Pendidikan masih menjadi salah satu aspek yang cukup mahal bagi mayoritas masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang tidak memiliki privelese dan tumbuh di lingkungan lingkungan miskin. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Stastistik Indonesia (BPS), menunjukkan adanya jutaan anak Indonesia yang putus atau bahkan tidak dapat merasakan bangku sekolah, angka yang diperkirakan sekitar 3,9 hingga 4,2 juta.
Faktor yang menjadi penyebab pun beragam; faktor ekonomi, akses yang terbatas, lingkungan terpencil, atau tradisi masyarakat. Kesenjangan ini harusnya menjadi kekhawatiran kita semua karena pendidikan merupakan salah satu atau bahkan satu-satunya jalan bagi satu keluarga untuk dapat keluar dari rantai kemiskinan.
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa adanya peningkatan terhadap akses pendidikan, namun nyatanya ketimpangan tersebut masih ada di beberapa wilayah di Indonesia. Bagi kota-kota besar di Indonesia, anak-anak masih mendapatkan kualitas serta tenaga pendidikan yang berkualitas, namun bagaimana dengan anak-anak yang berasal dari daerah terpencil? Banyak dari mereka yang belajar di bangunan sekolah yang rusak, kurangnya tenaga pelajar, hingga akses yang tidak memadai.
Hal ini pun mendorong M. Rais Hajat untuk mendirikan pendidikan gratis terhadap anak-anak di pelosok desa di kampung halamannya, tepatnya di Dusun Saukang, Desa Bajimasa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Sebagai seorang sarjana, rasanya begitu memprihatinkan melihat rendahnya tingkat pendidikan di kampung halamannya.
Terbayang-bayang oleh film Laskar Pelangi yang mengangkat tema perjuangan anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak ditengah-tengah bangunan yang sudah hampir reyot, alhasil hal ini pun turut menginspirasi Rais untuk melakukan hal yang sama yakni melakukan perubahan di kampung halamannya agar anak-anak mendapatkan pendidikan yang sudah seharusnya mereka dapatkan.
Semua ini bermula pada saat Rais telah menyelesaikan studi Diploma 2 dari salah satu perguruan tinggi di kotanya di tahun 2007. Pada saat itu Rais ditanya oleh salah satu dosen pengujinya mengenai apa yang akan dia lakukan setelah lulus, dan ia mengaku bahwa ia belum menemukan gambaran mengenai aksi apa yang selanjutnya akan dia lakukan.
Dari Kakak Aman Indonesia untuk Anak Bebas dari Kekerasan Seksual
Pada suatu hari, Rais dalam perjalanan pulang sehabis memenuhi undangan temannya, dia berpapasan dengan salah satu anak yang baru saja pulang sekolah. Rais pun mengajaknya berbicara dan ternyata anak tersebut masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Melihat matahari yang sudah hampir turun dan menggelap, tidak baik bagi anak tersebut pulang seorang diri, setelah diulik, anak tersebut sedang mencari teman untuk pulang sekolah, mengingat jalanan yang dilalui merupakan perkebunan.
Selain itu medan yang dihadapi juga tidak mudah, daerahnya terpencil dan masih sering dilalui oleh babi hutan, rasanya mustahil apabila dia harus berjalan seorang diri tanpa teman yang menemaninya.
Bukan hanya dari sini tapi juga dari tingginya angka putus sekolah di Banteng membuat tekad Rais semakin mengakar kuat. Ia ingin agar anak-anak di pelosok ini dapat mengenyam pendidikan yang layak.
Pada tahun tersebut data statistik yang dirilis oleh BPS Bantaeng tentang tingkat putus sekolah untuk SMP dan SMA cukup tinggi. Untuk anak rentang usia 13-15 tahun yang setara dengan tingkat SMP, partisipasinya hanya sekitar 68% dan anak-anak di usia 16-18 tahun setingkat SMA, hanya 44%. Data ini terbukti bahwa tingkat partisipasi sekolah masih sangatlah rendah.
Rais itu bergegas bertemu dengan tokoh masyarakat setempat dan melakukan pendataan jumlah anak-anak yang putus sekolah. Jumlah yang didapatkan ini ternyata cukup banyak.
Berbekal dari donasi warga sekitar dan dari gaji yang disisihkannya sebagai pegawai honorer, Rais berhasil membangun sekolah pertamanya pada tahun 2008, yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cendekia Saukang. Bangunan ini awalnya beralaskan tanah, beratapkan anyaman, dan dinding-dindingnya yang terbuat dari kayu yang disusun secara horizontal. Semuanya belum tertutup merata pada saat itu, masih ada bagian yang terbuka tanpa penutup.
Memasuki ruang kelas, beberapa meja dan kursi sudah tertata, meskipun memang tidak memadai seperti yang ada di kota-kota besar. Apabila tidak dibekali oleh semangat juang anak-anak ini, barangkali mereka juga tidak ingin belajar dalam kondisi bangunan darurat seadanya seperti ini.
Semangat dalam diri Rais dalam memperjuangkan pembangunan pendidikan gratis tidak hanya berhenti sampai situ, ia mulai melebarkan sayapnya dengan mendirikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Madrasah Tsanawiyah Cendekia Saukang pada tahu un 2010.
Pada tiga tahun kemudian, bentangan sayap Rais semakin melebar. Ia melengkapi perjuangannya dengan membangun Madrasah Aliyah, atau sekolah setingkat SMA. Bukan hanya pendidikan formal saja yang dihadirkan di sini tapi juga dilengkapi dengan pendidikan vokasi yang berfokus pada keterampilan menjahit dan keterampilan komputer.
Dampak dari keberadaan pendidikan formal ini bukan hanya dirasakan oleh anak-anak, tapi juga oleh luar wilayah sekolah. Sekitar masyarakat dari lima desa telah merasakan manfaat dari sekolah yang dibangunnya.
Melihat dengan antusiasme yang semakin besar, Rais pun mendirikan pendidikan non formal yaitu Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) Insan Carrade, Lembaga Khusus dan Pelatihan (LKP) Jasmin Celebes, serta PAUD dan TK Insan Mubarak.
Pradipta Suarsyaf, Sosok di Balik Program Asuh ODGJ
Hasil ini terhitung sangat membanggakan sebab ada sekitar 700 orang usia lanjut yang mampu mengenal huruf dan membaca. Beberapa orang yang telah lulus paket kesetaraan Pendidikan Paket C telah bekerja baik di pemerintah maupun swasta.
Atas dedikasinya ini, Rais dianugerahi oleh penghargaan Satu Indonesia Awards 2021 untuk kategori pendidikan. Rais Hajat menjadi contoh nyata bahwa pemerataan pendidikan dapat diraih asalkan memiliki niat dan tekad yang kuat, serta kesadaran yang tinggi bahwa semua orang pantas mendapatkan pendidikan yang layak.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News