Di era ketika informasi berseliweran tanpa henti di media sosial, banyak orang sering kebingungan memilah mana yang fakta dan mana yang hanya sekadar tren. Tak terkecuali soal gizi. Mulai dari tips diet ekstrem, klaim "makanan super" yang belum terbukti, hingga resep instan menurunkan berat badan dalam hitungan hari-semua berbaur tanpa filter. Padahal, di balik kesalahan informasi seperti itu, tersimpan risiko besar bagi kesehatan masyarakat.
Keresahan itulah yang dirasakan Ayu Fauziyyah Adhimah. Sebagai seorang ahli gizi muda, ia tak tega melihat banyak orang terjebak dalam arus misinformasi. Dari situlah ia melahirkan sebuah ruang kecil yang kemudian ia sebut Pojok Gizi-tempat berbagi pengetahuan gizi sederhana, ilmiah, dan bisa diakses siapa saja.
"Awalnya saya sering ditanya hal-hal seputar diet dari teman atau keluarga, padahal jawabannya nggak sesederhana yang mereka dengar di media sosial," kenang Ayu. Pertanyaan-pertanyaan ringan itu membuatnya sadar: ada kebutuhan besar akan edukasi gizi yang kredibel, bukan sekadar populer.
Pasanggrahan Purwakarta: Kampung Berseri Astra yang Asri
Dari Pojok ke Komunitas
Pojok Gizi lahir bukan dari laboratorium canggih atau modal besar, melainkan dari niat sederhana: mengedukasi lewat media digital. Bersama beberapa rekannya, Ayu mulai membangun komunitas ini di tahun 2019. Mereka berbagi tulisan, infografis, dan diskusi ringan soal gizi melalui kanal daring.
Seiring waktu, Pojok Gizi tak hanya jadi tempat tanya jawab seputar pola makan. Ia berkembang menjadi wadah belajar bersama, mempertemukan para ahli gizi, mahasiswa, hingga masyarakat umum yang ingin memahami nutrisi dengan benar. "Kami ingin semua orang merasa punya ruang untuk belajar, tanpa takut dihakimi," jelas Ayu.
Selipan Data: Kenyataan di Lapangan
Kerja keras Ayu bukan tanpa alasan. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 menunjukkan angka stunting di Indonesia masih berada di angka 21,5 persen. Meski menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, angka ini tetap menjadi tantangan besar, apalagi pemerintah menargetkan stunting turun hingga 14 persen pada tahun 2024.
Selain itu, riset Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2022 mencatat bahwa lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia pernah menerima informasi kesehatan yang salah di media sosial. Salah satunya terkait gizi dan pola diet. "Hoaks soal kesehatan bisa berbahaya, apalagi kalau langsung dipraktikkan," kata Ayu. Inilah mengapa edukasi sederhana di Pojok Gizi menjadi penting-karena literasi gizi bukan sekadartren tetapi kebutuhan sehari-hari.
Inovasi yang Tumbuh
Tak puas hanya dengan diskusi daring, Ayu dan tim merancang rencana lebih besar. Mereka mengembangkan konsep aplikasi digital gizi yang bisa membantu masyarakat menghitung kebutuhan nutrisi harian. Aplikasi itu nantinya dilengkapi fitur panduan sederhana untuk keluarga, terutama ibu muda, agar lebih mudah memantau pola makan anak.
Di sisi lain, Pojok Gizi juga aktif menjalin kerja sama dengan komunitas mahasiswa dan organisasi kesehatan. Mereka rutin mengadakan webinar, kelas singkat, hingga kampanye gizi di sekolah. Semuanya dilakukan dengan semangat sukarela. "Kalau bicara soal gizi, kita bicara soal masa depan. Anak-anak yang sehat hari ini adalah modal bangsa di masa depan," ujar Ayu.
Dari Karst yang Terancam Hingga Konsep Ecovillage Berkelanjutan, Inilah Jalan Panjang Kampung Berseri Astra (KBA) Cidadap Bandung Barat
Apresiasi yang Menguatkan
Upaya Ayu dan Pojok Gizi mendapat pengakuan luas. Pada tahun 2024, ia dianugerahi penghargaan SATU Indonesia Awards bidang Kesehatan dari Astra. Penghargaan ini bukan sekadar simbol, tetapi penguat bahwa kerja-kerja kecil dari pojok digital bisa memberi dampak nyata bagi masyarakat luas.
Djony Bunarto Tjondro, Presiden Direktur Astra, dalam sambutannya menyebut Ayu sebagai salah satu wajah muda Indonesia yang berani menjawab tantangan zaman. "Inovasi sederhana seperti Pojok Gizi menunjukkan bahwa perubahan besar bisa berawal dari ide kecil," katanya.
Inspirasi Bagi Anak Muda
Bagi Ayu, penghargaan itu bukan akhir perjalanan. Justru ia merasa punya tanggung jawab lebih besar untuk menjaga konsistensi dan memperluas jangkauan Pojok Gizi. Ia berharap semakin banyak anak muda bergerak di bidang yang mereka kuasai, tak hanya menunggu pemerintah atau lembaga besar.
"Kita semua bisa berkontribusi dengan cara masing-masing. Pojok Gizi hanyalah contoh kecil. Yang penting ada niat, ada langkah nyata, meski dimulai dari pojok rumah sendiri," katanya sambil tersenyum.
Pesan itu terasa relevan. Di tengah arus deras informasi, dibutuhkan mercusuar kecil yang menuntun ke arah yang benar. Ayu memilih bidang gizi, orang lain mungkin memilih lingkungan, pendidikan, atau seni. Intinya sama: bergerak bersama untuk perubahan.
Pojok yang Membesar
Kini, Pojok Gizi bukan lagi sekadar ruang kecil. Ia menjelma jadi gerakan yang membawa harapan baru bagi literasi gizi di Indonesia. Dengan dukungan teknologi dan semangat kolaborasi, Ayu Fauziyyah Adhimah membuktikan bahwa mimpi besar bisa lahir dari pojok sederhana.
Dan dari pojok itulah, ia menyalakan api kecil yang perlahan membesar, menyinari jalan banyak orang menuju hidup yang lebih sehat dan bermakna.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News