Beras adalah makanan pokok dan sumber energi utama bagi sebagian besar penduduk dunia. Selain karbohidrat, beras juga mengandung protein dan zat besi.
Berdasarkan warnanya, beras dibagi menjadi putih, merah, dan hitam. Beras merah termasuk pangan fungsional karena mengandung antosianin, pigmen alami dengan efek antioksidan yang mendukung kesehatan tubuh.
Sayangnya, beras merah masih jarang dikonsumsi karena dianggap hanya cocok untuk diet, padahal gizinya sebanding dengan beras putih. Sebagian besar berat kering beras terdiri dari pati (85–90%), yang tersusun dari amilosa dan amilopektin, keduanya memengaruhi tekstur nasi.
Beras dengan kandungan amilosa tinggi menghasilkan nasi pera yang tidak mudah lembek, karena amilosa dapat mengeras kembali setelah dimasak (retrogradasi).
Selain memengaruhi tekstur nasi, jenis dan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi berperan dalam mengatur gula darah dan produksi insulin. Konsumsi karbohidrat berlebih dapat meningkatkan kadar gula darah dan memicu lonjakan insulin, yang jika terjadi terus-menerus berisiko menimbulkan resistensi insulin dan diabetes.
Oleh karena itu, penting menilai nilai gizi dan daya cerna pati pada berbagai jenis beras untuk mengetahui perbedaan nutrisi antara beras putih dan merah, serta dampaknya terhadap kesehatan.
Pemahaman ini membantu masyarakat memilih beras yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mendukung keseimbangan gizi dan kesehatan jangka panjang.
Kandungan Gizi Beras Merah dan Beras Putih
Beras merah memiliki kandungan gizi lebih tinggi dibandingkan beras putih karena tidak melalui proses penyosohan yang menghilangkan kulit ari. Lapisan kulit ari ini kaya akan serat, vitamin, mineral, dan senyawa bioaktif penting bagi tubuh.
Beras putih hanya mengandung sekitar 0,2% serat dan 1,7% lemak, sedangkan beras merah memiliki serat sekitar 0,8% dan lemak 0,9%. Selain itu, beras merah juga mengandung lebih banyak protein, zat besi, kalsium, seng, dan magnesium.
Proses penggilingan beras merah yang tidak menghilangkan kulit ari membuat kandungan gizinya tetap terjaga. Seratnya membantu melancarkan pencernaan, sedangkan lemak esensial di dalamnya berperan dalam perkembangan otak dan menurunkan kadar kolesterol darah.
Dengan kandungan tersebut, beras merah tidak hanya menjadi sumber energi, tetapi juga berpotensi menjaga kesehatan jantung dan sistem pencernaan.
Daya Cerna Pati dan Kaitannya dengan Kesehatan
Daya cerna pati menunjukkan sejauh mana pati dapat diuraikan oleh enzim pencernaan menjadi molekul sederhana seperti glukosa, yang tingkatnya ditentukan oleh jumlah pati yang berhasil dihidrolisis dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan tingkat kecernaannya, pati terbagi menjadi dua jenis, yaitu pati dengan daya cerna rendah dan tinggi.
Pati berdaya cerna rendah sulit diuraikan oleh enzim pencernaan, sedangkan pati berdaya cerna tinggi lebih mudah dipecah oleh enzim pencernaan.
Seberapa cepat tubuh mencerna pati memengaruhi kadar gula darah. Pati yang cepat dicerna diubah menjadi gula (glukosa) dengan cepat, sehingga gula darah naik cepat dan tubuh membutuhkan lebih banyak insulin.
Sebaliknya, pati yang lambat dicerna membuat gula darah naik lebih bertahap. Hal ini berkaitan dengan indeks glikemik (IG), yaitu ukuran seberapa cepat suatu makanan meningkatkan gula darah.
