Hubungan Indonesia dan Kerajaan Belanda memasuki babak baru yang monumental. Setelah pertemuan hangat antara Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dengan Raja Willem-Alexander dan Ratu Máxima di Istana Huis ten Bosch, Den Haag, pada Rabu (24/9), Pemerintah Belanda menyepakati pengembalian koleksi bersejarah besar-besaran: sekitar 30.000 benda dan artefak penting milik Indonesia.
Keputusan bersejarah ini, yang mencakup artefak Jawa, fosil, dan dokumen-dokumen bernilai sejarah tinggi, dipandang sebagai simbol kuat komitmen Belanda untuk mempererat kemitraan dan mengakui warisan budaya Indonesia. Presiden Prabowo, setibanya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Sabtu (27/9) usai lawatan luar negeri, mengapresiasi tinggi itikad baik Raja Willem-Alexander.
"Di Belanda saya diterima dengan sangat baik oleh Raja dan Belanda mengembalikan 30.000 item artefak yang mereka bawa dari Indonesia dikembalikan ke kita," ujar Presiden Prabowo kepada awak media, menegaskan bahwa langkah ini mencerminkan keinginan Kerajaan Belanda untuk memelihara hubungan baik dengan Indonesia.
Komitmen Bersama dan Tindak Lanjut Diplomasi
Sekretaris Kabinet, Letkol Teddy Indra Wijaya, yang mendampingi Presiden, menjelaskan bahwa pertemuan di Istana Huis ten Bosch tidak hanya sebatas seremonial, tetapi menghasilkan pesan penting mengenai penguatan hubungan bilateral di berbagai bidang strategis. Salah satu poin utamanya adalah komitmen Belanda untuk memproses repatriasi koleksi bernilai fantastis tersebut.
"Pertemuan ini mencerminkan komitmen bersama Indonesia dan Belanda untuk terus mempererat hubungan, serta memperluas peluang kerja sama di masa mendatang," demikian keterangan resmi dari Sekretariat Kabinet.
Keputusan Raja Willem-Alexander untuk menyetujui pengembalian ribuan benda ini dinilai akan mempercepat proses pemulangan koleksi bersejarah yang selama ini tersimpan di Belanda. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, diagendakan segera bertolak ke Belanda untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut.
Rencananya, Fadli Zon akan mengunjungi Museum Leiden, salah satu institusi utama yang menyimpan banyak koleksi asal Indonesia, untuk memulai proses inventarisasi dan serah terima. Kunjungan ini menjadi langkah konkret yang menandai dimulainya babak pelaksanaan pasca-kesepakatan politik.
Repatriasi: Perjalanan Panjang Merajut Sejarah
Kesepakatan pengembalian 30.000 koleksi ini adalah puncak dari upaya repatriasi yang telah dirintis sejak lama. Sejatinya, isu pengembalian benda-benda bersejarah ini telah disuarakan sejak awal kemerdekaan, dengan tokoh seperti M. Yamin tercatat merintis upaya ini pada 1951.
Jalan diplomasi budaya ini terus berlanjut dan menunjukkan kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Tonggak penting terlihat pada tahun 1970 ketika Ratu Juliana menyerahkan naskah kuno Negarakertagama kepada Presiden Soeharto.
Kemudian pada 2015, Belanda mengembalikan tongkat Kiai Cokro milik Pangeran Diponegoro, yang menambah daftar koleksi penting yang telah dipulangkan, menyusul pemulangan benda etnografi Papua pada 1975 dan benda budaya lainnya pada 1978.
Upaya ini semakin intensif sejak penandatanganan nota kesepahaman teknis repatriasi pada 13 Februari 2017. Berdasarkan perjanjian tersebut, serah terima benda bersejarah dilakukan secara bertahap:
* Pada 2018, sebanyak 1.500 benda budaya dipulangkan dari Museum Nusantara Delft.
* Pada 2023, Belanda menandatangani kesepakatan untuk mengembalikan 472 koleksi asal Indonesia.
* Pada 2024, tim repatriasi berhasil membawa pulang 84 benda cagar budaya, yang sebagian sempat dipamerkan di Museum Nasional Indonesia (MNI).
Pengembalian item yang disepakati oleh Presiden Prabowo dan Raja Willem-Alexander ini merupakan repatriasi terbesar dalam sejarah hubungan kedua negara, sekaligus menandai pemulangan sebagian besar warisan budaya yang selama ini terpisah dari Tanah Air.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News