerintah desa harus bertempat tinggal dan berasal dari desa setempat karena secara langsung mereka lebih mengetahui kondisi, budaya, adat yang ada di desa tersebut. Terjadi juga perubahan pada masa jabatan kepala desa yang awal mula selama 6 tahun kini berubah menjadi 8 tahun.
Dalam revisi undang-undang desa masih belum membuahkan hasil tentang konstitusi yang tegak lurus, murni, dan konsekuen. Perngaturan penghasilan tetap, pengangakatan dan pemberhentian perangkat desa yang kini kepala desa tidak lagi memiliki kewenangan yang penuh dalam hal pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Hal ini yang menjadi tanda tanya besar, ketika dihubungkan dengan konsep yang dibicarakan Sutoro Eko Ketua Sekolah tinggi pembangunan masyarakat desa “APMD” adanya konsep negaranisasi yang masih diteliti Dr. Supardal. Dampak yang terjadi konsep negaranisasi desa cukup signifikan, emansipasi desa sesuai dengan asa dan pengaturan desa yang menjadikan desa sebagai subjek berkontradiksi dengan realisasi negara yang membuat target menjadikan desa sebagai objek.
Adanya perubahan-perubahan ini semoga membawa banyak dampak yang baik untuk kemajuan masyarakat desa, kontradiksi-kontradiksi yang ada semoga bisa menjadi bagian evaluasi Pemerintah Indonesia untuk ditindaklanjuti dan mencari solusi dari tumpang tindih yang terjadi.
Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan dari Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024 masih dirancang oleh pemerintah Indonesia, sehingga belum ada peraturan-peraturan baik dari Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Kementrian dalam menindaklanjuti perubahan Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News