Indonesia dengan beragam kebudayaannya tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari pakaian, suku, ras, agama, dan salah satunya rumah adat yang mewakili setiap daerahnya. Penasaran dengan nama-nama rumah adat yang ada di Indonesia dan ciri khasnya?
Berikut nama-nama rumah adat dan asal daerahnya yang ada Indonesia yang perlu Kawan ketahui.
1. Rumah Adat Krong Bade dari Aceh
Krong Bade merupakan rumah adat yang berasal dari Aceh dengan tangga yang berjumlah ganjil. Tangga pada rumah adat ini berjumlah tujuh sampai sembilan anak tangga. Bentuk rumahnya pun unik, memanjang dari timur ke barat menyerupai persegi panjang.
Uniknya rumah adat ini memiliki bahan dasar bangunan yang berasal dari alam, dalam pembuatannya tidak menggunakan paku, melainkan menggunakan tali untuk menggunakan bahan bangunan yang satu dengan yang lainnya. Dinding rumah adat ini terbuat dari kayu enau yang dihiasi dengan lukisan dan atap rumah terbuat dari daun rumbia.
Pada bagian pintu dibuat lebih rendah dengan balok bagian atasnya, sehingga jika tamu masuk perlu merunduk. Bagi masyarakat setempat, bentuk pintu tersebut ditujukan sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah.
2. Rumah Adat Bolon dari Batak Toba
Rumah Bolon atau disebut juga Rumah Tradisional Batak Toba berasal dari Sumatera Utara. Rumah ini dapat dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga dan saat memasuki Rumah Bolon, kamu harus menaiki tangga di bagian tengah rumah yang memiliki anak tangga berjumlah ganjil.
Bangunan Rumah Bolon terdiri dari tiang kayu raksasa (Tiang Penyangga) yang di bawah masing-masing tiang tersebut ditanam kepala orang, hal ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan pada zaman dahulu yang dilakukan dengan tujuan demi keselamatan kerajaan dan keturunannya agar terhindar dari roh-roh jahat.
Dasar rumah dibangun setinggi 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah rumah digunakan sebagai kandang babi, ayam, dan sebagainya. Rumah Bolon dibagi menjadi beberapa ruangan karena dihuni oleh beberapa keluarga, dan pembagian ruangan ini diatur dan disesuaikan oleh ketentuan adat mereka yang kuat.
Ruangan yang tepat di sudut belakang disebut “Jabu Bong” dan dihuni oleh anggota keluarga tertinggi di keluarga tersebut dengan seorang istri dan anak-anaknya. Di dalam sudut kiri atas untuk berurusan dengan Jabu Bong dikenal sebagai “Jabu Soding” diperuntukkan wanita yang sudah menikah tetapi belum memiliki rumah sendiri. Di bagian depan sudut kiri disebut “Jabu Suhat” diperuntukkan anak laki-laki tertua yang sudah berkeluarga. Dan dibagian luarnya adalah “Slap Plate” yang dipergunakan untuk tamu dari tuan rumah.
Baca Juga:Mengenal Rumah Adat Karo, Siwaluh Jabu
3. Rumah Adat Gadang dari Sumatera Barat
Rumah Gadang merupakan Rumah Adat yang berasal dari Sumatera Barat. Rumah ini dicirikan dari bentuknya yang khas dan indah serta atap yang melengkung seperti tanduk kerbau dinamakan gonjong sehingga Rumah Gadang juga dikenal sebagai Rumah Bagonjong. Pada bagian tengah rumah ini sangat menyerupai badan kapal.
Hebatnya Rumah Gadang tidak dibangun menggunakan paku tetapi menggunakan pasak dan apabila terjadi gempa, rumah ini akan berayun mengikuti ritme guncangan sehingga tidak akan roboh.
Rumah Gadang sendiri memiliki nilai sejarah yaitu bentuk atap rumah yang menyerupai tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita rakyat “Tambo Alam Minangkabau” yang mengisahkan tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa.
