Tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) dari Forest Management Students’ Club (FMSC) 2025 tengah menjalankan sebuah inisiatif strategis di Desa Karacak, Bogor: pembangunan hutan pangan berbasis agroforestri.
Hutan pangan merupakan konsep pengelolaan lahan yang mengintegrasikan berbagai jenis tanaman hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, seperti buah-buahan, umbi-umbian, sayuran, biji-bijian, madu, dan produk alami lainnya.
Konsep ini tidak hanya berfokus pada penyediaan pangan, tetapi juga pada pelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keberadaan hutan pangan memiliki nilai penting yang melampaui fungsi konsumsi langsung. Sistem ini mendukung praktik pertanian berkelanjutan dengan menjaga kesuburan tanah melalui daur ulang bahan organik, memperkuat proses penyerbukan yang berdampak pada peningkatan hasil panen, serta menyediakan sumber obat-obatan tradisional dari tanaman hutan.
Dengan kata lain, hutan pangan menjadi jembatan antara konservasi lingkungan dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Dalam pelaksanaannya, tim PPK Ormawa FMSC 2025 menggandeng warga Desa Karacak yang bersedia lahannya dijadikan lokasi pengembangan hutan pangan. Dua warga yang terlibat aktif adalah Badru dari RW 8 dan Ujang dari RW 5.
Lahan milik Badru mulai diolah pada 4 Agustus 2025 dengan kegiatan awal berupa penentuan jarak tanam dan penggalian lubang kompos. Keesokan harinya, lubang tersebut diisi dengan kotoran kambing dan serasah daun sebagai bahan utama kompos.
Air Terjun Tiu Kelep: Sekeping Surga di Tengah Rimbunnya Hutan Kaki Gunung Rinjani
Di lahan Ujang, seluruh tahapan—mulai dari pengukuran jarak tanam, penggalian lubang, hingga pengisian bahan kompos—dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2025.
Pembuatan kompos menjadi tahapan krusial dalam proyek ini. Kompos dibuat dengan menggali lubang berukuran 1x1 meter dan kedalaman sekitar 1 meter.
Lubang tersebut diisi dengan campuran kotoran kambing sebagai sumber nitrogen dan serasah daun sebagai sumber karbon. Setelah bahan tercampur merata, ditambahkan larutan air gula dan EM4 (mikroorganisme efektif yang mempercepat proses dekomposisi).
Campuran ini kemudian diaduk kembali sebelum lubang ditutup rapat dan dibiarkan selama 1–2 bulan agar proses penguraian berjalan optimal. Kompos yang dihasilkan akan digunakan untuk menyuburkan tanaman budidaya dalam sistem agroforestri.
Kondisi lahan milik kedua warga menunjukkan karakteristik yang berbeda, sehingga memengaruhi strategi pengelolaan. Lahan Badru memiliki kanopi terbuka, tanah yang cenderung kering, pH rendah, dan dominasi pasir.
Sebaliknya, lahan Ujang berkanopi lebih tertutup, tanah basah dengan pH tinggi, dan didominasi oleh tanah liat.
Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan jenis tanaman dan teknik budidaya yang sesuai.
Penanaman bibit dilakukan setelah proses persiapan lahan selesai. Di lahan Badru, penanaman berlangsung pada 12 Agustus 2025 dengan total 160 bibit, terdiri dari 118 bibit talas dan 42 bibit kapulaga.
Sementara itu, di lahan Ujang, penanaman dilakukan pada 15 Agustus 2025 dengan total 60 bibit, terdiri dari 35 bibit talas dan 25 bibit kapulaga.
Pemilihan talas dan kapulaga didasarkan pada kesesuaian dengan kondisi lahan serta nilai ekonomis dan gizi yang tinggi.
Melalui program ini, tim PPK Ormawa FMSC 2025 berupaya memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat ketahanan pangan lokal sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Kolaborasi antara mahasiswa, warga desa, dan pihak terkait menjadi contoh sinergi yang produktif dan berkelanjutan.
Proyek ini menunjukkan bahwa pembangunan hutan pangan dapat menjadi solusi konkret untuk mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan dan berbasis komunitas.
Taman Hutan Raya Djuanda Bandung, Ruang Hijau Raksasa di Ujung Dago
Ke depan, diharapkan hutan pangan yang dibangun tidak hanya menjadi sumber pangan alternatif, tetapi juga berfungsi sebagai penyangga ekosistem, tempat belajar bersama, dan penggerak ekonomi lokal.
Inisiatif ini menjadi bukti bahwa perubahan besar dapat dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan bersama, dengan semangat gotong royong dan visi keberlanjutan. Hutan lestari, desa berdikari.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News