Pahlawan nasional adalah para tokoh yang telah mengerahkan seluruh pengorbanannya untuk bangsa dan negara, baik melalui perjuangan fisik, pemikiran, hingga diplomasi.
Mereka berjasa atas kemandirian Indonesia yang berhasil melepaskan pengaruh para penjajah melalui semangat juang yang tinggi, penegakkan keadilan, kesejahteraan yang setara dengan memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Setelah merdeka, gejolak dalam negeri pun muncul dengan keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berupaya melakukan kudeta pada akhir September 1965.
Kudeta tersebut gagal dibarengi dengan gugurnya sejumlah jenderal TNI yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi.
Salah satu jenderal yang berjasa dan dijuluki sebagai pahlawan revolusi tersebut adalah Ahmad Yani. Dia berani bertaruh nyawa untuk mempertahankan kedaulatan dan stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang saat itu sedang memasuki masa krisis.
Yuk, sekarang kita baca dengan seksama ringkasan perjuangan dan biografi Jenderal Ahmad Yani berikut ini.
Ahmad Yani: Jenderal dari Keluarga Sederhana
Ahmad Yani lahir sebagai anak lelaki pertama dari pasangan Sardjo bin Suhardjo dan Murtini di Purworejo, Jawa Tengah pada 19 Juni 1922. Dia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai supir pribadi untuk keluarga Jans Hulstijn asal Belanda yang saat itu menduduki suatu jabatan penting. Sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga.
Dibantu oleh Jans Hulstijn, Ahmad Yani mampu bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada 1928. Pendidikannya berlanjut ke Meer Uitgebreid Onderwijs (MULO) di Bogor pada 1935-1938.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di MULO, dia berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Algemene Middelbare School (AMS). Di sekolah tersebut, dia hanya bersekolah selama dua tahun karena mulai tertarik dengan dunia militer.
Inilah 10 Nama-nama Tokoh Pahlawan Revolusi Indonesia yang Gugur dalam Peristiwa G30S/PKI
Menempuh Pendidikan sejak Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang
Dia bergabung dalam program wajib militer buatan Belanda untuk membebaskan wilayah dari serbuan Jepang bernama Corps Opleiding voor Reserve Ofiicieren (CORO) pada 1940. Kemudian dia melanjutkan pendidikan militernya di Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) dalam Dinas Milisi Topografi selama enam bulan.
Dia memperkaya pengalamannya dalam dunia militer dengan melanjutkan pendidikan hingga ke Malang, Bogor, dan Bandung.
Pada 1942, dia ditangkap oleh pasukan Jepang karena dianggap sebagai bagian dari tentara Hindia Belanda tetapi dibebaskan karena statusnya adalah tentara pribumi.
Setahun setelahnya, tepatnya pada 1943, Ahmad Yani menjadi bagian dari kesatuan militer Jepang bernama Heiho.
Disana, dia mendapat pangkah Shodancho (Komandan Kompi) dan dipindahkan ke Magelang dengan jabatan Daidan (Komandan Seksi I Batalyon) II Magelang. Ahmad Yani berhasil lulus dengan predikat lulusan terbaik.
Pernikahan Jenderal Ahmad Yani
Setelah bebas dari jeratan bui pihak Jepang, Ahmad Yani kembali ke kampung halamannya dan mengikuti kursus mengetik. Saat itulah dia jatuh hati pada salah satu guru kursusnya bernama Yayu Rulia Subandiah.
Ahmad Yani menikahi wanita pujaan hatinya itu pada 1944 ketika masih menjabat sebagai tentara PETA dan menjadi juru bahasa. Keharmonisan dan kesederhana terbalut dalam keluarga kecil mereka.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikarunai delapan orang anak, yaitu,
- Indriyah Ruliati Yani.
- Herliah Emmy Yani.
- Amelia Yani.
- Elina Elastria.
- Widna Ani Yani.
- Reni Ina Yuniati.
- Untung Mufreni Yani.
- Irawan Sura Edi Yani.
Ahmad Yani dikenal sebagai seorang bapak yang baik, penyayang, tegas, dan bertanggungjawab. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai perwira militer, dia tetap meluangkan waktu untuk berkumpul bersama istri dan anak-anaknya.
Karier Militer Jenderal Ahmad Yani
Pascakemerdekaan, Ahmad Yani mulai bergabung dengan tentara Republik Indonesia dan melanjutkan karier militernya. Saat itu tentara memiliki tugas melawan Belanda dan sekutu-sekutunya.
Bulan-bulan awal setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, Ahmad Yani dipercaya memimpin batalion tentara dan berhadapan dalam pertempuran melawan tentara Inggris di Magelang.
Pada 1947, dia berhasil mengamankan Magelang dari tentara Belanda pada Agresi Militer Belanda I sehingga mendapat julukan sebagai ‘Juruselamat Magelang’. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Ahmad Yani dipindahkan ke Tegal.
Pada 1952, dia mendapat mandat untuk memadamkan pemberontakan organisasi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang kala itu berambisi ingin menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara Indonesia. Pasukan Banteng Raiders pun dibentuk dan berhasil memadamkan gejolak dalam waktu tiga tahun.