Sedangkan bentuk badan Rumah Gadang yang menyerupai kapal, meniru bentuk perahu nenek moyang pada masa lampau yang dikenal dengan sebutan Lancang.
4. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar dari Provinsi Riau
Rumah Selaso Jatuh Kembar merupakan salah satu Rumah Adat yang terdapat di Provinsi Riau dan dijadikan sebagai Rumah Adat resmi Provinsi Riau.
Rumah Selaso Jatuh Kembar sendiri berbentuk panggung dan persegi panjang. Di puncak atasnya, selalu ada hiasan kayu yang mencuat ke atas dalam bentuk bersilang yang disebut Tunjuk Langit. Hiasan tersebut dimaksudkan sebagai pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Rumah adat satu ini memiliki selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah sehingga dinamai Selaso Jatuh Kembar. Hiasan rumah ini bermotif alam yang dihiasi corak dasar Melayu yang umumnya bersumber dari alam. Coraknya sendiri dapat berupa flora, fauna, dan benda-benda angkasa.
5. Rumah Adat Panggung Kajang Leko dari Jambi
Rumah Adat Panggung Kajang Leko merupakan Rumah adat yang berasal dari Jambi. Rumah Kajang Leko ditetapkan sebagai rumah adat Jambi pada tahun 1970-an, penetapan ini bermula dari sayembara rumah adat sebagai identitas Provinsi Jambi yang dilakukan oleh Gubernur Jambi pada saat itu.
Rumah Kajang Leko berbentuk persegi panjang dengan ukuran 9 x 12 meter persegi dan dilengkapi oleh 30 tiang, 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Keunikan rumah adat ini dapat dilihat dari struktur konstruksinya.
Secara keseluruhan, rumah ini termasuk rumah panggung yang dihias dengan ukiran yang indah. Bagian atapnya dinamakan “Gajah Mabu”. Istilah ini berasal dari filosofi mengenai kegalauan pembuat rumah yang dimabuk asmara namun tidak mendapat restu dari keluarga.
6. Rumah Adat Limas dari Sumatera Selatan
Rumah Limas merupakan rumah adat yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan. Bentuk Rumah Limas sendiri dibangun dengan gaya rumah panggung dengan ukuran minimal 15 x 30 m atau 20 x 60 m.
Rumah Limas terdiri dari lima tingkatan dengan arti, makna dan fungsi yang berbeda-beda, kelima tingkatan ruangan tersebut diatur dengan filosofi "Kekijing", yang artinya setiap ruangan diatur berdasarkan anggota keluarga yang menghuni rumah tersebut.
Tingkat pertama disebut dengan "Pagar Tenggalung", bagian ini terdiri dari ruangan yang terhampar luas tanpa dinding pembatas atau sekat. Tingkat kedua atau "Jogan" digunakan sebagai tempat berkumpul untuk para anggota keluarga laki-laki. Tingkat ketiga atau "Kekijing", digunakan untuk tamu khusus ketika pemilik rumah mengadakan hajatan atau rapat.
Tingkat keempat digunakan khusus orang-orang atau tetua yang dihormati dan memiliki ikatan darah dengan pemilik rumah. Dan terakhir, tingkat kelima atau Gegajah digunakan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam keluarga maupun masyarakat.
7. Rumah Adat Sulah Nyanda dari Provinsi Banten
Rumah Sulah Nyanda merupakan Rumah Adat Provinsi Banten yang terletak di dalam pegunungan dan dihuni oleh Suku Baduy. Pembuatan Rumah Sulah Nyanda dilakukan secara gotong royong menggunakan kayu, bambu, ijuk, rotan, dan rumbia serta pada bagian dasar pondasinya menggunakan batu kali atau umpak sebagai landasannya.
Rumah Sulah Nyanda merupakan rumah adat sederhana yang hanya berukuran 9 x 12 meter, masyarakat setempat memegang prinsip bahwa mereka tidak diperbolehkan merusak alam untuk membangun rumah.
