pigmen kulit bawang dari sampah dapur jadi warna label pangan sampai energi - News | Good News From Indonesia 2025

Pigmen Kulit Bawang: dari Sampah Dapur jadi Warna, Label Pangan, sampai Energi

Pigmen Kulit Bawang: dari Sampah Dapur jadi Warna, Label Pangan, sampai Energi
images info

Pigmen Kulit Bawang: dari Sampah Dapur jadi Warna, Label Pangan, sampai Energi


Tahukah Kawan GNFI kulit bawang sering langsung dibuang saat memasak? Padahal, bagian yang terlihat sederhana ini menyimpan zat warna alami terutama antosianin (merah-ungu) dan flavonoid seperti kuersetin yang bisa dipakai untuk mewarnai kain, membuat label pendeteksi kesegaran makanan, bahkan jadi bahan riset sel surya sederhana.

Menurut Setiani et al. (2017), ekstrak kulit bawang merah mengandung flavonoid yang cukup tinggi, sehingga menarik untuk diolah lebih lanjut.

Di dunia kain dan fesyen, hasil warna dari kulit bawang bisa hangat emas, jingga, sampai cokelat. Kuncinya ada pada mordan, yaitu “pengikat” yang membantu warna menempel di serat.

Angendari (2015), menemukan, kombinasi mordan seperti tawas, kapur, dan tunjung menghasilkan nuansa yang berbeda-beda pada kain katun.

baca juga

Temuan ini membantu perajin menentukan palet yang diinginkan misalnya ingin warna lebih cerah, lebih tua, atau sedikit kehijauan di akhir proses.

Bagi yang ingin lebih ramah lingkungan, bisa coba biomordan dari bahan dapur atau kebun. Rizky dan Fatimah (2020), menunjukkan belimbing wuluh dapat membantu ikatan warna tanpa bergantung pada garam logam berat.

Pendekatan ini cocok untuk UMKM yang ingin mengurangi bahan kimia keras tanpa mengorbankan kualitas warna.

Kulit bawang juga berguna untuk aktivitas sains sederhana. Antosianin peka terhadap pH: suasana asam cenderung merah, netral ungu, dan basa hijau kebiruan. Sifat “kameleon” ini bisa dipakai membuat kertas indikator dari bahan rumah.

Kasnati et al. (2020), menjelaskan cara membuat indikator asam-basa dari ekstrak kulit bawang untuk pembelajaran. Pengembangannya bahkan bisa menjadi label pintar yang berubah warna mengikuti kesegaran udang membantu konsumen tahu kapan makanan masih enak (Amsikan et al., 2023).

Tidak hanya itu, pigmen dari kulit bawang dapat menyerap cahaya dan dimanfaatkan sebagai pemeka dalam Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC). Dalam pengujian laboratorium, ekstrak antosianin kulit bawang bisa bekerja sebagai “penangkap” cahaya yang menyalurkan energi ke sel (Adu et al., 2022).

Hasilnya memang belum setinggi pewarna sintetis, tetapi riset seperti ini membuka jalan pemanfaatan limbah dapur untuk teknologi terbarukan—cocok untuk proyek kampus atau komunitas.

Dari sisi kesehatan dan kosmetik, ada potensi lain. Rahayu et al. (2017), melaporkan ekstrak kulit bawang merah memiliki aktivitas antioksidan dan peluang sebagai bahan aktif tabir surya nabati.

Artinya, selain memberi warna, ada kemungkinan manfaat perlindungan tambahan—tentu tetap perlu uji keamanan dan stabilitas bila masuk ke produk kulit.

Bagian praktisnya, bagaimana cara mengambil warnanya? Untuk skala rumahan, cara paling mudah adalah maserasi: rendam kulit bawang kering dalam etanol 70–96% atau air panas, lalu saring; cara ini murah dan bisa diulang untuk dapat larutan yang lebih pekat (Badriyah & Farihah, 2022).

baca juga

Untuk riset yang menargetkan hasil lebih tinggi, Microwave-Assisted Extraction (MAE) sering dipilih karena pemanasan cepat dan merata, sehingga kadar kuersetin yang terambil bisa lebih banyak (Rusli et al., 2020).

Singkatnya, maserasi itu praktis, MAE itu lebih “ngebut” dan efisien pilih sesuai tujuan.

Kalau ingin mencoba di rumah atau di studio kecil, langkahnya begini. Kumpulkan kulit bawang (boleh campur bawang merah dan bawang bombai), keringkan, lalu rebus pelan sampai air jadi pekat.

Cuci kain katun terlebih dulu supaya bersih dari kanji atau minyak. Celup kain ke larutan warna hangat 20–40 menit sambil diaduk pelan. Untuk warna lebih “nempel”, rendam dulu kain di larutan tawas encer; ingin warna lebih tua?

Tes cepat rendaman tunjung yang sangat encer di akhir hasilnya biasanya bergeser ke hijau zaitun. Cara-cara ini diringkas dari studi tekstil lokal dan mudah diadaptasi untuk kebutuhan perajin (Angendari, 2015; Rizky dan Fatimah, 2020).

Di sekolah atau komunitas, kulit bawang bisa jadi pintu masuk praktik sains menyenangkan. Buat kertas indikator pH dan uji dengan cairan dapur air jeruk (asam) versus larutan soda kue (basa).

Untuk level lanjut, coba label pintar yang ditempel pada kemasan makanan basah dan lihat perubahan warnanya seiring waktu (Amsikan et al., 2023). Aktivitas-aktivitas ini murah, aman, dan menumbuhkan rasa ingin tahu.

Soal keamanan, tetap ada hal yang perlu diingat. Gunakan mordan secukupnya, utamakan yang aman seperti tawas, dan batasi pemakaian tunjung agar kain tidak kaku.

Limbah cair sebaiknya dipakai ulang sampai warnanya “habis”, lalu dibuang sesuai aturan setempat. Dengan kebiasaan sederhana ini, proses pewarnaan jadi lebih bertanggung jawab.

baca juga

Pada akhirnya, kulit bawang menunjukkan bahwa perubahan ke arah yang lebih hijau bisa berawal dari langkah kecil. Dari dapur ke kain, dari label pangan hingga sel surya, satu bahan sisa sanggup menjembatani seni, sains, dan keberlanjutan asal diolah dengan rasa ingin tahu dan sedikit eksperimen (Adu et al., 2022).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.