Saluran Air Nglinguk I yang berlokasi di Desa Trowulan, Kabupaten Mojokerto merupakan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Majapahit. Saluran air ini menjadi bukti tingginya ilmu pengetahuan pada zaman Majapahit.
Dimuat dari Merdeka, saluran air dengan batu-bata kuno di kedua sisinya ini tidak sengaja ditemukan oleh pekerja pembuat bata pada tahun 2007 silam. Saat ditemukan, saluran air dengan dinding bata kuno itu berada di bawah permukaan tanah yang sekarang.
Ketika memasuki area perkebunan tebu, situs berupa konstruksi kanal sepanjang kurang lebih 56 meter itu langsung terlihat. Sekilas, situs tersebut tampak lengang.
Rumput taman yang dibentuk menyerupai pagar hidup serta rimbun tanaman tebu yang mengelilingi situs tersebut menambah keteduhan. Di tepi jalan berdiri papan yang mengisyaratkan area situs ini berada di bawah naungan BPCB atau sekarang disebut Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Jatim.
"Sekitar tahun 2008, saya diamanahi menjadi juru pelihara situs ini," ungkap Khoirul Anam, warga setempat sekaligus pemilik lahan, Rabu, (29/11).
Struktur "Jalan Air" Berumur Tujuh Abad yang Melampaui Zaman
Saluran Air Nglinguk I bukan sekadar parit kuno, melainkan representasi keahlian teknik sipil Majapahit yang menakjubkan. Dinding saluran yang terbuat dari susunan batu bata kuno yang kokoh memperlihatkan rancangan yang terencana. Pamong Budaya Pertama BPK Wilayah XI, Tommy Raditya Dahana, menegaskan bahwa struktur "jalan air" ini dibangun dengan lebar hampir satu meter dan berfungsi ganda: sebagai jalur irigasi vital untuk sawah dan sebagai sistem drainase yang efektif untuk mencegah bencana banjir—sebuah permasalahan yang masih relevan hingga kini.
Apa yang membuat saluran air berusia sekitar 700 tahun ini memukau adalah desainnya yang tampak "modern." Sekilas, konstruksinya berupa lorong panjang dengan dinding penahan tanah (TPT) di kedua sisi, sangat mirip dengan sistem drainase modern. Namun, alih-alih menggunakan fondasi batu, pasir, dan semen seperti saat ini, saluran kuno ini sepenuhnya mengandalkan teknik penyusunan batu bata.
Dindingnya tersusun rapi hingga sebelas lapisan bata, dengan bata berjenis plint pada lapisan paling bawah. Tommy Raditya Dahana menambahkan, "Saluran didesain secara rigid sebagai jalur air yang terbukti awet." Kekuatan struktural ini sengaja dibuat agar saluran tidak mudah ambrol, membuktikan bahwa insinyur Majapahit memiliki pemahaman mendalam tentang teknik konstruksi yang kuat dan tahan lama.
Memperkaya Khazanah Rekonstruksi Kota Kuno Trowulan
Pentingnya Saluran Air Nglinguk I semakin diperkuat oleh penemuan-penemuan terkait lainnya di Trowulan, khususnyaSumur Kuno yang juga berdinding bata. Sumur ini pertama kali ditemukan saat pengerukan saluran irigasi baru di belakang rumah warga. Penggalian lebih lanjut mengungkap bata merah berukuran lebih besar dari bata modern, identik dengan ciri khas bangunan cagar budaya peninggalan kerajaan. Sumur Kuno ini tertanam sekitar 90 sentimeter hingga satu meter di dalam tanah dengan diameter sisi dalam sekitar 65 sentimeter, sebagaimana dicatat oleh situs Cagar Budaya Jatim.
Kehadiran kedua situs ini, Saluran Air Nglinguk I dan Sumur Kuno, memiliki arti krusial dalam upaya rekonstruksi citra kota kuno Trowulan, yang diyakini sebagai pusat pemerintahan Majapahit. Struktur bata yang masif pada kedua situs ini tidak hanya menjadi penanda fisik, tetapi juga kunci untuk memahami tata ruang dan pengelolaan sumber daya air di masa keemasan Majapahit.
Saksi Bisu Kejayaan dan Peradaban
Di sekitar lokasi Sumur Kuno, serpihan-serpihan benda kuno seperti guci, kendi, gerabah, dan tembikar—meski sudah tidak utuh karena dimakan usia—turut ditemukan. Benda-benda ini melengkapi gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat Majapahit.
Saluran Air Nglinguk I dan Sumur Kuno adalah jendela masa lalu yang membuka wawasan kita tentang bagaimana Majapahit, sebagai sebuah kerajaan agraris dan maritim, mampu membangun sebuah kota yang terencana dan didukung oleh teknologi pengairan yang mumpuni. Sisa-sisa struktur bata yang kokoh ini adalah kesaksian bisu kejayaan peradaban Majapahit yang tak lekang oleh waktu, menantang kita untuk terus menggali dan menghargai warisan intelektual dan budaya para leluhur.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News