PKI dalam sejarah Indonesia menjadi salah satu bagian penting yang tidak bisa dilepaskan dari perjalanan bangsa. Keberadaannya bukan hanya sebatas organisasi politik, melainkan juga turut membentuk dinamika sosial, budaya, hingga arah kebijakan nasional pada masanya.
Peristiwa-peristiwa besar yang melibatkan PKI meninggalkan jejak mendalam, baik dalam bentuk konflik politik, tragedi kemanusiaan, maupun trauma sejarah yang hingga kini masih menjadi bahan perbincangan. Lalu, bagaimana sejarah terbentuknya partai ini? Simak selengkapnya berikut ini.
Sejarah PKI di Indonesia
Mengutip dari berbagai sumber, awal mula lahirnya PKI berakar dari sebuah organisasi politik bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV). Perkumpulan ini dibentuk pada tahun 1914 oleh Henk Sneevliet, seorang tokoh sosialis asal Hindia Belanda.
Sneevliet datang dengan tujuan menyebarkan ideologi marxisme-komunisme ke dalam gerakan nasionalis di Indonesia. Upaya tersebut ia lakukan melalui jalur organisasi pekerja, khususnya serikat buruh kereta api di Semarang yang kala itu cukup berpengaruh.
Perkembangan ISDV kemudian mencapai titik penting pada kongres di Semarang, Mei 1920. Dari forum itu, nama organisasi resmi diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH), dengan Semaun terpilih sebagai ketua dan Darsono mendampinginya sebagai wakil.
Semaun sendiri dikenal aktif di Sarekat Islam (SI), dan dari posisinya di sana ia mencoba memasukkan gagasan komunis. Langkah ini memunculkan ketegangan internal hingga Sarekat Islam terbelah menjadi dua kelompok, yaitu SI Merah yang berpihak pada komunisme dan SI Putih yang lebih berorientasi agama.
Perjalanan organisasi tersebut terus berlanjut hingga tahun 1924, ketika berlangsung Kongres Komintern kelima. Dari sinilah lahir keputusan penting untuk mengganti nama partai menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian menandai babak baru dalam sejarah politik tanah air.
Tujuan dan Ideologi PKI
Tujuan pokok PKI pada masa awal berdirinya adalah melawan dominasi imperialisme dan sistem kapitalis yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda. Untuk mencapai hal tersebut, PKI berupaya membentuk organisasi-organisasi buruh serta mendorong tumbuhnya kesadaran politik di kalangan petani sebagai basis gerakan mereka.
Tokoh-tokoh Penting PKI
Dalam perjalanannya, PKI memiliki sejumlah tokoh penting yang turut mewarnai arah gerakan dan perkembangan partai. Beberapa di antaranya adalah Musso, Amir Syarifuddin, DN Aidit, Abdul Latief Hendraningrat, Alimin Prawirodirdjo, Darsono, Oetomo Ramelan, Misbach, Semaun, serta Henk Sneevliet. Kehadiran mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang PKI di Indonesia.
Pemberontakan Madiun
Peristiwa besar mewarnai perjalanan Republik Indonesia pada 18 September 1948, ketika pecah pemberontakan yang dipelopori oleh PKI di Madiun. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Musso, dengan tujuan meruntuhkan pemerintahan sah Republik serta mengganti dasar negara yang sudah disepakati.
Mereka bercita-cita mendirikan Republik Indonesia Soviet, menyingkirkan Pancasila, serta menggerakkan kaum buruh dan petani untuk bergabung dalam aksi perlawanan. Situasi genting ini segera dihadapi pemerintah dengan langkah tegas.
Soekarno tampil di depan publik, meminta rakyat memilih apakah tetap bersama kepemimpinan Soekarno-Hatta atau berpihak pada Musso-Amir. Di lapangan, Panglima Besar Sudirman menginstruksikan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur, yang mendapat dukungan dari kalangan santri, untuk melancarkan operasi militer.
Hanya berselang dua hari, tepatnya 20 September 1948, operasi penumpasan digelar di bawah komando Kolonel A.H. Nasution. Dari operasi tersebut, Musso, Amir, serta tokoh-tokoh komunis lain berhasil ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Gerakan 30 September
Gerakan 30 September (G30S/PKI) tercatat sebagai salah satu tragedi besar dalam sejarah Indonesia. Dipimpin oleh DN Aidit, gerakan ini dimaksudkan untuk menumbangkan pemerintahan Presiden Soekarno sekaligus membuka jalan bagi berdirinya negara berhaluan komunis.
Aksi ini memuncak pada dini hari 1 Oktober 1965, ketika pasukan yang dipimpin Letkol Untung, anggota Cakrabirawa yang bergerak atas nama kelompok yang diyakini dekat dengan PKI. Target utama mereka adalah para jenderal Angkatan Darat. Dari enam perwira tinggi yang dibidik, tiga langsung tewas di rumahnya, sementara sisanya ditangkap hidup-hidup lalu dibawa ke Lubang Buaya.
Nama-nama yang menjadi korban peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi, yakni Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal M.T. Haryono, Mayor Jenderal S. Parman, Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Peristiwa berdarah ini meninggalkan luka mendalam serta menjadi titik balik dalam perjalanan politik Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News