Dia melanjutkan studinya ke Command and General Staff College di Amerika Serikat pada 1955 dan Special Warfare Course di Inggris pada 1956. Kembali ke tanah air, dia ditugaskan untuk memimpin Operasi Tujuh Belas Agustus untuk memadamkan pemberontakan PRRI.
Setelah berhasil mengatasi pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno mengangkat Ahmad Yani sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) dengan pangkat letnan jenderal. Pada 1962, dia dilantik menjadi Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal A.H. Nasution.
Kisah Kasih Tak Sampai Seorang Pierre Tendean
Prestasi dan Perjuangan Ahmad Yani dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Sebagai seorang prajurit, Ahmad Yani memiliki kewajiban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai cara, diantaranya, yaitu,
- Bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi komandan di TKR Purwokerto.
- Berhasil menumpas Agresi Militer Belanda I dalam Pertempuran Pingit dan memimpin daerah Kedu pada Agresi Militer ke-II.
- Menjadi Komando Operasi Tertinggi Pembebasan Irian Barat (KOTI Pemirbar) dalam Operasi Trikora yang bertugas untuk merebut kembali Irian Barat dari Belanda.
- Menjaga stabilitas politik dan militer dalam negeri ketika PKI sedang menyebar ancaman kudeta.
- Solidaritas dan kesatuan sikap yang ditunjukkan TNI AD dalam menentang kudeta oleh PKI membuat nyawa Ahmad Yani harus terenggut dan dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Revolusi.
Puncak Karier Ahmad Yani: Panglima TNI AD dan “Anak Emas” Soekarno
Ahmad Yani menduduki puncak kariernya ketika diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal A.H. Nasution. Kedua elit militer tersebut memang akrab dan Nasution sendiri yang mengajukan nama Ahmad Yani kepada Presiden Soekarno.
Kala itu, Soekarno memang sudah terkesan dengan kinerja Yani ketika di KOTI dan tanpa ragu memilihnya sebagai KSAD. Meskipun Yani dan Soekarno memiliki perbedaan pendapat soal PKI, Ahmad Yani tetap memperlakukan Soekarno sebagai seorang bapak dan tidak frontal dalam mengkritik atau menentang kebijakannya.
Konflik Jenderal Ahmad Yani dengan PKI
Sebagai KSAD, Ahmad Yani secara vokal menentang segala bentuk paham atau pengaruh PKI di dalam tubuh TNI, khususnya Angkatan Darat dan dengan tegas menyatakan anti-komunisme. Militer harus netral dari ideologi politik apapun dan profesional. Terlebih ideologi komunis sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Ahmad Yani juga pernah menentang pembentukan Angkatan Kelima yang diusulkan oleh PKI karena dianggap tidak efisien dan berpotensi membahayakan TNI AD. Dia menduga PKI memiliki maksud politik tersembunyi di balik gagasan pembentukan Angkatan Kelima tersebut.
Memiliki kapasitas dalam mengontrol TNI, Ahmad Yani tidak mengindahkan PKI dan kerangka Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) dalam tubuh militer maupun sebagai ideologi negara.
Gugurnya Ade Irma Suryani, Perisai dan Kenangan Abadi Sang Jenderal
Wafatnya Jenderal Ahmad Yani dalam G30S/PKI
Seluruh sikap Ahmad Yani dalam menentang berbagai jenis gagasan PKI membuat sang Jenderal sebagai target utama dalam kudeta kejam yang dilakukan oleh pasukan Cakrabirawa.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Yani dibunuh di rumahnya dan dibuang ke Lubang Buaya bersama sembilan perwira lainnya. Mereka kemudian dikebumikan di Taman Makam Pahlawan dan dikenang sebagai Pahlawan Revolusi.
Penghargaan atas Perjuangan Jenderal Ahmad Yani
Penghargaan Pahlawan Revolusi disematkan pada Jenderal Ahmad Yani atas keberaniannya dalam menentang segala jenis paham atau praktik komunisme di Indonesia, terutama bidang militer. Selain itu, nama Ahmad Yani juga diabadikan menjadi nama sebuah bandara di Semarang, Jawa Tengah.
Nama Ahmad Yani juga diabadikan sebagai museum, tepatnya Museum Sasmitaloka Ahmad Yani yang berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat dan dahulu menjadi kediaman sang pahlawan serta keluarga. Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) adalah universitas unggul berbasis militer yang berlokasi di Jawa Barat.
Dia juga mendapat penghargaan Anumerta. Sebagai informasi, anumerta adalah penghargaan berupa gelar atau pangkat yang diberikan kepada anggota angkatan bersenjata yang dianggap berjasa kepada negara sesudah orangnya meninggal.
Bandara Internasional Ahmad Yani akan Menjadi Bandara Terapung Pertama di Indonesia!
Itulah berbagai informasi mengenai Jenderal Ahmad Yani, salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang jasa-jasanya patut untuk dikenang dan perjuangannya harus diceritakan kepada generasi penerus bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News