pengedukasi hak kesehatan seksual dan reproduksi pada anak mariana yunita hendriyani opet raih penghargaan 11th satu indonesia awards 2020 - News | Good News From Indonesia 2025

Pengedukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi pada Anak, Mariana Yunita Hendriyani Opet Raih Penghargaan 11th SATU Indonesia Awards 2020

Pengedukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi pada Anak, Mariana Yunita Hendriyani Opet Raih Penghargaan 11th SATU Indonesia Awards 2020
images info

Pengedukasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi pada Anak, Mariana Yunita Hendriyani Opet Raih Penghargaan 11th SATU Indonesia Awards 2020


Hai, Kawan GNFI! Di Kupang, di tengah hamparan padang rumput yang luas serta hembusan angin laut yang kencang menjadi saksi langkah seorang perempuan yang terus berkarya tanpa kenal letih.

Dia adalah Mariana Yunita Hendriyani Opat, akrab disapa Tata, pendiri Tenggara Youth Community sejak 2016, menerima Penghargaan 11th SATU Indonesia Awards 2020 atas perjuangannya di bidang kesehatan reproduksi. Berangkat dari pengalaman pribadi sebagai penyintas kekerasan seksual, ia menghadirkan ruang aman, edukasi, dan advokasi bagi anak muda Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Bersama 27 relawan, Tata menjalankan program inovatif berbasis masyarakat, menggandeng tokoh adat dan agama, hingga mendorong lahirnya aturan desa untuk melindungi korban. Baginya, pendidikan kesehatan seksual adalah hak asasi sekaligus senjata melawan patriarki dan ketidaktahuan.

Tata menutup dengan sebuah harapan:
"Suatu hari nanti, tidak ada lagi anak yang tumbuh dalam ketidaktahuan, tidak ada lagi remaja yang merasa sendirian, dan tidak ada lagi perempuan yang dipaksa bungkam demi menjaga kehormatan yang seharusnya tidak pernah dipertaruhkan."

Dalam artikel Elle Indonesia, percakapan tersebut dituliskan sebagai berikut:

Sebagai penyintas kekerasan seksual, bagaimana pengalaman Anda membentuk pendekatan dalam mengedukasi anak-anak dan remaja?

“Setiap kali orang bertanya mengapa komunitas ini hadir, saya selalu menjawab bahwa kami lahir dari keresahan atas pengalaman yang kami alami, tetapi terlambat diketahui serta tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Persoalan kesehatan reproduksi dan kekerasan seksual merupakan isu yang sangat sensitif dan masih dianggap aib bagi banyak orang. Peristiwa yang saya alami membuat saya bertanya pada diri sendiri, bagaimana nasib perempuan lain yang mengalami hal serupa tetapi tidak memiliki akses pada advokasi maupun konseling? Bagaimana korban dapat bertahan hidup jika informasi yang komprehensif justru ditutupi? Secara pribadi, saya ingin berkontribusi agar tidak ada lagi anak-anak dan perempuan yang merasa sendirian dalam penderitaannya.”

Bagaimana Anda menjelaskan konsep kesehatan reproduksi kepada remaja di komunitas dengan nilai budaya dan agama yang kuat tanpa menimbulkan resistensi?

“Di Tenggara Youth Community, kami selalu berdiskusi sebelum menyampaikan materi. Kami menggali terlebih dahulu pemahaman anak-anak dan remaja agar edukasi yang diberikan tepat sasaran. Kami menggunakan konteks lokal, tetapi tetap mengacu pada pedoman World Health Organization (WHO) untuk memastikan setiap informasi memiliki dasar ilmiah yang kuat. Kami juga bekerja sama dengan tokoh agama serta menerima evaluasi dari pihak gereja atau sekolah agar metode interaksi kami dengan remaja semakin baik. Selain itu, kami melibatkan orang tua maupun guru pendamping dalam setiap kegiatan edukasi untuk menyamakan perspektif, karena mustahil mengubah cara pandang anak-anak tanpa dukungan orang tua.”

Apa tantangan awal yang Anda hadapi ketika memulai inisiatif ini?

