Tax Amnesty pernah menjadi salah satu kebijakan perpajakan paling populer di Indonesia karena memberikan penghapusan sanksi bagi Wajib Pajak yang bersedia melaporkan asetnya. Program ini bahkan sudah dua kali digelar dengan tujuan memperkuat kepatuhan dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, rencana untuk menghadirkan jilid ketiga menuai penolakan dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
Menurutnya, terlalu sering membuka program pengampunan pajak justru bisa berdampak negatif. Alih-alih mendorong kepatuhan, kebijakan ini dikhawatirkan memberi sinyal bahwa pelanggaran pajak bukan masalah besar karena nantinya akan ada pengampunan lagi. Jika dilakukan berulang, masyarakat bisa terbiasa menyembunyikan aset dengan harapan suatu saat akan kembali diberi kesempatan melalui tax amnesty.
Kritik Purbaya ini menegaskan bahwa pengampunan pajak tidak bisa terus dijadikan jalan pintas. Ia menekankan perlunya strategi lain yang lebih berkelanjutan untuk memperluas basis pajak nasional tanpa menimbulkan persepsi keliru di kalangan wajib pajak.
Apa Itu Tax Amnesty
Tax amnesty merupakan kebijakan kelonggaran dengan menghapus kewajiban pajak terutang apabila Wajib Pajak bersedia membuka seluruh harta yang sebelumnya tidak dilaporkan, termasuk aset yang disimpan di luar negeri pada yurisdiksi bebas pajak. Sebagai gantinya, mereka hanya diwajibkan membayar sejumlah uang tebusan dan terbebas dari hukuman administratif maupun pidana perpajakan.
Sejarah Penerapannya di Indonesia
Mengutip laman bpk.go.id pada Senin (22/9/2025), awal mula tax amnesty diterapkan di Indonesia adalah karena pemerintah menyadari bahwa Wajib Pajak seringkali mengelak atau menyelundupkan pajak akibat beban pajak yang tinggi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya keterbatasan administrasi di instansi perpajakan dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
Program ini mulai resmi berjalan sejak diterbitkannya UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Regulasi mengenai pengampunan pajak kemudian dipertegas kembali dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) serta diperinci melalui PMK Nomor 196/PMK.03/2021 yang mengatur tata cara pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak.
Kebijakan ini pertama kali dijalankan melalui Tax Amnesty Jilid I pada 28 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017. Saat itu, tercatat 956.793 Wajib Pajak ikut serta dengan total harta yang berhasil diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Program berikutnya, Tax Amnesty Jilid II, digelar pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022, melibatkan 247.918 Wajib Pajak dengan harta terungkap senilai Rp594,82 triliun.
Kini, setelah sukses melaksanakan dua tahap sebelumnya, pemerintah berencana meluncurkan Tax Amnesty Jilid III pada 2025. Padahal, di periode sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menegaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak tidak akan kembali digelar. Rencana ini pun memunculkan perdebatan di masyarakat, mengingat potensi dampak positif maupun risiko yang bisa timbul dari penerapannya. Lalu, sebenarnya apa tujuan dari diterapkannya tax amnesty ini?
Tujuan dan Alur Pelaksanaan Tax Amnesty
Mengacu pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, program tax amnesty dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan strategis. Diantaranya mempercepat laju pertumbuhan serta restrukturisasi ekonomi melalui pemindahan aset, mendukung reformasi sistem perpajakan, dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Berikut merupakan alur pelaksanaannya.
- Ungkapkan Harta
Wajib Pajak (WP) yang ingin ikut tax amnesty harus melaporkan semua harta yang dimilikinya, termasuk yang belum pernah dicatat dalam laporan pajak. - Buat Surat Pernyataan
Laporan ini dituangkan dalam Surat Pernyataan yang berisi identitas WP, daftar harta, utang, nilai harta bersih, serta perhitungan uang tebusan.- Untuk WP orang pribadi → ditandatangani sendiri.
- Untuk WP badan → ditandatangani pimpinan tertinggi.
- Jika pimpinan berhalangan → bisa dikuasakan.
- Lampirkan Dokumen Pendukung
Beberapa dokumen wajib dilampirkan, antara lain:- Bukti pembayaran uang tebusan.
- Bukti pelunasan tunggakan pajak (jika ada).
- Daftar rincian harta dan utang beserta dokumen pendukung.
- Fotokopi SPT PPh terakhir.
- Surat pernyataan pencabutan permohonan lain (jika ada).
- Setor Uang Tebusan
Uang tebusan dibayarkan lunas ke kas negara melalui bank yang ditunjuk, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau bukti penerimaan negara. - Serahkan Surat Pernyataan
Surat dan lampiran bisa disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau tempat lain yang sudah ditentukan (misalnya KBRI tertentu di luar negeri). - Pemeriksaan Kelengkapan
Petugas pajak akan mengecek kelengkapan dokumen, kebenaran data harta dan utang, serta validasi pembayaran uang tebusan. - Terima Bukti & Sertifikat
Jika semua lengkap dan sesuai, WP akan mendapat tanda terima surat pernyataan. Dalam waktu maksimal 10 hari kerja, DJP akan menerbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak sebagai bukti resmi bahwa WP ikut program tax amnesty.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News