Contohnya seperti bangunan yang harus dibangun menghadap arah mata angin, tidak boleh menggunakan paku dan besi untuk memperkokoh rumah, tidak boleh mengecat rumah agar terjaga keasliannya. Dan biasanya untuk rumah di beberapa perkampungan Baduy, biasanya diberi tanda dari bambu dan ijuk dengan bentuk lingkaran atau tanduk yang menandakan bahwa rumah tersebut memiliki arti khusus.
Bentuk lingkaran tersebut menandakan bahwa penghuninya belum pernah melanggar larangan adat dan memberikan arti ketentraman, sedangkan bentuk tanduk diartikan sebagai penghuninya pernah berurusan dengan peradilan adat atau pernah melanggar larangan adat.
8. Rumah Adat Honai dari Papua
Rumah Honai merupakan Rumah Adat yang berasal dari Provinsi Papua, tepatnya adalah Rumah Adat milik Suku Dani. Honai sendiri berasal dari kata “Husn” yang memiliki arti laki-laki, dan “Ai” yang memiliki arti rumah.
Sesuai dengan artinya, Honai merupakan rumah yang dikhususkan untuk laki-laki, dan perempuan tidak boleh untuk masuk meskipun statusnya telah menikah.
Rumah Honai memiliki ciri khas yang berbentuk dasar lingkaran dengan rangka kayu beratap kerucut yang terbuat dari jerami. Tinggi rumahnya hanya mencapai 2,5 meter. Dalam Rumah Honai memiliki 2 lantai, meskipun dengan luas yang kecil akan tetapi memiliki dua lantai dengan fungsi yang berbeda.
9. Rumah Adat Tongkonan dari Sulawesi Selatan
Rumah Tongkonan merupakan Rumah Adat yang berasal dari Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Rumah Tongkonan memiliki bentuk yang sama dengan rumah adat pada umumnya yaitu berbentuk rumah panggung tetapi Rumah Tongkonan memiliki bentuk yang menyerupai perahu terbalik pada bagian atasnya.
Rumah Tongkonan sendiri memiliki jenis yang beragam, tiap rumah dibuat berbeda berdasarkan peran pada pemimpinnya, seperti Tongkonan Pekamberan adalah jenis Rumah Tongkonan yang dibangun bagi para keluarga besar dari tokoh masyarakat yang memiliki otoritas tinggi di masyarakat.
Kemudian terdapat Tongkonan Layuk yaitu jenis rumah adat yang pertama kali digunakan untuk urusan-urusan kekuasaan dan pemerintahan dan yang terakhir Tongkonan Batu A'riri, rumah ini digunakan sebagai rumah masyarakat umum yang tidak memiliki kekuasaan dalam adat.
10. Rumah Adat Kebaya dari Betawi
Rumah Kebaya merupakan Rumah Adat yang berasal dari Betawi. Nama Rumah Kebaya sendiri berasal dari bentuk atap rumahnya yang dari samping terlihat seperti lipatan kebaya.
Atap Rumah Kebaya berbentuk seperti pelana yang dilipat dengan material atap terbuat dari genteng, sementara pondasi bangunan dibuat menggunakan susunan batu kali yang menyokong tiang-tiang rumah.
Rumah Kebaya sendiri memiliki ornamen yang unik bernama hiasan gigi balang, yang umumnya menghiasi bagian ujung atap atau lisplang rumah. Motif gigi balang sendiri meliputi wajik, wajik susun dua, potongan waru, dan kuntum melati. Gigi balang sendiri menandakan bahwa masyarakat Betawi memiliki pertahanan yang kuat dalam hidup.
Baca Juga:7 Rumah Adat Kalimantan yang Menarik, Ada Memiliki Panjang 150 Meter
11. Rumah Adat Nuwo Sesat dari Lampung
Nuwo Sesat adalah rumah adat tradisional khas Lampung. Tidak hanya sebagai tempat tinggal, Nuwo Sesat juga berfungsi sebagai pusat atau balai pertemuan adat bagi para purwatin (penyeimbang) saat mengadakan musyawarah.
