paseduluran sakampung sebuah pemberontakan tak kentara dari lensa orang luar - News | Good News From Indonesia 2024

Paseduluran Sakampung, Sebuah Pemberontakan Tak Kentara dari Lensa Orang Luar

Paseduluran Sakampung, Sebuah Pemberontakan Tak Kentara dari Lensa Orang Luar
images info

Seorang remaja dengan ponsel di tangan, mengetik sembari berjalan, semua perhatian tertuju pada gawainya. Pengendara motor mengebut melintasi jalan tanpa mempedulikan pejalan kaki. Seorang pegawai acuh tak acuh berjalan melewati pengemis yang meminta sedekah…

Di tengah hiruk pikuk metropolitan, kesibukan kota menjadi gemuruh utama yang terngiang-ngiang di telinga. Mulai dari pagi hari berangkat kerja, sampai mentari terbenam menandakan saatnya pulang, tidak ada lagi energi untuk bercanda ria bersama teman dan keluarga. Begitulah realita kehidupan banyak individu zaman sekarang. Semua orang hidup untuk diri sendiri.

Dari situlah muncul sebuah perlawanan halus masyarakat Sakulan dimulai. Paseduluran Sakampung merupakan suatu acara yang diinisiasi oleh para pemuda KARISSA – Kawula Remaja Islam Sakulan – yaitu Karang Taruna RT 10 di Kampung Sakulan, Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, DIY.

Mahasiswa KKN UGM Adakan Camping Festival, Kenalkan Potensi Desa Gadingkulon

Pada awalnya, ini dimulai karena iseng pada tahun 2018. Kemudian menjadi salah satu event kolaborasi kolektif seni yang paling dinanti-nantikan oleh masyarakat setempat.

Overview

Paseduluran Sakampung mulanya berfokus pada street art. Mural-mural yang tertampil pada tembok kosong menjadi penggugah selera warga akan seni. Selain dari segi keindahan, paparan seni tersebut menarik wisatawan bahkan sampai dari mancanegara.

Pada tahun 2022, setelah masa pandemi selesai, acara ini kembali dilaksanakan dengan perkembangan yang lebih maju. Mulai dari segi sponsorship dan jumlah seniman yang terlibat, Paseduluran Sakampung yang kedua bisa dibilang lebih meriah.

Pada tahun 2024, para pemuda KARISSA memiliki visi yang lebih besar untuk Paseduluran Sakampung yang ketiga. Dengan slogan “Seraket lemper seduwur tumpeng” yang tercermin pada gambar-gambar lemper serta tumpeng di sekeliling kampung, Paseduluran Sakampung mengintegrasikan aspek tradisional masyarakat Jawa berupa kulinernya dengan street art yang merupakan kekhasan acara ini pada dasarnya.

Selain itu, slogan tersebut memiliki makna yang cukup dalam ternyata. Dari “seraket lemper”, ada harapan bahwa bukan hanya relasi antara warga sakulan RT 10, melainkan juga para pendatang, menumbuhkan rasa kekeluargaan yang begitu “raket” bagaikan lemper dengan satu sama lain.

Jolosutro Bersih, Jolosutro Sehat, KKN-PPM UGM Membangun Generasi Peduli Lingkungan

“Seduwur tumpeng” memiliki makna doa-doa yang dipanjatkan kepada Yang Maha Esa untuk penyertaan-Nya dalam sebelum, sesudah, maupun saat event berlangsung agar berjalan dengan baik dan lancar.

Lalu, bagaimana kemeriahan tersebut tercermin bagi orang yang sebelumnya belum pernah menyaksikan acara ini?

Dari Kacamata Orang Awam

Pada awalnya, saya tidak memiliki ekspektasi yang lebih dari semata acara lokal mengenai rasa kekeluargaan. Namun, hal tersebut berubah.

Tiga hari sebelum Paseduluran Sakampung dimulai, saya bertemu dengan Raka. Selaku ketua panitia acara, beliau memberi sedikit overview mengenai acara ini yang berfokus pada kesenian dinding yang ingin mempertemukan aspek-aspek streetart yaitu mural-mural oleh para seniman yang akan dikolaborasikan dengan kearifan lokal setempat.

