Terdapat berbagai rumpun domba lokal unggul yang telah beradaptasi secara luar biasa dengan kondisi alam Nusantara. Salah satu karya pemuliaan ternak yang patut dibanggakan adalah Domba Batur.
Domba ini bukanlah hasil rekayasa genetika modern di laboratorium, melainkan buah ketekunan, kejelian, dan pengetahuan tradisional para peternak Banjarnegara yang telah melalui proses seleksi selama puluhan tahun. Domba Batur telah ditetapkan sebagai rumpun domba lokal Indonesia asli dan menjadi sumber daya genetik ternak yang sangat berharga.
Asal-Usul Domba Batur
Domba Batur berasal dari Desa Batur, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Daerah ini terletak di dataran tinggi Dieng dengan ketinggian sekitar 900-1.200 meter di atas permukaan laut, menyediakan lingkungan yang sejuk dan ideal untuk pemeliharaan ternak domba.
Domba Batur dihasilkan melalui proses persilangan alami dan seleksi yang sangat ketat dan berkelanjutan yang dilakukan oleh para peternak lokal sejak sekitar tahun 1970-an.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, nenek moyang Domba Batur merupakan persilangan antara domba lokal Jawa (domba ekor tipis) dengan domba impor yang memiliki gen domba ekor gemuk (seperti Domba Dorset atau Domba Suffolk) yang dibawa oleh para transmigran atau melalui program pemerintah pada masa lalu.
Para peternak di Batur tidak secara sembarangan melakukan persilangan. Mereka memiliki tujuan pemuliaan yang jelas: menghasilkan domba yang cepat besar, memiliki tubuh besar dan padat, serta menghasilkan banyak daging.
Selama puluhan tahun, mereka hanya memilih pejantan dan betina terbaik dari setiap generasi untuk dikawinkan, sehingga secara perlahan terciptalah populasi domba dengan karakteristik yang unik, seragam, dan stabil. Atas jerih payah masyarakat ini, Kementerian Pertanian Republik Indonesia akhirnya menetapkan Domba Batur sebagai rumpun domba lokal Indonesia melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051/Kpts/SR.120/10/2014.
Berbeda dari Domba Umumnya
Domba Batur memiliki penampakan fisik yang sangat khas dan mudah dibedakan dari domba lokal lainnya. Secara umum, tubuhnya kompak, besar, dan berotot dengan bentuk seperti gentong (gembung), menandakan superioritas dalam produksi daging.
Warna bulunya dominan putih polos, meskipun kadang ditemukan juga yang memiliki warna hitam atau coklat di bagian kepala. Kepalanya tidak bertandung, baik pada jantan maupun betina. Telinganya berukuran sedang dan mengarah horizontal (mendatar).
Ciri yang paling mencolok adalah bentuk ekornya yang pendek, kecil, dan tipis, sangat berbeda dengan domba ekor gemuk. Bobot badan domba jantan dewasa dapat mencapai 70-90 kg, sementara betina dewasa berkisar antara 50-60 kg.
Dari segi perilaku, Domba Batur dikenal cukup aktif dan memiliki nafsu makan yang tinggi, yang berkontribusi pada pertumbuhannya yang cepat. Mereka juga telah beradaptasi sangat baik dengan lingkungan dataran tinggi dan menunjukkan tingkat ketahanan yang baik terhadap penyakit.
Baca juga Bajing Kelapa, Hewan Pengerat Mirip Tupai yang Menjerit Kalau Terancam
Keunggulan Domba Batur
Keunggulan Domba Batur tidak hanya terletak pada penampilan fisiknya, tetapi lebih pada performa produksinya yang menjanjikan. Beberapa keunggulan utamanya adalah:
- Pertumbuhan Cepat dan Produksi Daging yang Unggul: Domba Batur terkenal dengan Average Daily Gain (ADG) atau pertambahan bobot badan harian yang tinggi. Anak domba lepas sapih (umur 3-4 bulan) sudah dapat mencapai bobot 25-35 kg. Performa ini membuatnya sangat efisien untuk usaha penggemukan.
- Reproduksi yang Baik: Domba betina Batur dikenal cukup prolifik, sering kali melahirkan anak kembar dua (litter size 1-2). Kemampuan beranak yang baik ini menjamin keberlanjutan usaha budidaya.
- Kualitas Karkas dan Daging yang Istimewa: Persentase karkas (bagian tubuh yang menjadi daging potong) Domba Batur sangat tinggi, mencapai 50% atau lebih dari bobot hidupnya. Dagingnya juga memiliki serat yang halus dan lemak yang tersebar merata (marbling), sehingga rasanya gurih dan tidak prengus.
- Adaptasi yang Kuat: Sebagai hasil seleksi alam di dataran tinggi Dieng, Domba Batur sangat tahan terhadap cuaca dingin dan memiliki daya tahan tubuh yang baik.
Budidaya Domba Batur
Budidaya Domba Batur pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan budidaya domba pada umumnya, yang meliputi manajemen perkandangan, reproduksi, kesehatan, dan pakan. Namun, terdapat penekanan khusus pada sistem pemuliaan untuk mempertahankan kemurnian dan kualitas genetiknya.
Peternak di Batur sangat disiplin dalam melakukan seleksi calon induk dan pejantan. Hanya domba dengan performa terbaik yang dipilih untuk menjadi penghasil generasi berikutnya, sementara yang kurang baik dijual untuk tujuan penggemukan.
Perbedaan yang paling menonjol terletak pada pakan. Sebagaimana dilaporkan dalam berbagai sumber termasuk Jurnal Ilmu Ternak, pakan utama Domba Batur adalah rumput alam dan limbah pertanian yang tersedia melimpah di sekitar Dataran Tinggi Dieng, seperti:
- Rumput Raja (King grass): Merupakan pakan hijauan utama yang sangat disukai karena produktivitas dan nutrisinya yang tinggi.
- Kaliandra (Calliandra calothyrsus): Daun kaliandra sering diberikan sebagai pakan tambahan sumber protein.
- Lamtoro (Leucaena leucocephala): Juga digunakan sebagai sumber protein nabati.
- Limbah Hortikultura: Daun wortel, kubis, atau kentang yang tidak terpakai menjadi pakan tambahan yang bergizi.
Selain itu, peternak juga memberikan pakan penguat (concentrate) berupa dedak padi (bran), jagung giling, dan garam mineral untuk memastikan kecukupan gizi, terutama untuk induk bunting, menyusui, dan anak-anak yang sedang tumbuh.
Integrasi antara ternak dan pertanian di wilayah tersebut menciptakan sistem zero waste yang berkelanjutan. Dengan demikian, Domba Batur tidak hanya menjadi simbol kekayaan genetik Indonesia, tetapi juga contoh nyata dari kearifan lokal dalam membangun ketahanan pangan.
Baca juga Kelelawar Hingga Gajah, Inilah Deretan Hewan dengan Pendengaran Super Tajam
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News