Rumah ini menggunakan kayu ulin atau bambu sebagai material utama bangunan dengan arsitektur yang unik dan kental dengan identitas suku Lampung. Nuwo Sesat mengandung makna keterbukaan, kekuatan, kenyamanan, dan keindahan.
Keberadaan Nuwo Sesat sangat jarang ditemui akibat masuknya pengaruh arsitektur bangunan rumah yang lebih modern dan banyak diadopsi oleh masyarakat. Untuk itu, rumah adat tradisional ini dijadikan salah satu warisan budaya dan berkontribusi pada kemajuan ekonomi melalui sektor pariwisata.
12. Rumah Adat Gapura Candi Bentar dari Bali
Rumah adat tradisional khas Bali disebut dengan Gapura Candi Bentar. Arsitektur dari rumah ini didominasi oleh bentuk gapura yang identik dengan Provinsi Bali. Konsep bangunan rumah adat tersebut diwariskan secara turun temurun sehingga tetap lestari dan dapat ditemui di hampir seluruh wilayah di Bali.
Gapura Candi Bentar berdiri di tanah yang luas karena berawal dari pura atau istana milik masyarakat agama Hindu. Lambat laun, pembangunannya mulai diadopsi oleh masyarakat umum dan hingga kini menjadi tempat tinggal identitas asli penduduk Bali.
Rumah adat ini memiliki makna keindahan yang menyatu dengan alam semesta. Estetika Gapura Candi Bentar mampu menarik minat para wisatawan untuk berkunjung atau sekadar berburu foto di depan gerbang atau gapura.
13. Rumah Adat Dalam Loka dari Sumbawa
Rumah adat ini berasal dari daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang dahulu berfungsi sebagai istana Kesultanan Sumbawa serta pusat pemerintahan. Terdapat tiang berjumlah 99 buah yang menyangga rumah ini. Hal itu juga menjadi salah satu ciri khas dari Rumah Dalam Loka.
Rumah adat ini sangat kental dengan arsitektur tradisional khas Sumbawa yang terdiri dari Bala Rea sebagai bangunan utama dan menghadap ke selatan searah dengan alun-alun dan bukit Sampar yang menjadi situs makam para leluhur.
Bala Rea terbagi menjadi beberapa ruangan dengan fungsinya masing-masing. Lunyuk Agung di bagian depan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah, resepsi, dan kegiatan penting lainnya.
Lunyuk Mas terletak di sebelah Lunyuk Agung dan berfungsi sebagai ruang permaisuri, para istri Menteri, dan staf kerajaan untuk mengadakan upacara adat.
Kini, Rumah Adat Dalam Loka terletak di dalam Kota Sumbawa Besar dan menjadi salah satu destinasi menarik yang wajib dikunjungi para wisatawan.
14. Rumah Adat Mbaru Niang dari Manggarai
Rumah ini merupakan rumah khas dari Desa Wae Rebo, salah satu desa adat terpencil di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Meskipun letaknya terpencil, desa ini termasuk ke dalam destinasi paling banyak dikunjungi wisatawan di Provinsi NTT.
Keunikan dari Rumah Mbaru Niang mengundang minat wisatawan untuk menyambangi Desa Wae Rebo. Rumah adat yang berbentuk kerucut tersebut memiliki lima tingkat di dalamnya dengan kegunaannya masing-masing.
Tingkat pertama disebut Lutur atau Tenda yang menjadi tempat tinggal keluarga besar. Tingkat kedua disebut Lobo atau Loteng yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan serta barang-barang.
Tingkat ketiga disebut Lentar untuk menyimpan benih tanaman. Tingkat keempat berguna untuk menyimpan makanan jika kekeringan melanda dan disebut Lempa Rae. Lalu, tingkat kelima disebut Hekang Kode dan paling suci serta tempat persembahan untuk para leluhur.
