Kawan GNFI pasti sudah tidak asing lagi dengan susu. Salah satu minuman yang paling berharga dalam hidup kita. Sejak bayi hingga dewasa, susu sering dianggap sebagai “paket lengkap” karena manfaat gizi dan kesehatannya. Tidak heran jika permintaan susu terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Data FAO bahkan mencatat, produksi susu dunia pada 2024 diperkirakan mencapai hampir 979 juta ton, naik sekitar 1,4 persen dari tahun sebelumnya. Angka fantastis ini bukan hanya menandakan tingginya kebutuhan susu, tetapi juga menunjukkan betapa besar peran susu sebagai sumber gizi dan komoditas pangan global.
Namun, di balik itu semua, susu ternyata menyimpan risiko yang jarang disadari. Susu bisa saja terkontaminasi oleh zat berbahaya yang berasal dari pakan ternak. Salah satunya adalah aflatoksin, racun alami yang bisa “menyusup” ke dalam tubuh sapi dan dapat muncul kembali pada susu yang biasa kawan GNFI minum sehari-hari.
Dari Mana Sebenarnya Aflatoksin Berasal?
Aflatoksin adalah racun alami yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus, terutama Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Ada beberapa jenis aflatoksin yang dikenal, seperti B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Dari semua itu, Aflatoksin M1 (AFM1) adalah jenis aflatoksin utama yang sering ditemukan pada produk susu dan olahannya.
Aspergillus sangat mudah tumbuh pada bahan pangan maupun pakan ternak yang di simpan di tempat hangat dan lembab, persis seperti kondisi yang umum terjadi di negara tropis seperti indonesia. Beberapa bahan pakan yang paling rentan antara lain jagung, kacang tanah, kedelai, sorgum, gandum, beras atau dedak, hingga hijauan yang difermentasi seperti silase. Pakan yang terlihat “biasa saja” bisa saja sudah terkontaminasi, dan tanpa disadari akan menjadi pintu masuk aflatoksin ke dalam tubuh ternak.
Mekanisme Masuknya Aflatoksin ke Dalam Susu
Proses berpindahnya aflatoksin dari pakan ke susu sapi bukanlah sesuatu yang instan, melainkan melalui mekanisme biologis di dalam tubuh ternak perah. Dijelaskan pada artikel yang diterbitkan di Animal Nutrition, segalanya bermula ketika sapi mengonsumsi pakan yang terkontaminasi aflatoksin B1 (AFB1), jenis aflatoksin paling berbahaya.
Racun ini masuk melalui saluran pencernaan, lalu terbawa oleh darah menuju ke hati. Di sinilah terjadi proses yang disebut biotransformasi, di mana enzim hati (sitokrom P450) mengubah AFB1 menjadi bentuk baru, salah satunya AFM1.
AFM1 bersifat lebih larut air, sehingga dengan mudah ikut beredar dalam darah sapi dan akhirnya keluar melalui kelenjar susu. Menariknya, meskipun hanya sekitar 1-6% dari AFB1 yang terkonsumsi oleh sapi dapat muncul kembali pada susu dalam bentuk AFM1. Jumlah kecil tersebut sudah cukup menimbulkan risiko jika dikonsumsi terus-menerus dalam jumlah banyak. Lebih parahnya lagi, AFM1 tahan terhadap panas. Jadi, meskipun susu dipasteuriasi atau direbus, racun ini tetap bisa bertahan.
Bahaya Aflatoksin: Bukan Hanya untuk Sapi
Pada sapi perah, aflatoksin dapat dapat menyebabkan sejumlah masalah seperti penurunan produksi susu, gangguan reproduksi dan fungsi hati, gangguan fungsi kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko terhadap penyakit. Pada kondisi yang parah, keracunan aflatoksin dapat menyebabkan kematian pada sapi perah. Meski begitu, dampaknya terhadap ternak dapat bervariasi tergantung pada spesies, umur, jenis kelamin dan nutrisi.
