Yuli Yanika yang akrab disapa Kak Uye, 10 tahun lalu mendirikan Rumah Ceria Medan yang awalnya dikhususkan untuk menjadi tempat belajar yang aman bagi anak-anak disabilitas. Awalnya Kak Uye mengakui tidak memiliki banyak pengetahuan tentang disabilitas tetapi tekadnya yang gigih untuk belajar dan membantu anak-anak disabilitas membuatnya mantap untuk mendirikan Rumah Ceria Medan.
Tumbuhnya Rasa Peduli terhadap Anak-anak Disabilitas
Rasa kepeduliannya terhadap anak-anak disabilitas bermula saat ia melihat satu anak yang ‘berbeda’ di lingkungannya. Anak berusia sekitar 8-10 tahun itu kerap menjadi bahan ejekan teman-teman sebayanya karena tingkahnya yang tidak biasa seperti sulit berbicara, buang air kecil dan besar sembarangan, dan tidak nyambung saat diajak berkomunikasi. Kak Uye lantas bertindak untuk mengetahui lebih dalam tentang disabilitas yang dialami anak tersebut melalui psikolog. Ternyata, anak tersebut mengidap tuna grahita.
Sebelum kejadian ini, Kak Uye juga sempat menjadi wali kelas di sekolah alam yang Sebagian siswanya berkebutuhan khusus. Dari sini juga Kak Uye mulai mendalami tentang disabilitas melalui buku dan bertanya ke psikolog.
Di tahun 2015, Kak Uye memutuskan untuk mendirikan Rumah Ceria Medan yang masih berbentuk sanggar. Tiga tahun berkegiatan, Kak Uye meraih penghargaan SATU Indonesia Awards kategori pendidikan tingkat provinsi. Setahun kemudian tepatnya tahun 2019, Kak Uye menjadikan Rumah Ceria Medan sebagai lembaga pendidikan resmi dengan nama Sekolah Inklusi Rumah Ceria Medan.
Berubahnya Rumah Ceria Medan dari sanggar menjadi sekolah inklusi disebabkan karena anak-anak yang bergabung sebagian besar putus sekolah. Maka dari itu, Kak Uye ingin Rumah Ceria Medan menjadi lembaga pendidikan yang menjembatani anak-anak dengan ilmu pengetahuan seperti di sekolah-sekolah pada umumnya.
Bagi Kak Uye Rumah Ceria Medan adalah obat bagi dirinya yang sebelumnya sering bersikap kurang sabar menghadapi anak-anak. Dengan hadirnya anak-anak di Rumah Ceria Medan, Kak Uye merasa menemukan ketenangan serta kebahagiaan terlebih saat melihat anak-anak disabilitas dapat terfasilitasi kegiatan belajar dan sosialnya dengan layak.
Program Khas Rumah Ceria Medan
Pada awal berdirinya, Rumah Ceria Medan hanya menerima anak-anak berkebutuhan khusus untuk dibimbing di sekolah tersebut. Namun, lambat laun ternyata ada anak-anak non ABK yang ingin bergabung belajar bersama. Kak Uye menjadikan hal ini kesempatan emas untuk mengedukasi anak-anak non ABK mengenal lebih dalam tentang disabilitas agar tumbuh rasa empati dan toleransi.
Rumah Ceria Medan mewajibkan para siswa dan guru untuk menggunakan bahasa isyarat, verbal, dan tulis selama pembelajaran berlangsung. Maka dari itu, guru-guru yang mengajar di Rumah Ceria Medan harus belajar bahasa isyarat terlebih dahulu. Siswa-siswa non ABK juga perlu untuk memahami bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan siswa lain yang mengalami kondisi tuli. Selama proses belajar, guru harus menggunakan bahasa verbal sekaligus bahasa isyarat karena kondisi para siswa di dalam kelas begitu beragam.
Kak Uye menyampaikan dalam kanal Youtube Kompas TV Medan, para siswa non ABK selama proses pembelajaran ikut membantu teman-temannya yang kesulitan memahami pembelajaran. Hal ini bagi Kak Uye adalah sebuah keberhasilan edukasi di mana anak-anak tidak lagi saling mengejek ABK tetapi menerima kehadiran ABK dan membantunya belajar.
Selain belajar mata pelajaran umum, siswa-siswa tuli juga mengikuti kegiatan tambahan mengaji dengan bahasa isyarat hijaiyah. Semula, guru mengaji di Rumah Ceria Medan kesulitan untuk mengajar mengaji para siswa tuli. Kak Uye mencoba untuk mencari tahu metode baru yang tepat ke salah satu gurunya dan akhirnya ia menemukan metode mengaji dengan bahasa isyarat hijaiyah yang berhasil membuat para siswa tuli mudah untuk belajar mengaji. Kegiatan mengaji bahasa isyarat ini dibantu oleh Teman Tuli dan guru yang sudah mahir berbahasa isyarat.
Rumah Ceria Medan bukan hanya menjadi obat bagi Kak Uye semata tetapi telah menjadi tempat yang aman bagi anak-anak disabilitas berkembang dan mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya.