menghidupkan kembali warisan purba di desa cidadap lestari - News | Good News From Indonesia 2025

Menghidupkan Kembali Warisan Purba di Desa Cidadap Lestari

Menghidupkan Kembali Warisan Purba di Desa Cidadap Lestari
images info

Menghidupkan Kembali Warisan Purba di Desa Cidadap Lestari


Bandung sejak lama dikenal sebagai salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Udara sejuk, panorama alam yang indah, serta ragam budaya yang hidup membuat kota ini selalu menjadi magnet bagi jutaan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Nama-nama populer seperti Tangkuban Parahu, Kawah Putih, dan Situ Patenggang tentu akrab di telinga banyak orang. Namun, di balik destinasi terkenal tersebut, terdapat kawasan yang tak kalah menawan meski belum setenar tetangganya, yaitu Karst Hawu-Pabeasan di Kabupaten Bandung Barat.

Bagi kawan GNFI yang melintasi jalur Padalarang–Cianjur, tentu akan disambut oleh pemandangan bentangan karst yang megah. Karst Hawu-Pabeasan terbentang sejauh 27 kilometer, mulai dari Rajamandala hingga Padalarang, dengan luas mencapai 10.320 hektare, atau sekitar 0,98% dari wilayah Kabupaten Bandung Barat.

Karst Hawu-Pabeasan: Warisan Purba di Tanah Sunda

Karst Hawu-Pabeasan di Kabupaten Bandung Barat dikenal sebagai “laboratorium geologi” yang menyimpan sejarah panjang dari sisi geologi maupun arkeologi. Kawasan ini dulunya merupakan dasar laut purba yang terbentuk dari endapan kapur berumur 30–40 juta tahun. Pergerakan lempeng bumi mengangkat lapisan tersebut ke permukaan sehingga membentuk dataran tinggi dan tebing batu kapur yang kini menjadi ciri khas bentang alamnya.

Selain nilai geologinya, kawasan karst ini juga memiliki keanekaragaman hayati penting. Di antaranya terdapat komunitas jamur yang berperan menjaga keseimbangan ekosistem dengan mendaur ulang sisa organisme, sehingga vegetasi tetap dapat tumbuh meskipun berada di lahan batuan kapur. Karst ini juga menjadi sumber air bersih, dengan ketersediaan rata-rata 783 juta m³ per tahun, yang menopang kehidupan gua, flora, fauna, serta hutan di sekitarnya.

Tak jauh dari sana, di Desa Gunung Masigit, terdapat Stone Garden, lanskap unik di ketinggian ±700 meter di atas permukaan laut. Situs ini menyajikan padang rumput luas dengan jejeran batu kapur besar yang diyakini terbentuk dari endapan karang dan organisme laut purba sekitar 27–30 juta tahun lalu. Oleh karena itu, Stone Garden dijuluki sebagai “fosil laut purba di atas gunung.”

Selain pemandangan dramatis saat matahari terbit dan terbenam, Stone Garden juga menyimpan nilai arkeologis melalui keberadaan Gua Pawon. Penelitian menemukan fosil Homo sapiens berusia 9.500–14.000 tahun, tulang hewan, dan artefak batu, menjadikannya salah satu situs penting sejarah peradaban manusia di Jawa Barat.

Atas nilai ilmiah tersebut, kawasan ini dikembangkan sebagai destinasi geowisata edukatif, yang tidak hanya menawarkan trekking dan spot fotografi, tetapi juga kesempatan belajar tentang sejarah bumi.

Karst Hawu-Pabeasan juga menjadi arena olahraga alam bebas. Tebing-tebingnya kerap digunakan untuk panjat tebing, slackline, hingga kegiatan resmi seperti latihan Kopassus atau pengibaran bendera pada Hari Kemerdekaan. Pada 2016, kawasan ini bahkan menjadi tuan rumah Citatah Rock Festival yang mempertemukan atlet panjat tebing dari berbagai daerah hingga mancanegara.

