Kisah ini bermula dari hutan rimbun, tempat berbagai spesies flora dan fauna Indonesia hidup. Mangrove yang tertanam rapi, sungai-sungai yang mengelilinginya hingga ekosistem yang menaunginya menjadikan pembelajaran bahwa setiap makhluk hidup ternyata memiliki peran masing-masing dalam menciptakan kehidupan yang harmonis.
Alam tak pernah ingkar janji, siapa yang menjaga, maka disediakan pula keindahannya, tapi siapa yang merusak maka hilanglah keasliannya.
Ancaman perubahan alam kian nyata tatkala hutan-hutan kini ditebang, sampah plastik bertebaran, hingga menyebabkan banyak spesies langka terancam punah akibat perubahan yang terjadi.
Sebagai pahlawan masa depan, Global Nature Conservation School hadir membawa banyak harapan, inovasi, dan keberanian dalam menuai harapan dan perubahan untuk masa depan bumi tetap lestari.
Kisah ini tidak hanya tentang menjadi keindahan dan spesies hidup yang ada di alam, tapi tentang tanggung jawab dari Kawan untuk melindungi tempat kehidupan, penghidupan, hingga rumah bumi untuk bernaung di dalamnya.
Baca juga: Sinergi KBA Pangrango Dalam Membangun Asa Dari Potensi Alam dan Nilai Budaya
Global Nature Conservation School Rawat Alam Indonesia
Alam di Indonesia kini kian ironis akibat kerusakan dari aktivitas manusia. Deforestasi yang memicu perubahan iklim, ribuan hektar lahan hijau berubah fungsi dengan tidak memprioritaskan keberlanjutan lingkungan menjadi ancaman serius hingga menuai banyak perubahan.
Upaya konservasi sebenarnya telah banyak dilakukan, tapi membutuhkan banyak dukungan lebih luas dan berkelanjutan dalam menyelamatkan ekosistem yang tersedia.
Melalui aksi nyata Global Nature Conservation School dalam merawat alam Indonesia dari berbagai langkah kecil yang berdampak positif, sekolah konservasi ini mengajak untuk memahami ekosistem alam Indonesia yang bukan hanya belajar dari teori buku saja, tapi pengalaman langsung di alam.
Napisah selaku penggerak Global Nature Conservation School memiliki konsep unik dan inspiratif dalam menyatukan pendidikan formal dan pengalaman langsung di alam dalam memberikan edukasi dan kesempatan untuk generasi muda Indonesia terlibat langsung dan peduli akan konservasi lingkungan.
Memadukan ilmu pengetahuan, empati, dan tanggung jawab sosial membuat Global Nature Conservation School membawa Napisah menerima SATU Indonesia Awards pada tahun 2023 dari PT. Astra Internastional, Tbk, sebagai upaya dan dedikasinya di bidang pendidikan.
Penghargaan dari SATU Indonesia Awards ini diharapkan mampu menjadi suatu dukungan, semangat untuk pengembangan program lanjutan di Global Nature Conservation School di mana Napisah dan tim dapat memperluas jangkauan hingga melibatkan praktisi lingkungan dalam mengedukasi dan merangkul lebih banyak masyarakat lokal.
Global Nature Conservation School menjadi aksi dan langkah nyata sebagai gerakan yang memotivasi dan melibatkan banyak pihak dalam upaya pelestarian alam.
Global Nature Conservation School menjadi ‘playground’ dan kesempatan mahal untuk belajar ekosistem langsung di alam, menjelajahi lingkungan, hingga melihat satwa liar yang hidup di dalamnya.
Karena hal inilah, Global Nature Conservation School juga sering mengadakan pelatihan berbasis lingkungan dari praktisi langsung yang mempelajari tentang teknik pengelolaan hutan, metode pemantauan populasi, hingga memahami isu-isu lingkungan lainnya.
Banyak dampak dan perubahan positif yang terjadi semenjak Global Nature Conservation School ini berdiri selain memberdayakan masyarakat lokal, alam juga ikut lestari hingga satwa liar pun tetap memiliki rumah kehidupan di kawasan ini tanpa terganggu oleh apapun.
Baca juga: A'ak Abdullah dan Laskar Hijau: Aktivis Lingkungan Peraih SATU Indonesia Awards ASTRA
Jaga Bekantan dan Restorasi Mangrove Rambai
Global Nature Conservation School berlokasi di Pulau Curiak, Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Selain sebagai sekolah konservasi, Global Nature Conservation School juga memiliki misi khusus dalam menjaga kehidupan Bekantan dari kepunahan dan aksi menanam nyata mangrove rambai sebagai upaya menjaga kelestarian alam.
Sebagai hewan endemik khas dan maskot Kalimantan Selatan, Bekantan (Nasalis narvatus) yang berambut coklat kemerahan dan memiliki hidung panjangnya yang khas dapat di temukan di area hutan mangrove kawasan sekolah konservasi.
Dr. Amalia Rezeki sosok wanita yang memiliki kecintaan dalam melindungi Bekantan ini akhirnya mendirikan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia sebagai upaya konservasi terhadap Bekantan.
Upayanya membawa hasil positif terlihat dengan peningkatan populasi Bekantan yang dibarengi dengan peningkatan restorasi mangrove rambai yang menjadi tempat hidup primata endemik Kalimanatan Selatan tersebut.
Dilansir dari Antara, lima belas ribu bibit pohon mangrove rambai sejak 2017 telah ditanam hingga pada 2023 rencananya akan ditambah sepuluh ribu batang di kawasan Pulau Curiak. Tujuannya sebagai penyedia habitat dalam menyelamatkan Bekantan.
Selain itu, penanaman mangrove rambai juga sebagai upaya dalam memulihkan ekosistem lahan basah, dan sebagai upaya mitigasi bencana iklim akibat pemanasan global.
Global Nature Conservation School pun melakukan program lain dalam upaya memberdayakan warga sekitarnya seperti pelatihan pengolahan sirup rambai, pengolahan ikan bilis dan seluang, hingga membuat sabun dari eceng gondok.
Mengedepankan konservasi alam berkelanjutan dan ramah lingkungan membuat Global Nature Conservation School ini menjadi contoh nyata dalam kontribusinya menjaga kelestarian alam.
Global Nature Conservation School tak hanya mengajarkan alam, tapi menanam keyakinan dan tanggung jawab bahwa setiap dari Kawan ternyata memiliki peran dalam menjaga alam.
Melalui edukasi, inspirasi, dan aksi nyata konservasi Indonesia kini menjadi tanggung jawab bersama, langkah kecil dan berdampak menjadi bagian besar untuk bumi kita tetap hijau dan lestari. Sangat menginspirasi sekali, ya, Kawan GNFI!
#kabarbaiksatuindonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News