Padang Pariaman termasuk kabupaten terkecil di Sumatera Barat dengan luas 1.328,79 km², sekitar delapan kali lebih besar dari Kota Bandung. Meski begitu, jumlah penduduknya lima kali lebih sedikit, menghadirkan suasana tenang yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Di balik ketenangan itu, tersimpan potensi wisata alam dengan lanskap pegunungan dan sungai yang serupa, namun menawarkan keaslian budaya yang tak tergantikan.
Dari hamparan hijau Bukit Barisan, pemandangan sore tepian Sungai Batang Anai, hingga eksplorasi alam pemicu adrenalin, semuanya berpadu menjadi pesona khas Padang Pariaman. Kehidupan masyarakat di sini juga masih lekat dengan kearifan adat istiadat yang menjaga harmoni antara alam dan budaya. Tak heran jika setiap sudutnya tak hanya indah dipandang, tapi juga penuh makna yang mampu memikat hati siapa pun yang datang.
Di sisi lain, pariwisata bukan sekadar destinasi indah, tetapi juga hasil pengelolaan potensi alam dan budaya oleh masyarakat yang dapat menjadi penggerak ekonomi jika dikembangkan bersama. Lebih dari sekadar rekreasi, pariwisata menjadi jembatan antara kearifan lokal dan dunia luar. Lalu, potensi apa saja yang bisa dikembangkan di Padang Pariaman, khususnya di empat Desa Sejahtera Astra?
Filosofi Hidup Berlandaskan Alam di Minangkabau

Foto: Wikimediacommons | Crisco1492
Alam Takambang Jadi Guru, memiliki arti manusia harus senantiasa belajar melalui hamparan alam sekitar, karena alam tidak hanya sebatas tempat lahir, hidup, dan berkembang tetapi sumber pertama untuk belajar dari pengalaman dan pengamatan sekitar untuk memastikan keberlanjutan generasi berikutnya.
Dalam artikel Kompas, budayawan Edy Utama, menyebut permukiman tradisional Minangkabau selalu memperhatikan keseimbangan ruang antara hutan, sawah, ladang, dan rumah tinggal agar lingkungan tetap lestari dan terhindar dari bencana longsor.
Begitu pula masyarakat Padang Pariaman yang hidup berdampingan dengan puluhan anak Sungai untuk mengairi sawah, memberi sumber pangan ternak, dan menjadi tumpuan mata pencaharian, sehingga kelestarian alam menjadi nilai utama kehidupan mereka. Dilansir dari RRI, filosofi ini tercermin dalam masyarakat minang yang meneladani alam lewat saiyo sakato atau musyawarah dan mufakat, sebagaimana perilaku lebah, semut, dan hewan sosial lainnya. Dari nilai inilah tumbuh tanggung jawab moral untuk menjaga alam melalui pelestarian tradisi dan adat dalam kegiatan wisata. Mereka membentuk sanggar seni, mempromosikan wisata alam berkelanjutan, serta menjaga keaslian bentang alam tanpa banyak campur tangan manusia sebagai wujud nyata filosofi Alam Takambang Jadi Guru.
Wisata Alam, Budaya dan Kearifan Lokal di Padang Pariaman
Sejak 2021, Astra melakukan kontribusi sosial melalui program Desa Sejahtera Astra yang melibatkan kerja sama antara pemerintah, perguruan tinggi, komunitas dan masyarakat, untuk mengoptimalisasi potensi dan produk unggulan lokal yang memberikan nilai tambah ekonomi. Di kawasan Padang Pariaman cakupannya meliputi empat desa, yakni Nagari Toboh Gadang Selatan, Sungai Buluh Timur, Sicincin dan Kapalo Hilalang.
Lantas seberapa besar potensi dari hasil alam kawasan tersebut hingga bisa mendatangkan keuntungan ekonomi di masa yang akan datang?
