Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Esa Unggul kembali menegaskan komitmennya pada nilai demokrasi melalui penyelenggaraan dialog terbuka dalam rangka pemilihan ketua dan wakil organisasi mahasiswa. Acara ini berlangsung pada 27, 29, dan 30 September 2025 dengan melibatkan berbagai elemen organisasi yang berada di bawah naungan FIKOM.
Dialog terbuka ini menjadi ruang penting bagi para calon pemimpin mahasiswa untuk menyampaikan visi, misi, serta program kerja yang ditawarkan. Lebih dari sekadar forum presentasi, agenda ini juga membuka ruang tanya jawab interaktif antara kandidat dan mahasiswa sehingga tercipta atmosfer diskusi yang sehat.
Hal ini memperlihatkan bahwa demokrasi di lingkungan kampus bukan hanya formalitas, melainkan wujud nyata keterlibatan mahasiswa dalam menentukan arah organisasi. Seperti yang disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (DPM FIKOM), Maulana Rafli “Dialog terbuka ini bertujuan untuk memaparkan visi dan misi para kandidat yang disaksikan oleh mahasiswa Fikom angkatan 22, 23, 24, dan 25”.
Penyelenggaraan dialog terbuka juga dinilai strategis karena memberikan kesempatan yang setara bagi setiap calon. Mahasiswa bisa menilai langsung kualitas kepemimpinan, kemampuan komunikasi, serta kedalaman gagasan yang ditawarkan. Transparansi inilah yang diharapkan menjadi pondasi untuk melahirkan pemimpin organisasi yang tidak hanya populer, tetapi juga berintegritas.
Antusiasme Mahasiswa dan Peran Organisasi
Antusiasme mahasiswa FIKOM terlihat jelas dari tingginya partisipasi dalam kegiatan ini. Sejumlah organisasi mahasiswa, mulai dari himpunan jurusan hingga unit kegiatan, menampilkan para kandidat terbaiknya. Kehadiran mahasiswa yang aktif bertanya dan memberi kritik konstruktif menunjukkan adanya kepedulian terhadap masa depan organisasi.
Organisasi mahasiswa di kampus Esa Unggul selama ini dikenal sebagai wadah pembelajaran non-formal yang membekali mahasiswa dengan keterampilan di luar ruang kelas. Kehadiran pemimpin yang terpilih melalui proses demokratis diharapkan mampu menjaga keberlangsungan budaya diskusi, kolaborasi, serta inovasi di lingkungan kampus.
Tak hanya itu, dialog terbuka juga menjadi ajang bagi mahasiswa untuk belajar tentang etika politik, hingga dapat beretorika. Proses ini menumbuhkan kesadaran bahwa demokrasi bukan sekadar memilih, melainkan memahami substansi gagasan dan menimbang rekam jejak para calon.
Demokrasi Kampus sebagai Cermin Bangsa

Maulana Rafli, Ketua DPM FIKOM 2024/2025 | Foto: Dokumen Pribadi
Apa yang terjadi di FIKOM Esa Unggul ini sesungguhnya merupakan miniatur dari praktik demokrasi nasional. Menurut sejumlah akademisi, demokrasi kampus menjadi laboratorium politik yang melatih mahasiswa untuk terlibat dalam pengambilan keputusan secara kolektif. Ketika mahasiswa terbiasa dengan proses yang transparan dan akuntabel, maka budaya tersebut berpotensi terbawa hingga ke ruang publik yang lebih luas.
Seperti diungkapkan dalam jurnal Campus Democracy and Student Engagement (Taylor & Francis, 2023), keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi kampus berbanding lurus dengan meningkatnya kepekaan sosial dan partisipasi politik di masyarakat. Artinya, dialog terbuka semacam ini tidak hanya berdampak pada organisasi, tetapi juga membentuk karakter kepemimpinan mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa.
Menjaga Konsistensi dan Harapan ke Depan
Meski dialog terbuka ini berjalan lancar, tantangan terbesar tetap ada pada konsistensi pelaksanaan demokrasi kampus di tahun-tahun mendatang. Mahasiswa berharap agar tradisi keterbukaan tidak berhenti pada momentum pemilihan, melainkan terus dijaga sebagai budaya akademik.
Selain itu, evaluasi berkala terhadap mekanisme pemilihan juga penting agar kualitas demokrasi kampus semakin meningkat. Penggunaan teknologi, misalnya e-voting, bisa menjadi opsi untuk memperluas partisipasi dan menjamin transparansi. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya belajar demokrasi dari teori, tetapi juga dari praktik yang relevan dengan perkembangan zaman.
Dialog terbuka FIKOM Esa Unggul tahun ini menjadi bukti bahwa demokrasi di kampus bukan sekadar slogan, melainkan praktik nyata yang memberi ruang bagi semua suara. Dari forum ini, mahasiswa belajar bahwa kepemimpinan lahir bukan dari popularitas semata, melainkan dari gagasan yang mampu menjawab kebutuhan kolektif.
Sebagai bagian dari generasi muda, mahasiswa FIKOM sedang membangun peradaban kecil bernama demokrasi kampus. Jika dijaga dengan baik, peradaban kecil ini akan memberi kontribusi besar bagi masa depan demokrasi bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News