Di tengah derasnya arus digital dan menurunnya minat baca anak-anak, Karang Taruna Baraya Anom Desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, memilih untuk melangkah berlawanan arah, bukan menolak kemajuan, tapi mencoba menyeimbangkan.
Mereka menggagas sebuah gerakan sederhana namun bermakna dengan menghidupkan kembali semangat literasi dan permainan tradisional di tengah masyarakat desa.
Kegiatan ini berawal dari keprihatinan para pemuda terhadap pola bermain anak-anak yang kini lebih banyak berinteraksi dengan gawai daripada dengan lingkungan sosialnya. Di sisi lain, buku-buku bacaan hanya tersimpan di rak tanpa sempat disentuh.
Dari keresahan itulah lahir inisiatif “Taman Baca dan Buruan Kaulinan”, sebuah ruang kreatif yang menggabungkan dua dunia, yakni dunia literasi dan dunia permainan rakyat.
Taman Baca, Jendela Pengetahuan di Tengah Desa

Anak-anak Desa Ciburayut tampak asik memilih buku bacaan | sumber foto: Dok. Pribadi Belgi Alhuda
Taman baca yang dikelola Karang Taruna Desa Ciburayut berdiri di sebuah tempat yang tidak jauh dari Desa (saung) dan taman sederhana yang tidak megah, tapi hangat dan hidup. Di sanalah anak-anak berkumpul setiap hari Minggu pagi, membaca buku dan menggambar, menulis, atau sekadar mendengarkan dongeng dari para relawan muda.
Buku-buku yang tersedia berasal dari donasi masyarakat, lembaga pendidikan, serta hasil swadaya anggota Karang Taruna sendiri.
Lebih dari sekadar tempat membaca, taman baca ini diharapkan dapat menjadi wadah menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis dan rasa ingin tahu sejak dini.
Karang Taruna Desa Ciburayut juga kedepan ingin mendalami kegiatan literasi kreatif seperti “Hari Cerita Desa” di mana anak-anak diminta menceritakan kembali isi buku yang mereka baca, atau “Pojok Dongeng Minggu Ceria” yang menghadirkan kisah-kisah lokal penuh nilai moral.
“Bagi kami, taman baca bukan hanya tempat buku berada, tapi tempat karakter tumbuh,” ungkap salah satu penggerak Karang Taruna. Prinsip inilah yang membuat kegiatan mereka mendapat dukungan luas dari orang tua, guru, hingga perangkat desa.
Buruan Kaulinan, Ruang Nostalgia yang Mengedukasi

Mulyadi (Depan) tampak memimpin anak-anak di barisan belakang untuk mengikuti latihan penca Silat | sumber foto: Dok. Pribadi Belgi Alhuda
Tak berhenti di dunia literasi, Karang Taruna Desa Ciburayut juga menciptakan ruang bermain yang sarat nilai budaya. Melalui program “Buruan Kaulinan”, mereka memperkenalkan kembali permainan tradisional Sunda seperti engklek, egrang, congklak, gasing, galasin, dan bakiak.
Program ini digelar rutin di halaman balai desa atau alun-alun Desa Ciburayut juga taman bermain (saung paranet) di sebuah perkampungan yang digelar setiap akhir pekan. Anak-anak datang dengan antusias, sementara para orang tua menikmati nostalgia masa kecil mereka.
Permainan tradisional ini bukan sekadar hiburan. Di dalamnya tersimpan nilai-nilai kebersamaan, sportivitas, dan kerja sama yang kini mulai pudar di tengah gempuran permainan daring. Melalui kegiatan ini, anak-anak belajar berinteraksi langsung, menghargai teman, dan memahami arti kalah dan menang dalam suasana menyenangkan.
Lebih dari itu, Karang Taruna Desa Ciburayut menjadikan permainan tradisional sebagai media pendidikan karakter berbasis budaya lokal. Mereka percaya bahwa membangun generasi unggul tidak hanya dengan teknologi, tetapi juga dengan akar budaya yang kuat.
Sinergi dan Dukungan dari Berbagai Pihak

Anak-anak Desa Ciburayut pada saat memainkan permainan congklak | sumber foto: Dok. Pribadi Belgi Alhuda
Kegiatan taman baca dan buruan kaulinan ini membutuhkan motivasi moral dan sinergitas yang dapat menjadikan kegiatan tersebut sebagai contoh nyata kolaborasi lintas generasi, di mana pemuda menjadi motor penggerak dan masyarakat menjadi pondasi yang menguatkan.
Program ini juga dapat menjadi role model desa ramah anak dan budaya, karena mampu menggabungkan unsur pendidikan, budaya, dan sosial dalam satu aktivitas berkelanjutan.
Dari Ciburayut untuk Inspirasi Lebih Luas
Gerakan taman baca dan permainan tradisional yang digagas Karang Taruna Desa Ciburayut bukanlah proyek sementara, melainkan perjalanan panjang menumbuhkan kesadaran sosial dan budaya. Mereka percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil dari satu buku yang dibaca, dari satu permainan yang dimainkan bersama.
Kini, taman baca menjadi pusat kegiatan positif anak-anak, dan buruan kaulinan menjadi simbol kebahagiaan kolektif warga desa. Kedua kegiatan itu menyatu dalam satu semangat, yakni, membangun generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan berakar pada budaya sendiri.
Melalui kerja-kerja sederhana namun berdampak ini, Karang Taruna Desa Ciburayut telah membuktikan bahwa pemuda bukan hanya pewaris masa depan, tapi juga penggerak masa kini.
Dari desa kecil di Cigombong, mereka mengirim pesan kuat bahwa literasi dan budaya lokal adalah dua sayap yang harus terbang bersama untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih beradab.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News