mengungkap dampak konferensi meja bundar terhadap ekonomi indonesia setelah merdeka - News | Good News From Indonesia 2025

Mengungkap Dampak Konferensi Meja Bundar terhadap Ekonomi Indonesia Setelah Merdeka

Mengungkap Dampak Konferensi Meja Bundar terhadap Ekonomi Indonesia Setelah Merdeka
images info

Kawan GNFI, kemerdekaan yang kita rayakan setiap 17 Agustus bukanlah hadiah instan, melainkan hasil dari perjuangan panjang dan berliku. Meski Proklamasi telah dikumandangkan pada 1945, perjalanan menuju Indonesia yang benar-benar berdaulat dan diakui dunia masih penuh tantangan.

Kala itu, ekonomi dan politik kita masih berada dalam bayang-bayang Belanda. Karena itu, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 digelar Konferensi Meja Bundar (KMB) di Gedung Parlemen Den Haag, Belanda.

Pertemuan bersejarah ini menjadi langkah penting dalam menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda sekaligus untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka seutuhnya.

Lalu, bagaimana sih, hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) terhadap kondisi perekonomian Indonesia pada masa itu? Nah, Kawan GNFI, mari kita simak penjelasannya berikut ini.

Utang Besar sebagai Imbalan Kedaulatan

Kawan GNFI, pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda ternyata tidak diberikan secara cuma-cuma. Salah satu bentuk imbalan yang harus dipenuhi Republik Indonesia Serikat (pada masa itu Indonesia masih berbentuk serikat) adalah kewajiban melunasi utang pemerintahan Hindia Belanda.

Jumlahnya sangat besar yaitu, sekitar 4,3 miliar Gulden atau setara dengan Rp860 triliun.

Baca Juga: Demi Diakui Merdeka, Indonesia Harus Bayar Utang Belanda

Dominasi Ekonomi Belanda Pasca-KMB

Selain utang, Belanda juga meminta hak agar perusahaan-perusahaannya tetap beroperasi di Indonesia.

Syarat ini mengakibatkan perekonomian Indonesia masih jauh dari kemandirian. Melalui banyaknya perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, Belanda masih mampu menjadikan Indonesia sebagai sumber pendapatannya untuk menutupi kerugian besar pasca Perang Dunia II.

Ironisnya, pada masa itu sebagian besar pendapatan negara Indonesia bergantung pada pajak, bea cukai, dan devisa dari perusahaan asing. Keuntungan tersebut mendorong Belanda semakin gencar menanamkan modal dan mendirikan berbagai perusahaan di Indonesia.

Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), Latar Belakang dan Dampaknya kepada Republik Indonesia

Arah Baru Ekonomi: Lahirnya BUMN dari Nasionalisasi

Namun, tenang saja Kawan GNFI. Meski perekonomian Indonesia kala itu masih terikat dengan Belanda melalui Uni Indonesia–Belanda. Pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah berani dengan membubarkan RIS dan membentuk negara kesatuan pada tahun 1950. Sejak saat itulah Indonesia memiliki landasan tegas untuk mengatur perekonomiannya sendiri.

Puncaknya terjadi pada 1958 lewat UU No. 86 Tahun 1958 yang menjadi dasar nasionalisasi seluruh perusahaan milik Belanda. Ratusan perusahaan diambil alih dan dikelola oleh negara melalui Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (Banas). Proses ini menjadi cikal bakal BUMN yang hingga kini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Baca juga: Siapa Sangka, Kantor BUMN Ini Dulu Istana Mewah Milik Raja Gula Hindia Belanda

Pandangan Ahli mengenai Kondisi Ekonomi Indonesia 2025

Kawan GNFI, di usia 80 tahun kemerdekaan ini, tantangan ekonomi masih menjadi perhatian serius. Menurut Survei LPEM FEB UI pada 14 hingga 24 Februari 2025, mencatat sebanyak 55% pakar dibidang ekonomi menilai kondisi ekonomi Indonesia memburuk dalam tiga bulan terakhir. Tujuh di antaranya bahkan menyebut situasi jauh lebih buruk. Meski begitu, ada 11 pakar lainnya yang menilai stagnan dan satu pakar melihat adanya perbaikan.

Dengan tingkat keyakinan rata-rata 7,71 poin, hasil survei ini menegaskan bahwa perjalanan ekonomi Indonesia masih penuh tantangan, namun peluang untuk bangkit tetap terbuka. Sama seperti semangat pasca-KMB, kedaulatan ekonomi akan terus terjaga jika bangsa ini berani mengambil langkah strategis demi kepentingan rakyat.

Sejarah mengenai Konferensi Meja Bundar mengingatkan kita bahwa kedaulatan ekonomi harus berpihak pada rakyat. Dengan sinergi dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat stabilitas ekonomi negara sekaligus meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

đźš« AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.