“Tantangan terbesar adalah menyadarkan masyarakat akan pentingnya isu kesehatan reproduksi dan pencegahan kekerasan seksual. Bahwa kita perlu membicarakan pubertas, tubuh, hingga menstruasi. Tantangan lainnya ialah meluruskan anggapan bahwa mengedukasi anak-anak tentang kesehatan reproduksi sama dengan mengajarkan mereka untuk berhubungan seksual. Padahal, yang kami lakukan adalah membekali mereka dengan informasi yang benar agar dapat melindungi diri dan membuat keputusan yang tepat. Menutupi informasi justru berisiko karena anak-anak akan mencari tahu sendiri dari sumber yang belum tentu aman. Jika kita ingin melindungi anak-anak dari kekerasan seksual, kehamilan remaja, dan hubungan yang tidak sehat, maka pendidikan kesehatan seksual yang komprehensif bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan.”

Bagaimana Anda melihat peran perempuan dalam memperjuangkan pentingnya pendidikan seksual?

“Saya cukup optimistis melihat semakin banyak perempuan yang mencintai dirinya sendiri, berdaya atas tubuhnya, dan percaya diri menjalani kehidupan. Perempuan kini sangat kuat, mereka dapat menggerakkan perubahan sekaligus saling menguatkan. Apalagi saat ini banyak komunitas dan organisasi sosial yang menjadi ruang bagi kita untuk menyuarakan isu-isu penting.”

Apa visi jangka panjang Anda untuk Tenggara Youth Community?

“Saya dan rekan-rekan di komunitas berharap suatu saat semua sekolah di Indonesia memiliki kurikulum khusus mengenai kesehatan reproduksi yang komprehensif. Bukan hanya disisipkan dalam pelajaran Biologi atau Olahraga. Meskipun Tenggara Youth Community hadir sebagai komunitas, kami percaya komitmen dan konsistensi ini akan jauh lebih lestari apabila diintegrasikan ke dalam institusi pendidikan formal, yaitu sekolah.”

Kerja sosial sering kali menguras energi, apalagi ketika berpihak pada kelompok minoritas dan marginal. Apa yang memotivasi Anda untuk tetap konsisten?

“Sejujurnya, ini pertanyaan yang sulit. Hingga kini saya masih sering bertanya pada diri sendiri, mengapa saya ada di sini? Saat pandemi, saya hampir membubarkan Tenggara Youth Community karena kelelahan dan merasa berjalan sendiri. Namun, pesan dari seseorang yang batal mengakhiri hidup setelah melihat konten komunitas menjadi penggerak terkuat baginya untuk terus berkomitmen dalam edukasi kesehatan reproduksi dan advokasi kekerasan seksual. Ia menyadari, pejuang hak asasi manusia boleh lelah, tetapi perlu merawat diri agar tidak kehilangan harapan.”

Saat pandemi COVID-19, Tata tidak menyangka bahwa dirinya menerima Penghargaan 11th SATU Indonesia Award 2020. Ia baru menyadari setelah mendapat ucapan selamat dari teman-temannya. Penghargaan ini saya persembahkan sepenuhnya untuk Tenggara Youth Community agar eksistensi dan kegiatannya lebih dikenal masyarakat. Lewat Tenggara Youth Community, Tata menjadi agent of change yang telah membuka akses kepada anak-anak dan remaja di Nusa Tenggara Timur untuk mendapatkan hak akan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi. Kita bisa menengok kegiatan mereka melalui website resmi mereka di tenggarantt/atau akun resmi Instagram di @tenggarantt.

Kawan GNFI, kisah ini mengingatkan kita bahwa perubahan besar sering kali lahir dari keresahan pribadi yang kemudian diwujudkan dalam aksi nyata. Dengan kolaborasi, dukungan orang tua, guru, serta komunitas, harapan agar setiap anak di Indonesia memiliki akses pada informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif bukanlah sesuatu yang mustahil. Mari perjuangkan bersama agar anak-anak dan remaja di Indonesia bisa mendapatkan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, karena Kita Satu Indonesia!

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MN
FA
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.