menguak sejarah di balik kepulauan sangihe peninggalan leluhur dan jejak kolonialisme - News | Good News From Indonesia 2024

Menguak Sejarah di balik Kepulauan Sangihe, Peninggalan Leluhur dan Jejak Kolonialisme

Menguak Sejarah di balik Kepulauan Sangihe, Peninggalan Leluhur dan Jejak Kolonialisme
images info

Di tengah riuhnya kehidupan penduduk Kepulauan Sangihe, khususnya Kampung Bentung, nyatanya tersimpan sejumlah peninggalan leluhur yang penuh nilai. Tepatnya di sisi selatan Kampung Bentung yang berbatasan dengan Kampung Bukide.

Bagi masyarakat sekitar, situs ini dikenal dengan nama Bowongsoro. Keberadaan situs Bowongsoro telah dilaporkan oleh Joksan Samatara-atau akrab disapa Bapak Sam-guru sejarah SMA Negeri 1 Tabukan Selatan-ke Balai Arkeologi Sulawesi Utara pada tahun 2016. Berdasarkan laporan tersebut, Badan Arkeologi memprediksikan situs ini dibuat sejak tahun 1200-an.

Nama Bowongsoro berasal dari kata dalam Bahasa Sangir. Kata "bowong" yang berarti gunung dan "soro" yang berarti lampu. Secara harfiah, Bowongsoro berarti bukit lampu atau lebih tepatnya sebagai bukit yang terang.

Berdasarkan pemaparan Bapak Sam nama Bowongsoro diambil dari sebuah kisah mengenai seekor burung raksasa yang bersarang di wilayah perbukitan ini yang kisahnya tercatat dalam dokumen kuno. Dikisahkan bahwa ketika burung raksasa ini mengatupkan paruhnya, maka muncul cahaya petir yang terang sehingga bukit ini dinamakan bukit yang terang.

Kota Pagar Alam, Populasi Paling Sedikit di Sumatra tapi Penuh Situs Megalitikum

Situs Bowongsoro pada dasarnya terdiri atas beberapa situs. Situs pertama adalah makam batu dengan 4 batu penanda di atasnya. Berdasarkan penuturan Bapak Sam, situs Bowongsoro merupakan sebuah makam milik Maneke Nusa yang diyakini sebagai seorang penakluk wilayah. Sosok Maneke Nusa diyakini sebagai leluhur dari masyarakat Sangir di Kepulauan Sangihe.

Makam batuSumber: Dokumentasi pribadi
info gambar

Tidak jauh dari keberadaan makam, terdapat sebuah sumur yang berdasarkan penjelasan Sam berbentuk seperti bulan sabit dan terletak di lereng bukit. Sumur tersebut diyakini dapat mengeluarkan air jika dilakukan ritual tertentu.

Situs berikutnya berada di puncak bukit berupa batu yang disebut sebagai Batu Kursi karena berbentuk seperti kursi. Tak jauh dari batu tersebut, juga ditemukan ditemukan pahatan lubang-lubang sejumlah 12 buah pada batu cadas yang menjadi landasan di situs ini.

“Batu ini (Batu Kursi) dipercaya sebagai tempat bertengger burung raksasa yang tinggal di Bukit Bowongsoro” tambah Sam saat ditemui di kediamannya di Kampung Bentung pada Minggu (21/07/2024).

Batu kursiSumber: Joksan Samatara
info gambar

Sejumlah situs di Bukit Bowongsoro ini diyakini merupakan peninggalan dari sebuah peradaban yang hilang akibat adanya bencana. Peradaban tersebut dianggap sebagai leluhur dari sebagi penduduku Kepulauan Sangihe.

Eksplorasi Goa Maria, Situs Keagamaan Terpendam di Mamburungan Timur

Tak hanya peninggalan yang dianggap berasal dari leluhur, Kampung Bentung juga menyimpan peninggalan kolonialisme Belanda. Jejak-jejak kolonialisme tersebut tersimpan di balik pesisir Pantai Nagha. Pantai Nagha di era kolonialisme merupakan pelabuhan besar dan menjadi titik masuknya tentara kolonial.

Pantai NaghaSumber: Joksan Samataa
info gambar

Di Pantai Nagha, ditemukan situs berupa sisa-sisa bangunan yang dianggap sebagai miniatur benteng sebanyak tujuh buah. Berdasarkan penuturan Sam, beliau mendapat keterangan dari Balai Arkeologi Sulawesi Utara bahwa terdapat sentuhan ciri khas VOC pada situs ini.

“Situs ini adalah miniatur yang mungkin dibuat saat mereka (Bangsa Belanda) menemukan jejak kerajaan yang dulu dianggap hilang di sini (Kepulauan Sangihe)” imbuhnya.

Situs miniatur benteng di Pantai NaghaSumber: Joksan Samatara
info gambar

Keberadaan sejumlah situs-situs bersejarah di tengah Kampung Bentung menunjukkan kekayaan sejarah leluhur yang dimiliki oleh masyarakat Sangihe. Keberadaan situs ini perlu dijaga mengingat sejarah penting di baliknya. Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus untuk melakukan konservasi terhadap situs ini dengan melibatkan pihak-pihak yang berwenang.

Edukasi Situs Patirtaan Ngawonggo Bersama Ahli Epigrafi Indonesia, Ismail Lutfi

“Saya berharap adanya perhatian dari pemerintah pusat dan pihak-pihak berwenang terhadap keberadaan situs-situs di kampung ini (Kampung Bentung) mengingat situs ini merupakan bukti peradaban masyarakat Sangir yang berharga,” tutur Sam kala mengakhiri wawancaranya pada Minggu (21/07/2024).

Penulis: Jatayu Bias

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KU
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.