Masyarakat Sangir sebagai penduduk asli Kepulauan Sangihe sangat kental dengan nilai-nilai kehidupan sosial yang tinggi. Nilai-nilai ini turut tertuang dalam berbagai tradisi yang dimiliki, termasuk dalam kulinernya. Salah satu kuliner tradisional ini adalah kue tamo.
Kue tamo merupakan salah satu kue adat khas masyarakat Sangir yang terbuat dari perpaduan beras, kelapa, dan gula aren. Berdasarkan penuturan Tetua Adat Kampung Bentung, Anwar Tatali, kue tamo berfungsi sebagai lambang kebersamaan atau dalam bahasa Sangir dikenal sebagai Maka Sembau Komorang.
Sebagai sebuah warisan adat yang dipertahankan masyarakat Sangir, kue tamo memiliki makna untuk menjalin kerukunan dan memeriahkan suatu acara adat.
Bubur Sumsum, Jajanan Tradisional yang Menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Tamo berguna sebagai Salimangu Kawanua atau jamuan makanan tradisional. Selain itu, kue tamo juga berfungsi sebagai fasilitas dalam upacara adat, seperti pernikahan hingga tradisi tulude.
Nama Tamo yang merupakan sebuah singkatan dari kata dalam bahasa Sangir yaitu, tundu, memiliki makna kebiasaan atau adat budaya, aha bermakna ajaran atau panduan, mehengkeng nusa berarti pemimpin atau petuah, dan onto yang bermakna tanaman yang ditanam atau warisan.
Secara utuh, kata tamo bermakna kue adat yang dibuat oleh leluhur yang diwariskan bagi anak cucu secara turun temurun. Dalam tradisi masyarakat Sangir, kue tamo menjadi raja dari seluruh hidangan atau dikenal dengan istilah Datung Kaeng.
Berdasarkan penuturan Tetua Adat Kampung Bentung, Anwar Tatali, kue tamo pertama kali dibuat dalam acara pernikahan leluhur masyarakat Sangir. Kue tamo dibuat dengan cara tradisional dan sederhana.
Lezatnya Bebek Sinjay, Makanan Khas Bangkalan yang Wajib Dicoba
"Tamo dibuat dari berbagai jenis makanan yang diramu atau dinamakan Golopung," tambah beliau saat ditemui di kediamannya di Kampung Bentung pada Minggu (28/07/2024)
Kue Tamo dapat dibuat dari beras, ketan, maupun umbi-umbian seperti talas yang kemudian dicampur dengan kelapa muda, gula merah yang dicampur, dan dimasak selama kurang lebih 3 jam. Setelah itu, dicetak menjadi bentuk kerucut dan didiamkan selama kurang lebih dua hari di sebuah wadah khusus.
Pembuatan kue tamo diawali dengan merkaryo maneng atau diawali dengan doa. Dalam prosesnya terdapat aturan tertentu, salah satunya pembuat kue tamo jika dilakukan perempuan harus seterusnya dilakukan oleh perempuan. Begitu pula sebaliknya, jika dilakukan oleh laki-laki.
Kemudian dalam proses pengadukan, arah mengaduk harus dilakukan secara searah.
Dalam penyajiannya, kue tamo biasanya akan dihias dengan bendera dan telur di bagian pucuk sebagai simbol kesuksesan dan kenyamanan.
Di bagian bawah, biasanya akan dihias dengan hasil bumi, baik dari sektor pertanian maupun sektor perikanan. Komponen hasil bumi tersebut menyimbolkan kebersamaan antara petani dan nelayan yang merupakan mata pencaharian masyarakat Sangir.
Dalam pelaksanaan tradisi upacara adat yang menggunakan kue tamo, terdapat beberapa aturan yang harus diperhatikan. Pertama, makanan ini harus dibawa dalam iring-iringan menuju tempat bersama dengan iringan musik tagonggong dan tarian gunde disertai dengan kata-kata adat.
Berikutnya, kue tamo harus diletakkan di posisi strategis, yaitu di tempat terbuka di tengah kerumunan orang banyak. Setelah berada dalam posisi yang dinilai strategis, kue tamo akan dipotong dengan aturan tertentu yang kemudian akan disajikan dan dibagikan kepada seluruh masyarakat.
Dijamin Tahan Lama! Inilah 5 Oleh-Oleh Khas Bali Selain Makanan Terkenal
Sebagai sebuah warisan adat, sudah sepatutnya eksistensi kudapan ini terus dijaga. Berbagai upaya pelestarian adat telah dilakukan untuk melestarikan kue tamo, termasuk kesepakatan dari Dewan Adat Kabupaten Kepulauan Sangihe menyelenggarakan kompetisi pemotongan kue tamo.
Penulis: Jatayu Bias
Fotografer: Muhammad Daghfal Hussain Fawwaz
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News