Seorang siswa SMP di sebuah desa kecil di Nias berangkat sekolah dengan wajah yang berseri-seri. Ia memang sangat bersemangat, berharap bisa ikut program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijanjikan pemerintah.
Kawan GNFI, ini bukan hanya soal makanan. Namun, soal harapan, anak-anak bisa belajar dengan perut kenyang, tanpa harus memikirkan apakah ada nasi di rumah nanti siang.
Alih-alih mendapatkan asupan gizi, para siswa SMPN 1 Gido, Nias, tidak bisa menikmati program MBG selama berbulan-bulan. Kondisi ini disebabkan oleh dinamika kepentingan dan intervensi pejabat, bukan karena kendala teknis seperti ketiadaan bahan atau kegagalan program.
Penyelesaian Hambatan Program MBG di Nias
Program Makanan Bergizi (MBG) di SMPN 1 Gido, Nias, sempat mengalami kendala besar yang menghambat penyaluran kepada para siswa. Masalah ini bermula dari intervensi pejabat daerah yang mengarahkan program ke pihak yayasan yang belum siap.
Akibatnya, distribusi makanan terhenti, membuat ratusan siswa tidak bisa menikmati manfaat program selama beberapa waktu.
Situasi ini mendorong Yayasan Deli Kana Cemerlang, yang dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn) Cristian Zebua, dan SPPG 08 Sirete, yang diketuai Raymond Zebua, untuk bertindak.
Dari MBG menuju Prevalensi Stunting 14,7% Tahun 2029
Mereka bersama jurnalis nasional, Arozatulo Zebua dan Adieli Laoli, berupaya mengungkap fakta di balik hambatan tersebut, termasuk tekanan yang diterima kepala sekolah dan ancaman melalui pesan singkat.
Titik terang akhirnya muncul dalam sebuah pertemuan di kantor Badan Gizi Nasional (BGN) pada 28 Agustus 2025. Dalam rapat yang dihadiri oleh pejabat BGN, Cristian dan Raymond memaparkan semua bukti intervensi yang terjadi. Paparan ini meyakinkan pihak BGN untuk mengambil tindakan tegas.
Sebagai hasilnya, BGN memutuskan untuk:
Memulai kembali distribusi MBG di SMPN 1 Gido pada 1 September 2025.
Menghapus dapur ilegal dari portal resmi.
Menindak tegas sekolah yang menolak program MBG.
Menerbitkan surat resmi untuk memfasilitasi kembali penyaluran MBG di Gunungsitoli.
Keputusan ini mengakhiri masalah yang berlarut-larut, memastikan bahwa para siswa di Nias dapat kembali menerima hak mereka atas makanan bergizi.
Makna Lebih Dalam, Bukan Sekadar Makan Gratis
Kalau dilihat sekilas, orang mungkin menganggap ini cuma soal dapur dan makanan. Akan tetapi, kalau kita dalami, kasus ini menyimpan pelajaran penting,
- Hak Anak Itu Sakral
Tidak peduli siapa pejabatnya, hak anak untuk mendapat gizi tidak boleh ditawar. - Keberanian Melawan Tekanan
Cristian, Raymond, dan para jurnalis menunjukkan bahwa berani bersuara bisa membawa perubahan nyata. - Pentingnya Kontrol Publik
Program sebesar MBG bisa rusak kalau tidak diawasi. Kontrol sosial dari masyarakat dan media jadi penyeimbang kekuasaan. - Integritas di Ujian
Kepala sekolah memang serba salah. Namun, kasus ini mengingatkan kita bahwa integritas tidak boleh tumbang hanya karena intervensi.
Program MBG Bisa Buka Lapangan Kerja dan Dorong UMKM, Seberapa Besar Potensinya?
Dari Drama ke Harapan
Kini, ratusan siswa SMPN 1 Gido bisa kembali menikmati makan bergizi gratis tanpa rasa takut. Mereka bisa belajar dengan perut kenyang, dan orang tua bisa sedikit lega.
Cerita ini juga jadi pengingat bagi kita semua, perubahan tidak datang begitu saja. Ada orang-orang yang harus berani melawan arus, meski penuh risiko.
“Drama panjang” MBG di SMPN 1 Gido akhirnya selesai. Namun, pengawasan kita jangan ikut selesai. Karena hak anak untuk makan bergizi bukan hadiah dari pejabat, melainkan hak yang harus dijamin negara.
Dan semoga, dari Gido, pesan ini bergema, biarlah anak-anak belajar, biarlah mereka makan dengan tenang, jangan lagi jadi korban tarik-menarik kepentingan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News