Berkat keunikan rumah ini, perekonomian Desa Wae Rebo pun semakin maju dan menambah tingkat kesejahteraan para penduduk desa.
15. Rumah Adat Panjang dari Dayak
Rumah adat lainnya berasal dari Kalimantan Barat yang bernama Rumah Panjang dan menjadi rumah asli masyarakat Dayak. Seperti namanya, rumah adat ini memiliki panjang sekitar 180 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 5-8 meter. Ukuran ini berbeda-beda di setiap masyarakat.
Rumah adat ini dibangun tinggi agar terhindar dari serangan hewan buas dan juga menjaga keselamatan keluarga dari serangan suku Dayak daerah lain.
Rumah Panjang terbuat dari kayu. Terdapat ukiran khas suku Dayak di atap, tiang penyangga, dan beberapa sisi rumah lainnya.
Terdapat Tangka atau anak tangga sebagai akses utama memasuki rumah. Hanya ada satu kamar di rumah ini serta Samik atau ruang tamu dan ruang keluarga. Di area luar terdapat Pante atau teras.
Rumah Panjang biasanya dihuni oleh beberapa keluarga. Selain menjadi tempat tinggal, rumah adat ini juga berguna sebagai pusat kegiatan masyarakat, ritual, dan upacara adat.
16. Rumah Adat Lamin dari Kalimantan Timur
Masih di Tanah Borneo, Rumah Lamin adalah rumah adat tradisional khas Kalimantan Timur. Rumah Lamin berbentuk seperti rumah panggung dengan panjang sekitar 300 meter, lebar 15 meter, dan tinggi 3 meter. Ukuran ini bisa bervariasi.
Serupa tapi tak sama dengan Rumah Panjang, Rumah Lamin memiliki bangunan yang lebih panjang dan lebih lebar. Ukiran di dinding dan patung pahatan khas Suku Dayak Kalimantan Timur mengelilingi area rumah ini. Tiang-tiang penyangga Rumah Lamin lebih tebal dan kokoh.
Rumah Lamin mampu menampung banyak anggota keluarga. Letaknya yang berada beberapa meter di atas tanah sengaja dibuat agar terhindar dari banjir dan serangan hewan buas. Rumah ini juga bisa digunakan untuk pusat pertemuan, upacara adat, bahkan perkawinan.
17. Rumah Adat Baloy dari Kalimantan Utara
Rumah Baloy adalah rumah adat khas Suku Dayak Tidung yang mendiami Provinsi Kalimantan Utara. Berbeda dengan kedua rumah sebelumnya, Rumah Baloy memiliki tinggi yang cenderung lebih rendah, ukurannya lebih kecil, dan arsitektur yang lebih modern.
Rumah Baloy dibuat dari kayu ulin dan terbagi menjadi empat ruangan. Ambir Kiri atau Alad Kait yang berfungsi sebagai tempat pengaduan perkara dan masalah adat. Ambir Tengah atau Lamin Bantong sebagai tempat para pemuka adat bermusyawarah dan membuat keputusan.
Ambir Kanan atau Ulad Kemagot sebagai ruang istirahat. Selanjutnya, Lamin Dalom menjadi singgasana kepala adat Dayak Tidung.
Alih-alih menjadi tempat tinggal, Rumah Baloy lebih difungsikan sebagai pusat kegiatan Suku Dayak Tidung untuk menggelar berbagai tradisi dan titik berkumpul serta bermusyawarah, terutama ketika ada perselisihan yang berkaitan dengan adat.
18. Rumah Adat Dulohupa dari Gorontalo
Bergeser ke Pulau Sulawesi, Rumah Dulohupa adalah rumah adat khas Gorontalo, Sulawesi Utara. Serupa dengan rumah-rumah yang ada di Kalimantan, Rumah Dulohupa berbentuk rumah panggung dengan dua buah tangga di sisi kiri dan kanan.