Ketika manusia mengonsumsi susu yang mengandung AFM1, racun ini dapat menimbulkan berbagai dampak serius bagi kesehatan. Dijelaskan dalam artikel yang diterbitkan di jurnal Food Safety, aflatoksin diketahui bersifat karsinogenik, artinya bisa memicu kanker. Paparan jangka panjang, meski pada kadar yang rendah, dapat menyebabkan kanker hati dan meningkatkan risiko kerusakan hati permanen seperti sirosis, terutama pada penderita hepatisis B atau C.
Yang lebih mengkhawatirkan, bayi dan anak-anak jauh lebih rentan terpapar. Paparan aflatoksin sejak usia dini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan (stunting), penurunan daya tahan tubuh, hingga peningkatan risiko infeksi berbagai penyakit. Jadi, meskipun susunya terlihat segar, racun yang tidak terlihat ini bisa menjadi ancaman nyata bagi masa depan kesehatan generasi berikutnya.
Pencegahan Kontaminasi Aflatoksin pada Susu
Menurut FAO, pencegahan harus dimulai sejak hulu, yaitu sejak tanaman pakan masih di lahan. Caranya antara lain menyiapkan tanah dengan baik, memilih varietas tahan jamur, menjaga nutrisi, serta mengendalikan hama agar tanaman tetap sehat dan tidak mudah ditumbuhi Aspergillus.
Saat panen, hasil seperti jagung, kacang tanah, atau kedelai sebaiknya dipetik saat matang penuh lalu segera dikeringkan hingga kadar airnya lebih rendah. Bahan yang basah tidak boleh ditumpuk terlalu lama. Penyimpanan juga harus dilakukan pada gudang yang kering, berventilasi baik, serta bebas serangga dan tikus. Penggunaan pengawet alami seperti asam propionat juga bisa membantu mencegah pertumbuhan jamur.
Di tahap akhir, pakan perlu diuji kandungan aflatoksinnya secara berkala. Jika pakan memiliki aflatoksin yang tinggi, sebaiknya hanya diberikan pada sapi non-laktasi agar racunnya tidak terbawa ke dalam susu. Dengan pengelolaan yang tepat dari hulu ke hilir, risiko aflatoksin berpindah ke susu dapat ditekan secara signifikan.
Tips Praktis untuk Konsumen
Masalah aflatoksin bukan hanya urusan peternak atau industri, tapi juga konsumen. Artikel dari Deutsche Gesellschaft fur internationale Zusmmenarbeit (GIZ) menjelaskan beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan di masyarakat. Pertama, pilih susu dan produk olahannya dari produsen yang jelas dan terpercaya dengan standar keamanan pangan yang baik.
Kedua, jangan hanya bergantung pada susu sebagai sumber protein dan kalsium. Lengkapi kebutuhan gizi dengan asupan lain seperti ikan, sayuran hijau, atau olahan kedelai. Residu aflatoksin dalam susu memang kecil, tapi jika dikonsumsi berulang dalam jumlah besar tetap berhaya. Oleh karena itu, pola makan beragam dan seimbang sangatlah penting.
Ketiga, perbanyak makan buah dan sayuran segar. Beberapa di antaranya, seperti brokoli, bayam, bawang, dan bawang putih mengandung senyawa alami yang dapat membantu tubuh dalam melawan efek racun aflatoksin. Dengan pola makan yang tepat dan pilihan susu dari produsen terpercaya, kita bisa tetap menikmati manfaat gizi susu tanpa khawatir berlebihan terhadap ancaman aflatoksin.
Aflatoksin memang menjadi salah satu tantangan tersembunyi di balik susu, tapi bukan berarti membuat Kawan GNFI jadi takut mengonsumsinya. Dengan pengelolaan yang baik di tingkat peternak dan industri, serta pilihan cerdas dari konsumen, susu tetap bisa menjadi sumber gizi yang aman, sehat, dan bermanfaat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News