Ikan red devil (Amphilophus labiatus) adalah salah satu ikan air tawar yang paling kontroversial. Nama "red devil" dalam bahasa Inggris bisa diartikan "iblis merah"—sebuah sebutan yang sangat menggambarkan reputasinya.
Ikan ini termasuk dalam Kelas Actinopterygii, Ordo Cichliformes, dan Famili Cichlidae. Ia berasal dari Danau Managua dan Danau Nicaragua di Amerika Tengah, khususnya Nikaragua.
Di Indonesia, red devil dikenal dengan berbagai nama sebutan. Di daerah Jawa, Jred devil kerap disebut "ikan mujair merah" atau "ikan nila merah" sering salah kaprah disematkan padanya karena kemiripan warna tertentu, meskipun secara biologis sangat berbeda.
Ikan Red Devil Terkenal Agresif
Secara fisik, ikan red devil memiliki tubuh yang kokoh dan padat. Warnanya sangat bervariasi, mulai dari abu-abu terang hingga merah oranye yang sangat terang dan solid, yang merupakan bentuk warna paling populer.
Ciri yang paling mencolok adalah bibirnya yang tebal dan menonjol, serta benjolan di kepala (nuchal hump) yang sangat besar pada jantan dewasa. Ikan ini dapat tumbuh hingga ukuran yang cukup besar, mencapai panjang lebih dari 30 cm.
Namun, yang membuatnya "beriblis" adalah perilakunya. Ikan red devil terkenal sangat agresif, teritorial, dan destruktif. Mereka tidak segan menyerang, melukai, atau bahkan membunuh ikan lain yang berukuran sama atau lebih besar yang masuk ke wilayahnya.
Agresivitas ini mencapai puncaknya selama musim kawin. Mereka juga dikenal sebagai perusak lingkungan akuatik karena kebiasaannya menggali substrat (dasar perairan) secara intensif untuk membuat sarang, yang dapat mengakibatkan erosi dasar sungai atau danau serta merusak vegetasi air.
Invasif, dilarang dilepasliarkan
Di habitat aslinya di Danau Nicaragua, red devil menghuni perairan dengan berbagai kondisi, dari yang berarus tenang hingga sedikit deras. Mereka adalah ikan omnivora oportunistik dengan diet yang sangat luas. Makanan alaminya meliputi invertebrata kecil, crustacea, ikan-ikan kecil, telur ikan, serangga, serta materi tumbuhan.
Statusnya sebagai hama invasif yang sangat merugikan bermula dari introduksi atau pelepasan liar oleh manusia ke perairan yang bukan habitat aslinya. Di Indonesia, seperti yang dilaporkan dalam jurnal-jurnal ilmiah seperti Biodiversitas, ikan red devil telah berhasil menyebar dan berbiak di berbagai perairan terbuka, seperti Waduk Sermo di Kulon Progo dan Sungai Barito di Kalimantan.
Keberhasilannya menjadi invasif ini disebabkan oleh beberapa faktor: reproduksinya yang cepat, sifat parental care (merawat anak) yang baik sehingga tingkat kelulushidupan anaknya tinggi, ketahanan terhadap berbagai kualitas air, dan yang paling utama, agresivitasnya yang tinggi.
Mereka dengan mudah mengalahkan dan mendominasi spesies ikan lokal, memakan telur dan anak ikan native, serta merusak ekosistem dasar perairan. Dominasi ini mengancam kelestarian keanekaragaman hayati ikan asli Indonesia, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Peraturan Menteri No. 19/2021 menetapkannya sebagai Jenis Ikan Invasif yang dilarang untuk dilepasliarkan.
Apakah ikan red devil bisa dimakan?
Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah ikan red devil bisa dimakan? Jawabannya adalah ya, bisa dimakan. Dagingnya putih, tebal, dan memiliki tekstur yang padat, mirip dengan ikan nila atau mujair.
Di pasaran, khususnya di daerah-daerah dimana populasinya melimpah seperti di beberapa daerah di Jawa Tengah, harganya sangat murah, seringkali jauh di bawah ikan nila konsumsi, yaitu berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per kilogram.
Dari segi gizi, seperti kebanyakan ikan air tawar, red devil merupakan sumber protein yang baik, rendah lemak jenuh, serta mengandung berbagai mineral seperti fosfor dan selenium.
Namun, perlu diperhatikan bahwa mengonsumsi ikan dari perairan umum yang tercemar (seperti sungai atau waduk dengan polutan) memiliki risiko kesehatan, terlepas dari jenis ikannya.
Jangan salah! Ikan Red Devil dan Nila Berbeda
Banyak orang mengira red devil adalah nila merah. Faktanya, mereka adalah spesies yang berbeda. Ikan nila memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus. Perbedaan utama terletak pada:
- Bentuk Tubuh dan Warna: Red devil memiliki tubuh lebih bulat dan tebal dengan bibir sangat tebal. Warna merahnya bisa sangat solid. Nila memiliki tubuh lebih pipih, bibir tidak menebal, dan pola warna biasanya lebih belang atau tidak merata.
- Perilaku: Perilaku red devil jauh lebih agresif dan destruktif dibandingkan nila yang relatif lebih tenang.
- Ekologi: Nila adalah ikan yang dikembangbiakkan secara massal untuk konsumsi dengan pertumbuhan cepat. Red devil, meski bisa dimakan, lebih sering dijumpai sebagai ikan hias atau hama, dan pertumbuhannya tidak secepat nila untuk tujuan budidaya komersial.
Secara keseluruhan, ikan red devil adalah contoh nyata bagaimana sebuah spesies yang menarik secara visual dapat berubah menjadi ancaman ekologis ketika ditempatkan di ekosistem yang salah.
Keindahan warnanya berbanding terbalik dengan sifat destruktifnya di alam liar, menjadikannya sebuah pelajaran penting tentang tanggung jawab dalam memelihara dan melepasliarkan spesies non-native.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News