Makanan ber-IG tinggi menyebabkan kenaikan gula darah cepat, sedangkan IG rendah membantu menjaga kestabilannya. Jika gula darah terus tinggi, risiko terkena diabetes meningkat. Diabetes terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi insulin cukup atau tubuh tidak bisa menggunakan insulin dengan baik.
Salah satu penyebabnya adalah resistensi insulin, yaitu kondisi saat tubuh tidak merespons insulin meski jumlahnya cukup, dan penurunan produksi insulin oleh sel beta pankreas.
Indeks glikemik menjadi indikator penting untuk menilai pengaruh makanan terhadap kadar gula darah. Beras merah memiliki IG sedang sebesar 54, sedangkan beras putih memiliki IG tinggi sekitar 72. Artinya, konsumsi beras merah menyebabkan peningkatan gula darah yang lebih lambat dan terkendali.
Hal ini dipengaruhi oleh kandungan serat beras merah yang lebih tinggi. Sebab, serat dapat memperlambat proses pencernaan dan penyerapan pati dengan meningkatkan kekentalan di saluran cerna serta menghambat kerja enzim pencernaan.
Faktor yang Mempengaruhi Daya Cerna Pati
Daya cerna pati dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk cara pengolahan, kandungan lemak, protein, serat, rasio amilosa-amilopektin, dan senyawa antigizi.
Faktor bawaan (intrinsik) berkaitan dengan sifat alami pati, misalnya ukuran granula: granula kecil memiliki permukaan lebih luas sehingga lebih mudah dipecah menjadi glukosa oleh enzim.
Faktor luar (ekstrinsik), seperti pemanasan atau pendinginan, juga dapat mengubah struktur pati dan memengaruhi seberapa cepat pati dicerna.
Faktor lain yang memengaruhi seberapa cepat pati dicerna adalah kadar amilosa. Semakin tinggi amilosa, semakin lambat pati dipecah menjadi gula karena strukturnya lurus dan padat, sehingga sulit dicerna.
Sebaliknya, amilopektin yang bercabang lebih mudah diuraikan. Kandungan amilosa yang tinggi pada beras, dapat menurunkan indeks glikemik (IG) karena memperlambat pelepasan glukosa.
Selain itu, saat dimasak, amilosa dapat membentuk ikatan dengan lemak sehingga pencernaannya semakin lambat.
Metode Pengujian Daya Cerna Pati
Pengukuran daya cerna pati dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Metode in vitro dilakukan dengan mengukur hasil hidrolisis pati menggunakan enzim porcine α-amilase. Kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer untuk menentukan jumlah glukosa yang terbentuk.
Sementara itu, metode in vivo dilakukan langsung pada organisme hidup untuk melihat respon fisiologis terhadap konsumsi pati, seperti perubahan kadar glukosa darah setelah pencernaan.
Upaya Menurunkan Indeks Glikemik pada Beras
Pemasakan karbohidrat penting dilakukan untuk memperoleh daya cerna pati yang optimal, karena karbohidrat merupakan sumber utama energi.
Proses pemasakan menyebabkan granula pati membengkak dan pecah, membentuk struktur tergelatinisasi yang lebih mudah dicerna dibandingkan pati mentah.
Selain itu, panas juga melunakkan dinding sel bahan pangan, sehingga mempermudah pencernaan nutrien lain seperti protein.
Untuk menurunkan indeks glikemik (IG) beras, terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu memilih beras yang secara alami ber-IG rendah, membuat beras analog dari bahan ber-IG rendah, atau mengolah beras ber-IG sedang hingga tinggi agar menjadi lebih rendah.
Dari ketiganya, pengolahan beras putih menjadi beras ber-IG rendah dianggap paling realistis karena mempertahankan cita rasa yang disukai masyarakat. Proses seperti pratanak atau penambahan senyawa polifenol terbukti dapat menurunkan IG beras.
Konsumsi beras pratanak mampu menurunkan luas area di bawah kurva respon glukosa darah hingga 38% pada penderita diabetes dan 35% pada individu sehat, yang menunjukkan penurunan nilai IG secara signifikan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News