Di tengah derasnya arus modernisasi dan derasnya pengaruh digital, hampir setiap hari kita mendengar bahwa generasi muda makin jauh dari akar budaya. Lagu-lagu populer mendominasi ruang audio streaming, media sosial penuh dengan tren kekinian, sementara gamolan, gendang, kulintang, dan instrumen khas Lampung terpinggirkan. Namun, di tengah tantangan itu, muncul sosok yang menolak membiarkan suara tradisi meredup.
Namanya Erizal Barnawi, S.Sn., M.Sn. Beliau bukan sekadar pengajar musik, ia adalah penggerak, “pelestari budaya hidup”, figur yang berjibaku membawa denting alat musik tradisional Lampung menjangkau generasi masa kini. Sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards (Provinsi & Nasional) dalam kategori Pendidikan – Pelatihan Musik Tradisional Lampung, ia menunjukkan bahwa kecintaan terhadap budaya lokal bisa dijadikan kekuatan sosial dan inspiratif.
PEMUDA LAMPUNG, istilah singkat yang memayungi gerakan pelatihan musik tradisional Lampung di bawah kepemimpinannya, bukan sekadar label. Ia merangkum semangat regenerasi budaya melalui pendidikan, pelatihan, dan aksi nyata di lapangan.
Dari Gitar Ayah ke Pentas Internasional: Awal Langkah Sang Pemuda
Bagaimana sesungguhnya benih kecintaan itu tumbuh? Sejak usia 12 tahun, Barnawi sudah memetik gitar tunggal pemberian ayahnya- sebuah hadiah sederhana namun penuh takdir. Dari sana ia terus belajar, bukan hanya dari satu guru, tapi juga lingkungan dan komunitas seni di sekolah- hingga mampu menguasai aneka instrumen khas Lampung seperti gambus, gamolan, serdam, kulintang, gindang, tawak-tawak, dan banyak lainnya.
Tak puas hanya bermain, ia menggandeng masyarakat melalui pelatihan dan pembentukan sanggar, yang ia beri nama Barnawi Ensemble. Lewat sanggar itu, karya seni tradisional kembali hidup- tidak hanya sebagai pertunjukan nostalgia, tetapi medium aktualisasi identitas dan ekspresi kontemporer.
Dengan semangat itu, ia membawa musik Lampung ke pentas internasional: Thailand, Mesir, Uni Emirat Arab, Malaysia, Singapura. Langkah ini menunjukkan bahwa musik tradisional bukan semata relik masa lalu, melainkan jembatan dialog budaya global.
PEMUDA LAMPUNG: Gerakan Pelatihan Musik Tradisional
Apa sesungguhnya yang dilakukan PEMUDA LAMPUNG? “Pelatihan Musik Tradisional Lampung” adalah inti dari gerakan ini, pembelajaran sistematis alat musik khas Lampung kepada generasi muda. Dalam berbagai desa dan sekolah di Provinsi Lampung, kegiatan pelatihan diadakan, memberi ruang agar anak-anak, remaja, dan mahasiswa dapat mengenal, mempraktikkan, dan menginternalisasi kebudayaan musik lokal.
Contoh konkret: di Desa Rejosari, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, sebuah program pengabdian masyarakat melatih para remaja memainkan gamolan, mereka berhasil memainkan tiga tabuhan (Tabuh Layang Kasiwan, Alau-Alau, Semerdung Serlia) dan mengalami peningkatan keterampilan sekitar 19,50 %.
Contoh lain terjadi di SMA Negeri 1 Kotabumi pada Agustus 2025. Di sana, tim pengabdi Universitas Lampung, dipimpin Barnawi, menggelar pelatihan sekaligus menghibahkan alat musik tradisional kepada siswa. Tak hanya itu, mereka memberi ruang bagi siswa ekstrakurikuler seni untuk belajar dan tampil.
Ada pula pelatihan khusus alat Talo Balak di Tiyuh Panaragan, Kabupaten Tulang Bawang Barat, yang dilakukan dalam forum Karang Taruna setempat. Alat-alat seperti kulintang, pepetuk, gelitak, gujih, dan gendang dimainkan sebagai ansambel untuk mengiringi tarian Sigeh Penguten, sebuah proses sinergi antara seni musik dan tradisi lokal.
Apresiasi SATU Indonesia Awards & Makna Penghargaan
Penghargaan bukan tujuan akhir, melainkan pengakuan kolektif bahwa usaha mempertahankan budaya tradisional dibutuhkan dan dihargai. Di daftar List Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2010–2024, nama Erizal Barnawi tercantum sebagai penerima pada tahun 2024 untuk Provinsi Lampung di bidang Pendidikan (Pelatihan Musik Tradisional Lampung, disingkat PEMUDA LAMPUNG).
Sebelumnya, pada tahun 2022, Barnawi juga pernah mendapat apresiasi serupa sebagai Penerima SATU Indonesia Awards tingkat provinsi dalam kategori pendidikan.
Penghargaan iini memiliki arti banyak:
- Pengakuan publik dan legitimasi terhadap gerakan pelestarian budaya.
- Motivasi moral dan sumber daya untuk memperluas jangkauan pelatihan dan pengabdian.
- Inspirasi sosial agar generasi muda tidak asing terhadap akar budaya mereka sendiri.
Tantangan dan Arah ke Depan
Hadirnya penghargaan dan keberhasilan pelatihan bukan berarti tantangan hilang. Justru, tantangan itu semakin kompleks:
- Ketimpangan akses: belum semua desa dan sekolah di Lampung memperoleh kesempatan untuk menerima pelatihan musik tradisional.
- Kurikulum formal: musik tradisional belum menjadi bagian wajib atau terintegrasi dalam kurikulum di banyak sekolah.
- Minat generasi milenial: persaingan budaya pop digital terus menjauhkan perhatian terhadap musik khas lokal.
- Sumber daya dan keberlanjutan: kebutuhan instruktur, alat musik, dan dukungan logistik menjadi kendala.
Penutup: Suara Baru dari Tanah Lampung
“Kalau bukan anak Lampung, siapa lagi?” begitu tekad Barnawi untuk membawa musik tradisional Lampung ke garis hadapan budaya nasional dan global.Gerakan PEMUDA LAMPUNG di bawah komando Erizal Barnawi bukan hanya aksi simbolik, melainkan jawaban atas tantangan identitas di zaman modern.
Dengan menggabungkan apresiasi seperti SATU Indonesia Awards, pengabdian pendidikan, pelatihan berkelanjutan, dan inovasi pembelajaran, gerakan ini memupuk harapan bahwa kelak gamolan, kulintang, gendang tak lagi sekadar artefak, melainkan denting yang hidup, bercahaya, dan terus bergema di jiwa anak-anak Lampung.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News