Kisah pertempuran di Telaga Jikumerasa adalah salah satu cerita rakyat dari Maluku. Cerita rakyat ini berkisah tentang perjuangan para raja dan kapitan dalam melawan pihak penjajah yang ada di Telaga Jikumerasa.
Bagaimana kisah lengkap dari pertempuran di Telaga Jikumerasa tersebut? Simak cerita lengkap dari Maluku ini pada bagian berikut.
Kisah Pertempuran di Telaga Jikumerasa, Cerita Rakyat dari Maluku
Dinukil dari artikel Haula Siompo, "Menggempur Belanda di Telaga Jikumerasa" dalam buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Buru, pada zaman dahulu dikisahkan saat masa penjajahan Belanda, para raja dan kapitan mengadakan pertemuan di Telaga Jikumerasa. Mereka sudah merasa resah dengan keberadaan para penjajah di Pulau Buru.
Oleh masyarakat setempat, orang-orang Belanda dikenal dengan nama pasukan baret. Mereka terkenal sangat kejam dan merampas semua harta masyarakat yang ada di sana.
Pada suatu hari, kapal-kapal Belanda berlabuh di Telaga Jikumerasa. Mereka mulai mendirikan markas di telaga tersebut.
Para pasukan baret mulai membangun tenda-tenda sebagai markas. Selain itu, mereka juga mulai menyiksa masyarakat yang ada di sekitar telaga tersebut.
Raja Lilialy yang menjadi pemimpin di wilayah tersebut tidak bisa berbuat apa-apa atas kedatangan pasukan baret. Dirinya kemudian mengirimkan utusan untuk meminta bantuan pada raja-raja lain yang ada di sekitar wilayah itu.
Beberapa hari kemudian, para raja mulai berdatangan memenuhi undangan Raja Lilialy. Setiap raja membawa kapitannya masing-masing.
Para kapitan ini dikenal sebagai petarung yang handal dan sakti. Hadirnya para kapitan ini tentu menjadi bantuan kekuatan yang besar untuk melawan pasukan baret.
Kali ini para raja tidak melakukan pertemuan di Telaga Jikumerasa. Sebab telaga tersebut sudah dikuasai oleh pihak Belanda.
Para raja akhirnya berkumpul di sebuah gua yang tidak jauh dari telaga tersebut. Gua ini tertutup oleh pepohonan yang rimbun, sehingga aman dari pantauan pihak musuh.
Dari gua ini para raja memantau keadaan di Telaga Jikumerasa. Mereka menyusun rencana sambil menunggu waktu yang tepat untuk melawan pihak Belanda.
Seminggu berlalu, para raja mulai melihat kesempatan untuk melawan pasukan baret. Setiap malam, para tentara Belanda sering mengadakan pesta.
Para tentara ini berpesta hingga larut malam. Mereka akan berpesta hingga mabuk antara satu sama lain.
Raja Lilialy dan raja lainnya melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan untuk menyerang. Mereka kemudian menentukan hari yang tepat untuk melancarkan serangan ke pihak musuh.
Hari yang ditentukan pun tiba. Pada dini hari, para raja bersama kapitan mulai bergerak menuju Telaga Jikumerasa.
Sesampainya di sana, para kapitan langsung memimpin pasukan untuk menyerang tentara Belanda. Pasukan baret yang kaget dengan situasi ini tidak siap menghadapi serangan tersebut.
Dalam sekejap pasukan kapitan berhasil mengalahkan para penjajah. Akhirnya Telaga Jikumerasa berhasil dikuasai kembali.
Tidak hanya itu, para pasukan Belanda juga diusir dari sana. Akhirnya wilayah tersebut kembali aman dari cengkraman penjajah.
Beberapa bulan kemudian, utusan Belanda kembali datang ke Telaga Jikumerasa. Pihak Belanda meminta perundingan damai kepada Raja Lilialy.
Perundingan damai ini digelar di sebuah tanjung yang ada di Pulau Buru.
Sang raja menerima perundingan tersebut. Namun dia memberikan syarat agar Belanda mengembalikan semua harta yang dirampas dari masyarakat.
Pihak Belanda pun memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Raja Lilialy. Perundingan damai antara kedua belah pihak akhirnya tercapai pada waktu itu.
Itulah kisah pertempuran yang terjadi di Telaga Jikumerasa, salah satu cerita rakyat dari Maluku. Konon gua tempat para raja berkumpul dikenal dengan nama Kota Perang.
Sementara itu, tanjung tempat diadakannya perundingan dikenal sebagai Tanjung Pena.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News