Menurut laman resmi Dinas Pariwisata dan Olahraga, Satelit, terdapat lebih dari 19 objek wisata yang tersebar di empat Desa Sejahtera Astra Padang Pariaman. Beragam daya tarik alam dan kearifan lokal yang menjadi pesona utama setiap desa, di antaranya:
- Nagari Sungai Buluh Timur memiliki dua sungai besar, yakni Sungai Batang Anai dan Sungai Buluh Timur. Dikutip dari Antara, aktivitas arung jeram dan river tubing di Sungai Batang Anai menjadi pilihan favorit bagi wisatawan pencinta adrenalin. Sementara itu, perjalanan menyusuri rawa Sungai Buluh Timur dengan speed boat dari dermaga menawarkan panorama senja yang menenangkan, lengkap dengan pemandangan kerbau berenang menuju rumah terapung. Tak jauh dari sana, Kawan GNFI juga dapat menemukan pemandian air alami di kawasan hutan Lubuak Kandih, Lubuak Apik, dan Lubuak Jambu.
- Desa Wisata Embung Ambio Tarantang Panjan di Nagari Sintuk Toboh Gadan, menghadirkan nuansa kearifan lokal melalui atraksi silat, tarian tradisional, serta kegiatan memancing sambil menikmati suasana desa yang asri. Hamparan sawah yang dialiri air dari Embung Sungai Abu menjadi latar yang menenangkan jiwa. Menariknya, embung ini telah ada sejak tahun 1912 pada masa pemerintahan Belanda. Untuk menyaksikan perjuangan kemerdekaan dari Jepang, Kawan GNIF dapat mendatangi Benteng, Goa Jepang, dan Museum Perang yang masih berada di kawasan
- Nagari Enam Lingkung memperlihatkan perpaduan budaya Islam dan tradisi Minangkabau lewat keberadaan Makam Gujarad serta kunjungan ke Masjid Pincuran Tujuah. Disini Kawan GNFI juga bisa menelusuri situs sejarah seperti Lobang Jepang Pasa Pakandangan dan Benteng Jepang
- Nagari Kayu Tanam terkenal dengan pemandian Lubuak Bonta yang bersumber dari mata air Gunung Tandikek, kawasan ini dulunya merupakan perkebunan kopi hasil kerja sama Belanda dan Jepang pada tahun 1919.
Tak hanya menyuguhkan keindahan alam, budaya, dan sejarah, Desa Sejahtera Astra juga memanfaatkan potensi alamnya secara kreatif. Kawasan berair seperti rawa, paya, dan sawah yang menjadi habitat tumbuhan wlingi, diolah warga menjadi bahan kriya bernilai tinggi. Daun wlingi atau mansiang yang telah dikeringkan, direndam, diwarnai, dan dianyam kemudian dibuat menjadi tas, dompet, serta wadah serbaguna. Anyaman mansiang ini bahkan berhasil menarik perhatian dunia pada Paviliun Indonesia di World Expo Osaka 2025, karena mencerminkan identitas dan kearifan lokal masyarakat Padang Pariaman. Forum tersebut menjadi peluang bagi masyarakat untuk membuka jejaring bisnis dan kolaborasi dengan calon pembeli maupun mitra dari berbagai negara.
Keterlibatan Astra dalam mendukung potensi ekonomi desa juga mencerminkan nilai serta peran kepemimpinan lokal Minangkabau yang berlandaskan filosofi Tungku Tigo Sajarangan. Secara harfiah, kiasan ini menggambarkan tiga tungku kayu berbentuk segitiga yang menopang kuali selama kegiatan memasak. Dalam konteks sosial, tiga tungku tersebut merepresentasikan kepemimpinan ideal antara adat, agama, dan intelektualitas yang masing-masing diwakili oleh ninik mamak atau tokoh adat, ulama, dan cadiek pandai atau instansi seperti pemerintah.
Prinsip tersebut sejalan dengan faktor-faktor keberhasilan program Desa Sejahtera Astra, yaitu keunikan daerah yang menjadi daya tarik wisata, keterlibatan masyarakat sebagai pelaku utama, dukungan pendanaan, serta peran tokoh penggerak dan stakeholder yang diwakili oleh Astra. Transformasi desa menuju pariwisata berkelanjutan membuktikan bahwa warisan leluhur dapat menjadi penggerak ekonomi masa depan yang harmonis antara sejarah, alam, dan kemandirian daerah.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News