Raka menyatakan bahwa dengan event ini, masyarakat ingin menyatakan bahwa mereka memiliki keberadaan di tengah huru-hara individualisme yang marak di tengah kota. Dari kehidupan kota, “Acara ini itu menunjukan bahwa saksakulan iku sedulur kabeh, mba,” ujarnya.

Setelah mendengar hal tersebut, lukisan-lukisan lemper dan tumpeng yang sedang diwarnai untuk persiapan acara menjadi lebih masuk akal bagi saya. Yang awalnya hanya sekedar simbol kelokalan, kedua kuliner asal Jawa tersebut menjadi sesuatu yang bermakna bagi saya.

Acara ini merupakan sebuah perlawanan halus akan kehidupan yang sudah lama meninggalkan pentingnya rasa kekeluargaan dengan sesama.

Tim KKN-PPM UGM Ajak Anak-Anak Menyelami Kekayaan Biota Laut Teluk Tomini

Jumat, 12 Juli 2024. Saya bersama rekan-rekan KKN UGM mengunjungi event Paseduluran Sakampung hari pertama. Kami melihat para seniman-seniman memulai karya mereka mewarnai tembok dengan cat semprot. Beberapa melakukan free styling secara langsung. Saat kami menyusuri kesemarakan acara, kami sampai pada suatu spot yang disebut Ekshibisi Pasak Akur.

Pasak Akur merupakan suatu ekshibisi ‘ruang abandoned’, yaitu rumah peninggalan mendiang Bapak Djumari, seorang seniman ukir. Pasak Akur adalah tajuk dari Paseduluran Sakampung. Tertulis dalam kutipan penjelasan Pasak Akur bahwa:

Berpegang pada tajuk “Pasak Akur” pameran ini menjadi ruang reflaksi terhadap pertemuan yang tercipta dari budaya (masing-masing). “Pasak Akur menjadi simbol dari cara budaya dapat berinteraksi, beradaptasi, dan saling memperkaya tanpa kehilangan identitas (masing-masing). Sebagai perjalanan yang harmonis seperti sebuah pasak yang dipasangkan dengan cermat, agar dapat menyatukan dua bagian irisan, demikian pula budaya-budaya yang berbeda dapat saling menyatu melalui pemahaman, penghormatan, dan adaptasi.

Ekshibisi Pasak Akur itu sendiri terekspresikan dengan menggunakan ruang terbengkalai dengan kesenian mural penuh warna untuk “menghapus nuansa wingit”. Harapan dari ekhibisi ini bukan hanya untuk menjadikan bagian kampung yang nampak suram dan seram menjadi cerah. Namun, juga sebagai “wadah ekspresi seni yang autentik dan bermakna untuk memberikan bumbu-bumbu hingga nuansa kesenian yang diberikan tidak terasa hambar.”

Mural-mural tersebar di seluruh penjuru kampung, mewarnai tiap sudut dan gang dengan penuh keindahan. Selain keindahan yang tertampang pada dinding-dinding warga, ada juga penampilan kesenian dari warga serta kemeriahan lainnya yang ditampilkan oleh Djarum 76 sebagai salah satu sponsor event tersebut.

Dengan penuh antusias, saya dan rekan-rekan saya turut bergabung memeriahkan event yang berlangsung selama tiga hari tersebut. Kami tak lupa mengambil beberapa foto untuk diabadikan.

Memang terbukti bahwa seni dapat menyatukan pribadi-pribadi dari berbagai latar belakang; mulai dari yang tua ke yang muda; yang tinggal di kota dan di desa. Event biennial ini dengan sukses mampu menjembatani dan merekatkan tali persaudaraan pribadi antar pribadi dalam suatu komunitas yang harmonis.

Kiranya di event yang selanjutnya, Paseduluran Sakampung tetap mampu berjalan dan bahkan menjangkau masyarakat yang lebih luas demi menjaga rasa keselarasan dan kekeluargaan melalui kesenian yang menggugah selera. (Glo)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.