burayot makanan tradisional khas garut yang manis dan unik - News | Good News From Indonesia 2025

Burayot, Makanan Tradisional Khas Garut yang Manis dan Unik

Burayot, Makanan Tradisional Khas Garut yang Manis dan Unik
images info

Burayot, Makanan Tradisional Khas Garut yang Manis dan Unik


Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan budaya, salah satunya melalui ragam kuliner tradisional yang mencerminkan kearifan lokal setiap daerah.

Dari Sabang hingga Merauke, setiap wilayah memiliki makanan khas yang menjadi identitas sekaligus simbol budaya masyarakatnya. Jawa Barat, misalnya, terkenal dengan aneka kue tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti beras, gula aren, dan kelapa.

Salah satu kue tradisional yang hingga kini masih menjadi kebanggaan masyarakat Garut adalah burayot, merupakan camilan yang manis dengan bentuk unik, rasa legit, dan filosofi mendalam di balik pembuatannya.

Sejarah Pembuatan Burayot

Burayot merupakan kue tradisional khas Garut yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Kue ini bukan hanya sekadar camilan manis, tetapi juga bagian penting dari budaya masyarakat Sunda, khususnya di daerah Leles, Kadungora, dan Wanaraja.

Mengutip dari jurnal Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner berjudul "BURAYOT SEBAGAI KUE TRADISIONAL GARUT" yang ditulis oleh Rahmi Fitriani, Atat Siti Nurani, dan Ai Nurhayati di Universitas Pendidikan Indonesia.

Burayot berasal dari kata “bura” atau “mura” dan “gayot” atau “ngagayot,” yang dalam bahasa Sunda berarti menggantung atau bergelantungan. Istilah ini menggambarkan bentuk khas burayot yang bulat dan menggantung ketika digoreng.

Dalam sebuah cerita rakyat Garut menyebutkan bahwa burayot pertama kali dibuat oleh Nyimas Pugerwangi, istri Prabu Kiansantang, untuk memperingati acara khitanan di daerah Salam Nunggal (kini masuk wilayah Leles dan Leuwigoong).

Bentuk burayot yang menyerupai “kanjut” atau alat kelamin laki-laki dianggap sebagai simbol kesuburan dan keberuntungan, sehingga kue ini kerap disajikan dalam acara khitanan, pernikahan, atau hajatan besar sebagai lambang rasa syukur kepada Tuhan.

Dahulu, burayot hanya dibuat untuk acara adat tertentu. Namun kini, seiring perkembangan zaman, kue ini dapat dinikmati oleh siapa saja sebagai camilan sehari-hari maupun oleh-oleh khas Garut.

Bahan dan Cara Pembuatan Burayot

Keistimewaan burayot terletak pada bahan-bahannya yang sederhana, namun memerlukan keterampilan tinggi dalam pembuatannya. Proses pembuatan burayot terdiri dari tiga tahap utama: persiapan bahan dan alat, pengolahan adonan, dan pengemasan.

1. Bahan Utama

Bahan utama burayot adalah tepung beras segar dan gula aren. Tepung beras dibuat dari beras pilihan yang direndam dan digiling hingga halus, kemudian langsung digunakan agar tidak menurunkan kualitas adonan.

Gula aren yang digunakan biasanya berasal dari daerah Bojongloa, Garut, karena memiliki aroma dan warna yang khas.

Selain itu, daun pandan digunakan sebagai pemberi aroma alami, sementara air atau santan dipakai untuk menambah kelembutan dan cita rasa gurih pada adonan.

Beberapa pembuat burayot juga menambahkan sedikit gula putih agar warna dan rasa kue menjadi lebih seimbang antara manis dan legit.

2. Alat Tradisional

Alat yang digunakan dalam pembuatan burayot masih bersifat tradisional, seperti cocolok atau panusuk (tusuk bambu) untuk mengangkat burayot ketika digoreng, wajan besar untuk menggoreng, serta saringan bambu untuk meniriskan minyak.

Keunikan burayot justru terletak pada cara penggorengannya. Adonan yang telah dibulatkan digoreng hingga mengembang, kemudian diangkat menggunakan tusuk bambu dalam posisi menggantung. Bentuk inilah yang membuat burayot tampak “ngaburayot” atau bergayut, sesuai namanya.

3. Proses Pengolahan

Langkah pertama adalah melarutkan gula aren hingga benar-benar mencair. Setelah itu, larutan gula dicampur dengan tepung beras sedikit demi sedikit agar tidak menggumpal. Adonan kemudian dibentuk bulat dengan tangan atau alat sederhana.

Proses penggorengan memerlukan ketelitian tinggi. Api tidak boleh terlalu besar agar burayot tidak gosong, dan tidak boleh terlalu kecil agar adonan dapat mengembang sempurna.

Burayot yang matang akan berwarna cokelat keemasan dan memiliki aroma manis khas gula aren. Setelah diangkat, burayot ditiriskan dengan cara digantung agar minyaknya benar-benar keluar.

4. Pengemasan

Burayot yang sudah dingin biasanya dikemas dalam mika plastik dengan alas kertas nasi atau kardus kecil. Jika dibuat tanpa santan, burayot dapat bertahan hingga satu minggu. Namun, bila menggunakan santan, daya tahannya sekitar empat hari saja.

Rasa dan Eksistensi Burayot Kini

Burayot memiliki rasa manis legit dengan tekstur renyah di luar dan lembut di dalam. Kombinasi tepung beras dan gula aren menciptakan aroma khas yang menggugah selera. Tak heran jika burayot sering disajikan sebagai teman minum teh atau kopi di sore hari.

Meskipun bahan dan proses pembuatannya sederhana, tingkat kesulitannya cukup tinggi. Keterampilan membuat burayot biasanya diperoleh secara turun-temurun dari orang tua ke anak.

Sayangnya, generasi muda kini mulai jarang yang tertarik untuk membuat burayot. Sebagian besar pembuat burayot adalah orang tua lanjut usia yang masih mempertahankan resep tradisional.

Namun, di tengah derasnya arus modernisasi dan masuknya makanan asing, burayot masih bertahan sebagai salah satu ikon kuliner tradisional Garut. Banyak wisatawan yang datang ke daerah Leles atau Kadungora untuk mencicipi dan membeli burayot sebagai oleh-oleh khas Garut.

Keberadaan burayot kini bukan hanya sebatas kuliner, tetapi juga simbol pelestarian budaya Sunda. Melalui cita rasa manis dan proses pembuatannya yang sarat nilai tradisi, burayot mengajarkan arti kesabaran, ketekunan, dan kebersamaan dalam budaya masyarakat Garut.

Burayot bukan sekadar kue tradisional, tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan identitas masyarakat Garut. Dari sejarahnya yang sarat makna hingga rasanya yang menggoda lidah, burayot menunjukkan bagaimana tradisi dan cita rasa dapat berpadu dalam satu bentuk sederhana.

Di tengah arus modernisasi, melestarikan burayot berarti menjaga warisan nenek moyang agar tetap hidup di hati generasi muda. Karena sejatinya, setiap gigitan burayot bukan hanya rasa manis gula aren, tetapi juga manisnya kenangan dan kebanggaan akan budaya Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.