Namun, di balik keindahan itu, terdapat ancaman serius berupa aktivitas penambangan batu kapur. Eksploitasi berlebihan, baik legal maupun ilegal, menyebabkan kerusakan lingkungan seperti erosi, longsoran, lahan kritis, hingga minimnya ruang terbuka hijau. Keprihatinan inilah yang kemudian memantik lahirnya gerakan pelestarian lingkungan.

Lahirnya FP2KC: Mengubah Keresahan hingga Penghargaan Nasional

Berangkat dari keresahan tersebut, pada tahun 2009 lahirlah Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC). Forum ini dipelopori oleh Kang Deden, yang mengajak pemuda dan warga untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dengan mengusung slogan “Pulihkan Lingkungan dan Bangkitkan Potensi Lokal.” Gerakan ini berfokus pada tiga aspek utama, yaitu edukasi, aksi konservasi, dan pengembangan potensi lokal.

Menurut Kang Deden, jika bukan warga lokal yang merawat lingkungannya, maka tidak ada pihak lain yang akan peduli. Oleh karena itu, FP2KC secara konsisten melakukan edukasi melalui berbagai diskusi dan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kawasan karst. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan nilai ekologis dan historis karst.

Selain itu, FP2KC aktif melakukan advokasi kepada pihak-pihak terkait agar aktivitas penambangan ilegal dapat dihentikan. Pasalnya, penambangan tersebut tidak hanya merusak bentang alam, tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, seperti penyakit ISPA akibat debu, ancaman longsor, serta masalah kesehatan lainnya.

Di sisi lain, FP2KC berupaya mengubah kawasan karst yang memiliki nilai sejarah menjadi destinasi wisata edukatif. Langkah ini tidak hanya membuka ruang pembelajaran bagi para pengunjung, tetapi juga menghadirkan peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.

Kerja keras FP2KC bersama masyarakat akhirnya membuahkan hasil. Stone Garden dan Gua Pawon resmi ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) Karst Citatah melalui SK Gubernur Jawa Barat No. 545/Kep.581-BPPT/2014. Atas konsistensinya dalam melestarikan lingkungan, FP2KC juga menerima penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup, yakni Penghargaan Kalpataru pada tahun 2021 dalam kategori Penyelamat Lingkungan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kolaborasi Astra Membangun Cidadap Lestari

Transformasi Desa Cidadap, Kabupaten Bandung Barat, semakin nyata sejak Astra International hadir melalui program Kampung Berseri Astra (KBA) pada tahun 2016. Desa ini dipilih karena memiliki potensi lingkungan dan sosial yang besar, sekaligus menghadapi tantangan serius akibat dampak penambangan ilegal di kawasan Karst Citatah. Kolaborasi antara Astra, masyarakat, dan Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC) menjadi titik awal lahirnya gerakan pembangunan berkelanjutan di Cidadap.

Kampung Berseri Astra mengusung konsep pengembangan masyarakat berbasis empat pilar utama, yaitu pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan lingkungan. Konsep ini tidak hanya menghadirkan solusi praktis atas berbagai permasalahan masyarakat, tetapi juga mendorong terciptanya ekosistem desa yang lebih mandiri, lestari, dan produktif.

Kehadiran Astra di Desa Cidadap bertujuan untuk mewujudkan kampung berbudaya lingkungan dan geowisata secara berkelanjutan. Tujuan tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah mind mapping atau arah gerak yang terbagi ke dalam lima zona.

Zona Pertama: Taman Edukasi Terpadu (TEATER)

Di dalamnya terdapat Ruang Serbaguna (RSG), Wahana Edukasi Ketahanan Pangan, Bank Sampah, Komposting Cair, Wall Climbing Training Center, serta PAUD–TK berbasis alam. Ruang Serbaguna yang diberikan Astra diperuntukkan bagi berbagai kegiatan positif yang menunjang pengetahuan dan keterampilan warga, seperti pengembangan tanaman pangan, pembelajaran pengolahan sampah, pelatihan dan sertifikasi kompetensi, hingga kunjungan formal maupun nonformal.

