“Stigma negatif tentang semua orang Papua masih terbelakang memang sebaiknya mulai dihapuskan. Memang benar di daerah-daerah pedalaman masih ada teman-teman yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Tapi bukan berarti semua orang Papua tidak berpendidikan.” - Neas Wanimbo, penggiat Hano Wene pedalaman Papua.
Tahun 2018 silam, Neas Wanimbo bersama dengan teman -temannya mendirikan sebuah taman baca yang kini sudah tersebar di beberapa kampung pedalaman Papua. Tujuan mulia seorang Neas Wanimbo adalah agar anak-anak Papua bisa belajar dan memiliki harapan cemerlang untuk masa depan kelak. Dengan memfasilitasi berupa perpustakaan, harapannya bisa menyediakan mereka untuk akses pendidikan meskipun berada di kampung-kampung yang tidak ada sekolah. Taman baca tersebut diberi nama “Hano Wene”.
Hano Wene berasal dari bahasa daerah Kota Wamena yang berarti “Kabar Baik”. Makna sesungguhnya dari nama tersebut adalah bisa membawa kabar baik melalui literasi dan pendidikan secara merata, khususnya di desa-desa terpencil yang berada di provinsi Papua. Karena banyaknya orang tua yang tidak memiliki latar pendidikan menyebabkan anak-anak desa tersebut tidak bersekolah.
Keterbatasan akses anak-anak dalam membaca dan mempelajari buku, membuat Hano Wene berinisiatif mendirikan perpustakaan-perpustakaan di daerah terpencil. Untuk saat ini, telah berdiri kokoh tujuh perpustakaan yang sudah tersebar di provinsi Papua, Papua Barat, serta Maluku. Berdirinya Hano Wene bukan hanya sekadar menjadi perpustakaan semata, melainkan hadir di tengah-tengah pedalaman Papua sebagai jawaban atas kesenjangan akses pendidikan yang selama ini terjadi. Dengan tagline “Setiap Anak Harus Bisa Baca” membuktikan jika belajar bisa diakses dimana saja dan untuk siapa saja.
Sebagai orang yang beruntung diberi kesempatan untuk bisa sekolah di luar Papua sampai menjadi lulusan sarjana Teknik Informatika. Bahkan sampai mendapatkan tawaran untuk berkarir di perusahaan ternama baik dalam maupun luar negeri, Neas Wanimbo lebih memilih untuk kembali ke kampung halamannya untuk membangun perpustakaan serta aktif mendorong semangat pendidikan pada anak-anak khusunya di pedalaman Papua. Alasan utamanya adalah karena melihat kondisi kampung dan pedalaman Papua yang kurang melek dengan pendidikan, sehingga banyak anak-anak tidak memiliki akses pendidikan yang layak. Bahkan Papua juga dikategorikan sebagai salah satu daerah dengan tingkat buta huruf tertinggi di berbagai kalangan. Situasi yang mengkhawatirkan seperti ini, membuat Neas ingin berjuang untuk masa depan pedalaman Papua.

Sumber: Instgram @hanowene
Menurut Neas, pendidikan adalah dasar dari segala ilmu. Ibarat kata, “Hidup tanpa ilmu bagai rumah tak berlampu.” Yang memiliki makna bahwa kehidupan tanpa ilmu akan gelap, tidak terang, dan tidak ada petunjuk arah yang jelas. Menjadi seorang sarjana, tentunya cara pandang pemikiran dan wawasan juga lebih luas. Begitu juga bagi Neas, yang memberikan inspirasi dan motivasi bagi mereka terlebih anak-anak di Papua untuk tergerak niatnya tetap terus belajar, agar nantinya bisa melanjutkan sekolahnya bahkan jika bisa sampai ke perguruan inggi.
Dengan kegigihan dalam mencerdaskan anak-anak pedalaman Papua, Neas dianugeri sebagai penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards Nasional 2024 tingkat provinsi Papua dengan bidang pendidikan. Meskipun belum bisa menjangkau seluruh Papua, setidaknya niat Hano Wene untuk mencerdaskan anak Papua sudah dimulai. Dengan demikian, Neas terus tetap memberikan wawasan tentang pentingnya pendidikan untuk kehidupan dan masa depan terutama di daerah terpencil dan pedalaman. Semoga Hano Wene juga tidak berhenti sampai disini, tetapi terus berkembang sampai ke seluruh Papua, merata sampai se-Indonesia dan bahkan sampai dunia.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


