mutiara dari timur rumah belajar satutiba dan semangat juang tanpa batas - News | Good News From Indonesia 2025

Mutiara dari Timur: Rumah Belajar SaTuTiBa dan Semangat Juang Tanpa Batas

Mutiara dari Timur: Rumah Belajar SaTuTiBa dan Semangat Juang Tanpa Batas
images info

Tidak semua perjuangan lahir dari mimbar dan tampak di layar lebar. Ada kalanya, langkah sederhana tumbuh sebuah kisah yang mampu menggetarkan. Papua Barat, telah menjadi saksi bagi sepasang suami istri yang gigih dan tulus mengabdi.

Hafidz Bahansubu dan Mutia Siddiqa membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk memberi manfaat.

Dengan cinta dan ketulusan, mereka menyalakan obor harapan bagi anak-anak dan lingkungan di sekitarnya, melalui sebuah inisiatif bernama “Rumah Belajar SaTuTiBa.”

Obor Harapan di Tanah Papua

Di sudut timur Indonesia, tepatnya di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, ada sebuah kisah kecil yang menyimpan makna besar. Di tengah kehidupan masyarakat yang kaya dengan keberagaman, lahirlah sebuah gerakan sederhana, “Rumah Belajar Fakfak SaTuTiBa.”

Nama itu diambil dari filosofi hidup masyarakat Fakfak, “Satu Tungku Tiga Batu.” Falsafah ini melambangkan kerukunan, persatuan, dan toleransi antara adat, agama dan pemerintah. perbedaan adalah keniscayaan, tapi tidak akan menjadi timpang dengan persatuan.

Tungku adalah simbol kehidupan masyarakat. Sedangkan tiga batu yang disusun melingkar melambangkan "Kau, Saya, dan Dia".

Guru Indonesia Melek Film: Dari Ruang Kelas ke Layar Inspirasi

Ketika harus menopang, tiga batu tentu harus sama kuat dan seimbang. Maknanya adalah adat, agama, dan pemerintah harus harmonis dan senantiasa berjalan beriringan dalam kehidupan sosial.

Hafidz Bahansubu dan Mutia Siddiqa adalah pasangan suami istri yang melihat kesenjangan pendidikan di lingkungannya. Namun, alih-alih mengeluh, mereka memutuskan untuk mengambil langkah nyata. Tidak perlu menunggu program besar atau dukungan penuh, mereka memulai dengan apa yang ada.

Saat pertama kali dibuka pada 31 Agustus 2025 lalu, hanya ada 4 anak yang hadir. 4 jiwa kecil yang datang dengan rasa ingin tahu, duduk bersama, dan belajar dengan penuh semangat. Angka 4 mungkin terlalu kecil untuk disebut perubahan. Namun bagi mereka, itu adalah awal.

Akan tetapi, yang kecil itu tidak berhenti kecil. Dari 4 anak, dalam hitungan hari rumah belajar ini sudah berlipat menjadi 14 anak yang rutin mengikuti kegiatan. 14 wajah yang menyalakan api harapan, membuktikan bahwa ketulusan sekecil apapun bisa berkembang menjadi gelombang perubahan.

Mereka belajar bersama, membaca buku, berhitung, hingga membangun mimpi untuk melampaui keterbatasan yang ada di sekeliling mereka. SaTuTiBa bukan sekadar ruang belajar. Ia juga ruang aman bagi anak-anak Fakfak.

Belajar Sambil Bertamasya, Kenali Wisata Kampung Inspirasi Sulthan Alfathir

Mengabdi dengan Cinta

Meski sederhana, rutinitas Rumah Belajar SaTuTiBa sangat penuh makna. Setiap Senin dan Selasa sore, anak-anak berkumpul untuk mengikuti les gratis di Kampung Lusi Peri.

Sementara itu, setiap Minggu pagi, buku-buku digelar di Taman Satu Tungku Tiga Batu, memberi kesempatan bagi siapa saja yang ingin membaca.

Di tempat terbuka itu, anak-anak bebas menjelajahi dunia melalui halaman-halaman buku. Tanpa sekat, semua bergabung di taman luas dengan semangat belajar yang dipupuk dengan sabar.

Ketulusan Hafidz dan Mutia untuk pendidikan, agama dan bangsa memang sudah lama terpatri. Beliau berdua adalah pengkhidmat dari Komunitas Muslim Ahmadiyah Indonesia, sekaligus relawan aktif di Humanity First Indonesia, sayap organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan.

Dari sana, kita melihat bahwa pengabdian mereka bukan sebatas kata, melainkan nyata. Mereka tidak membatasai diri dengan identitas agama, melainkan digerakkan oleh cinta dan kemanusiaan.

Kisah “SaTuTiBa” adalah bukti bahwa semangat juang tidak mengenal batas. Batas fasilitas, batas jumlah murid, batas lokasi terpencil, semua tidak mampu menghentikan api pengabdian.

Mereka merawat harapan agar anak-anak Fakfak kelak tumbuh bukan hanya sebagai penerima, melainkan juga sebagai mutiara yang siap memberi cahaya.

Apa yang dilakukan Maulana dan Mutia sesungguhnya mengajarkan kita arti sederhana dari kata berjuang. Bahwa perjuangan bukan selalu tentang hal besar yang menggemparkan dunia, melainkan tentang langkah kecil yang konsisten.

Komedi Jadi Inspirasi, Kisah Sukses 7 Komika di Dunia Pefilman Indonesia

Di tanah Fakfak, mereka merawat harapan agar anak-anak tidak hanya tumbuh sebagai sebagai mutiara.

Rumah Belajar SaTuTiBa adalah mutiara. Ia kecil, mungkin tak tampak berkilau dari jauh. Namun, di dekatnya, cahaya itu terasa hangatnya. Cahaya yang lahir dari keyakinan bahwa perubahan selalu mungkin, selama ada hati yang tulus mengabdi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.