Bangunan Rumah Dulohupa mengandung makna yang filosofis. Atap berbentuk segitiga yang tersusun dua menggambarkan syariat atau aturan. Dua batang kayu bersilang di puncak atap bernama talapua untuk menangkal roh jahat.
Pilar-pilar yang menyangga rumah ini pun memiliki makna tersendiri. Pilar utama atau wolihi berjumlah dua pilar yang bermakna adat dan syariat sebagai prinsip hidup warga Gorontalo.
Pilar depan berjumlah enam yang menggambarkan enam sifat utama masyarakat Gorontalo yaitu tenggang rasa (tinepo), sifat hormat (tombulao), sifat bakti kepada penguasa (tombulu), sifat kewajaran (wuudu), sifat patuh (adati), sifat taat (butoo).
Pilar dasar sebanyak 32 buah yang menggambarkan 32 penjuru mata angin. Dahulu, pilar ini digunakan untuk mengklasifikasikan antara raja dan bangsawan.
Rumah Dulohupa digunakan keluarga kerajaan untuk berdiskusi. Selain itu, pengkhianat negara juga diadili di tempat ini. Lambat laun, fungsinya berubah menjadi pusat upacara adat, pernikahan, dan pagelaran budaya.
19. Rumah Adat Tambi dari Poso
Rumah adat Tambi dimiliki oleh Suku Lore yang menempati suatu dataran tinggi di Poso, Sulawesi Tengah. Rumah Adat Tambi berbentuk persegi panjang berukuran 7x5 meter dan mengadopsi rumah bergaya panggung dengan sembilan tiang penyangga yang terbuat dari kayu bonati.
Fondasi dasar rumah adat tersebut menggunakan batu alam. Atapnya terbuat dari ijuk dan berbentuk segitiga yang memanjang ke bawah sekaligus berfungsi sebagai dinding rumah. Di ujung atap, biasanya ada sepasang tanduk atau kepala kerbau yang disebut pabeula sebagai lambang kekayaan dan kekuasaan pemilik rumah.
Terdapat anak tangga yang memudahkan akses masuk ke rumah. Jumlah anak tangga menentukan posisi pemilik rumah dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk masyarakat umum, jumlah anak tangga yang dimiliki biasanya genap. Sementara itu, ketua adat memiliki jumlah anak tangga ganjil.
20. Rumah Adat Kariwari dari Papua
Rumah adat Kariwari berasal dari Suku Tobati-Enggros yang menempati Danau Sentani, Jayapura. Rumah ini terbuat dari kayu dan campuran dari pohon sagu, bambu, dan pohon lainnya. Kerangka utama rumah disatukan dengan tali rotan.
Atapnya yang tinggi berbentuk limas segi delapan dan runcing di ujungnya. Hal ini melambangkan kedekatan manusia dengan leluhur dan Sang Pencipta. Rumah setinggi 20-30 meter ini terbagi menjadi tiga lantai dengan fungsi yang berbeda.
Lantai satu berguna sebagai tempat belajar. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat pertemuan tokoh adat dan kepala suku. Lantai ketiga digunakan untuk pusat ibadah dan meditasi.
Namun, Rumah Kariwari tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal, melainkan pusat pendidikan dan ibadah. Bahkan kepala suku pun tidak diperkenankan untuk menempati Rumah Kariwari. Maka, rumah adat tersebut pun dianggap suci dan sakral oleh masyarakat suku Tobati-Enggros.
Itulah nama-nama rumah adat tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Melalui artikel ini, mari kita lestarikan rumah-rumah adat kepada generasi penerus bangsa agar mereka tidak lupa dengan identitas bangsa Indonesia yang beragam.
Baca Juga: Wisata Sejarah ke Kota Ende, Dari Rumah Pengasingan Bung Karno hingga Pohon Sukun Pancasila
Itulah 10 nama rumah adat dan nama daerahnya yang ada di Indonesia. Semoga bisa menambah wawasan Kawan GNFI terkait budaya Indonesia khususnya rumah adat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News