Suku Buton merupakan sekelompok etnis yang berasal dari sebuah wilayah Kepulauan Buton yang berada di Sulawesi Tenggara. Ras asli mereka menurut buku Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton adalah Ras Deutro Melayu.
Beberapa sumber dari masyarakat asli Buton seperti yang dilansir oleh detik.com, mengatakan bahwa nenek moyang suku Buton berasal dari imigran yang datang dari wilayah Johor, Malaysia, pada abad ke 14.
Konon, imigran tersebutlah yang pertama kali mendatangi pulau Buton dan membangun sebuah tempat tinggal hingga berdirilah sebuah kerajaan yang disebut sebagai kerajaan Buton.
Sejarah Kerajaan Buton
Kerajaan Buton pertama kali dibentuk oleh sekelompok orang yang berasal dari Johor. Masyarakat Buton menyebut mereka dengan sebutan Mia Patamiana yang artinya empat orang. Keempat orang tersebut bernama Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Siuamanajo.
Wilayah yang pertama kali mereka tempati ketika singgah ke Pulau Buton adalah Desa Katobengke, hari ini telah menjadi kecamatan. Di wilayah itu, mereka membabat ilalang-ilalang yang mengerumuni tempat itu untuk mendirikan tempat tinggal.
Aktivitas menebang tersebut dalam bahasa daerah Buton disebut dengan Welia yang kemudian istilah itu berubah penyebutannya menjadi Wolio untuk menamai sebuah kampung.
Kampung Wolio kemudian berkembang dan berubah menjadi Kerajaan Buton-Wolio yang berpusat di Baubau. Adapun Baubau hari ini merupakan sebuah ibu kota di Pulau Buton.
Baca juga:Buton, Daerah Istimewa Selain Aceh dan Jogja
Untuk memperluas wilayah kekuasaan, rombongan Mia Patamiana menggabungkan diri dengan kerajaan kecil di sekitarnya dan mendirikan pemukiman-pemukiman baru di beberapa wilayah yang kemudian berkembang menjadi perkampungan.
Kampung-kampung yang telah berkembang itu dikenal dengan sebutan Gundu-Gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu. Tiap-tiap kampung tersebut masing-masing dipimpin oleh Mia Patamiana.
Menurut cerita masyarakat, kerajaan Buton saat itu dipimpin oleh seorang perempuan cantik keturunan Tionghoa bernama Wa Kaa-Kaa. Seperti dilansir oleh nasional.okezonenews.com, ketika masih bayi, perempuan tersebut ditemukan oleh seorang pemburu rusa bernama Sangia Langkuru. Perempuan tersebut dirawat hingga dewasa dan diangkat menjadi Raja pertama di kerajaan Buton.
Dari Kerajaan Menjadi Kesultanan
Masuknya ajaran agama Islam di Buton pada akhir abad ke-14 menandai perubahan status Kerajaan Buton menjadi Kesultanan. Ajaran Islam di Buton pertama kali disyiarkan oleh Syekh Abdul Wahid, seorang ulama berkebangsaan Arab yang juga datang dari Johor.
Ketika Syekh Abdul Wahid sampai ke Buton, kerajaan Buton telah dipimpin oleh Raja ke-6 bernama La Kilapunto. Setelah resmi masuk Islam, Raja La Kilapunto diberi gelar Sultan Murhum Kaimuddin. Sebutan lain menyebutnya dengan singkat, Sultan Murhum.
Ia menjadi raja terakhir sekaligus Sultan pertama di Kesultanan Buton yang memerintah dengan sistem pemerintahan berbasis syari’at Islam. Makam Sultan Murhum berada di kota Baubau, Sulawesi Tenggara.
Bahasa Daerah Suku Buton
Setelah mengetahui berdirinya wilayah suku Buton, penting bagi Kawan untuk mengetahui bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat asli suku Buton.
Ada beberapa bahasa daerah yang digunakan di Pulau Buton saat ini, seperti bahasa Wolio, Pancana dan Ciacia. Adapun bahasa daerah utama dengan penutur terbanyak yang digunakan sejak masa kerajaan Buton adalah bahasa Wolio.
Sebagai bahasa resmi kerajaan, bahasa Wolio tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, melainkan juga sebagai bahasa tulis. Bahasa Wolio diketahui memiliki sistem aksara yang diadopsi dari aksara Arab dan aksara Jawi (Arab dan Melayu).
Dalam peninggalan naskah-naskah kuno kerajaan Buton, bahasa Arab dan Melayu memiliki peran dalam lingkungan kerajaan Buton, sebelum akhirnya bahasa Wolio dijadikan bahasa resmi.
Berdasarkan hasil penelusuran koleksi naskah Buton (Koleksi Alm. Abdul Mulku Zahari di Keraton Buton, Koleksi Arsip dan Perpustakaan Nasional RI di Jakarta hingga koleksi Universiteit Bibliotheek di Belanda), naskah Buton berbahasa Melayu dan Arab berada pada kisaran tahun yang lebih tua (yakni sejak sekitar abad-17), dibandingan dengan naskah-naskah Buton dalam bahasa Wolio yang usianya relatif lebih muda (yakni sekitar rentang abad-19).
Itulah sejarah singkat mengenai suku Buton yang dapat Kawan ketahui. Semoga bermanfaat ya!
Referensi:
https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6241545/mengenal-suku-buton-sejarah-asal-usul-dan-kebudayaannya/2
https://nasional.okezone.com/read/2023/01/02/337/2738397/kisah-wa-kaa-kaa-raja-buton-pertama-yang-memiliki-kecantikan-luar-biasa?page=all
https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/article/download/453/291
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News