Zona Kedua: Astra Honda Prakasa Center

Zona ini berisi Taman Keanekaragaman Buah Langka dan Lokal Nusantara. Astra bersama FP2KC dan masyarakat mengembangkan lahan perkebunan berisi beragam buah. Pohon-pohon yang ditanam dipantau dan dijaga oleh masyarakat. Untuk menunjang program ini, dibangun pula sarana prasarana seperti sumur bor, sumur dangkal, saung edukasi, toilet, musala, dan papan informasi.

Zona Ketiga: Area Pranaraksa dan Geotheater Hawu Pabeasan

Zona ini menjadi wahana edukasi biodiversitas dan geodiversitas. Kegiatannya mencakup learning/outing class, berkemah, playground, shelter point pemanjatan Tebing Hawu, interpretasi geowisata, dan gathering.

Zona Keempat: Area Wisata Tebing Hawu

Khusus dikembangkan untuk aktivitas pariwisata seperti panjat tebing, hammocking, rappelling, slackline, dan kegiatan lainnya.

Zona Kelima: Wahana Geowisata

Zona ini mencakup area Taman Batu (Stone Garden) dan Gua Pawon sebagai destinasi geowisata utama.

Kelima zona tersebut berfungsi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan Desa Cidadap. Masyarakat tidak hanya dilibatkan dalam rapat atau diskusi, tetapi juga dalam pelaksanaan kegiatan. Pengalaman menjadi pemicu pengembangan selanjutnya, di mana tua, muda, anak-anak, hingga perempuan ikut berperan. Kesadaran kolektif ini diwujudkan melalui peningkatan kapasitas dan keterampilan lewat berbagai pelatihan.

Pembagian tugas dan peran dilakukan sesuai kapasitas masing-masing. Selain itu, dibentuk tim dan kelembagaan taktis sesuai minat dan bakat warga. Motivasi masyarakat berangkat dari semangat dan kepentingan bersama. Sesekali, diberikan pula apresiasi insidental, seperti paket sembako dan hewan kurban.

Saat ini hampir 250 orang tergabung dalam berbagai program, di antaranya sebagai nasabah Bank Sampah, pengelola wisata (Pokdarwis), pemandu geowisata, petani Pranaraksa, hingga pelaku UMKM. Tidak ketinggalan, sebanyak 115 mahasiswa lokal juga aktif menjadi binaan dalam sejumlah kegiatan.

Dengan demikian, terdapat dampak positif yang dihasilkan dari lima zonasi tersebut yaitu:

  1. Ekologis: Kawasan lindung dapat terjaga dari penambangan sporadis. Dampak polusi udara, erosi, dan banjir akibat industri ekstraktif serta pengolahan kapur pun berkurang.
  2. Sosial Budaya: Pola pikir masyarakat berubah, dari merusak menjadi merawat. Gotong royong tumbuh kembali untuk menjaga karst. Lulusan SMA pun kini semakin banyak yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
  3. Ekonomi: KBA Cidadap membuka peluang usaha baru dengan multiplier effect. Mulai dari pengelolaan wisata, pemandu, warung, jasa transportasi, hingga homestay. Program ini juga mendorong pemerintah setempat memperbaiki infrastruktur jalan.

Berbagai inovasi tersebut membawa perubahan besar bagi Cidadap. Dari desa yang semula menghadapi tantangan penambangan liar dan keterbatasan sarana, kini bertransformasi menjadi desa yang lebih bersih, sehat, produktif, dan berdaya. Masyarakat tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi dan sosial, tetapi juga semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.

Transformasi ini membuat Cidadap berkembang menjadi Desa Wisata Cidadap (Ecovillage) yang kini dikenal luas. Keberhasilan tersebut membuktikan bahwa sinergi antara masyarakat, komunitas lokal seperti FP2KC, dan pihak swasta dapat melahirkan perubahan nyata. Dari krisis lingkungan yang mengkhawatirkan, lahir semangat kolektif untuk membangun Desa Cidadap yang lebih lestari.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MR
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.