Di era kekinian, masalah lingkungan terlihat begitu kompleks. Ada beragam tantangan muncul bersama aneka dampak negatif yang hadir. Dari kerusakan habitat, perubahan iklim, sampai abrasi pesisir, semua muncul silih berganti.
Disinilah muncul aneka gerakan, dengan didasari kesadaran merawat bumi adalah tugas bersama. Di Indonesia, RawatBumi menjadi satu contoh gerakan tersebut.
RawatBumi berawal dari inisiatif LindungiHutan yang berkomitmen merawat alam, dengan menjadikan Hari Bumi (22 April) momentum aksi berkelanjutan. Lewat program ini, siapapun, baik perorangan, komunitas, maupun perusahaan, bisa ikut ambil bagian dalam upaya penghijauan, pelestarian lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Menariknya, RawatBumi tidak sebatas menawarkan penanaman pohon sebagai aksi simbolik. Ada beragam aksi bercakupan lebih luas. Dari menanam mangrove di pesisir, memperbaiki terumbu karang, melepas tukik penyu, menanam pohon endemik di kawasan hutan, sampai melindungi satwa lokal.
Sebagai contoh, tim RawatBumi melakukan penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang, serta pelepasan tukik di Pulau Pramuka (Kepulauan Seribu). Rangkaian aksi ini menjadi bagian dari usaha memulihkan ekosistem laut.
Di Taman Nasional Way Kambas, tim RawatBumi melakukan aksi penanaman pohon lokal. Program ini terfokus pada penghijauan dan upaya menjaga populasi gajah, demi mewujudkan ekosistem yang lebih seimbang.
Sepintas, rangkaian upaya ini terlihat sederhana. Meski begitu, kesederhanaan ini tetap sarat makna, bahkan bersifat fundamental.
Satu pohon yang tumbuh kuat memastikan adanya suplai oksigen yang lebih banyak. Inilah habitat alami baru bagi burung dan serangga, serta penahan alami erosi tanah.
Mangrove yang tertanam dengan baik membantu menahan gelombang laut dan menjaga garis pantai dari abrasi. Terumbu karang yang sehat memperkuat ekosistem laut dan memulihkan kehidupan ikan-ikan kecil, yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.
Di luar aspek lingkungan, RawatBumi juga mengupayakan keberlanjutan sosial. Dalam setiap lokasi aksi, masyarakat lokal ikut berperan aktif menjadi bagian dari tim: mulai dari penanaman, perawatan, pemantauan hingga edukasi.
Dengan demikian, upaya yang dilakukan tidak langsung selesai setelah hari aksi selesai. Masyarakat punya tanggung jawab menjaga pohon-pohon yang ditanam. Sikap ini penting agar penghijauan bukan sebatas jadi “aksi seremonial”, melainkan turut menjadi bagian dari gaya hidup dan budaya masyarakat.
Tak heran, RawatBumi telah meraih apresiasi di ranah nasional. Program ini dinilai konsisten dan berdampak nyata. Mereka mampu menggerakkan banyak pihak untuk semakin peduli lingkungan. Partisipasi masyarakat, kampanye pelestarian lingkungan, dan jumlah pohon yang tertanam, telah menjadi bukti nyata
Namun, seperti umumnya gerakan positif, tantangan juga hadir. Belum semua wilayah dapat dijangkau. Cuaca ekstrem atau kondisi lahan sulit pun bisa menjadi hambatan. Selama tanaman belum cukup matang, perawatan ekstra dibutuhkan agar tidak layu atau punah.
Edukasi publik pun menjadi upaya yang terus digencarkan. Dengan harapan, akan ajdah lebih banyak orang sadar dan tergerak mengikuti langkah RawatBumi.
Berawal dari sebuah program, RawatBumi telah berkembang menjadi satu janji nyata kepada alam. Pada dasarnya, manusia dan alam bisa seiring sejalan.
Ini bukan soal apa yang bisa dilihat dari luar, karena merawat bumi bukan soal spektakuler, tapi konsisten. Pohon baru tumbuh perlahan, akar menguat, sudah cukup menghadirkan keseimbangan yang segar
Pada dasarnya, bumi ini bukan warisan nenek moyang saja, melainkan titipan untuk generasi mendatang. Jika setiap orang mau menanam pohon, ia telah menghadirkan sedikit harapan, bersama udara yang menjadi lebih bersih karenanya.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News