mahasiswa kkn unri ajak warga rw 05 pematangkapau ubah sampah jadi berkah lewat kompos dan pirolisis - News | Good News From Indonesia 2025

Mahasiswa KKN UNRI Ajak Warga RW 05 Pematangkapau Ubah Sampah Jadi Berkah Lewat Kompos dan Pirolisis

Mahasiswa KKN UNRI Ajak Warga RW 05 Pematangkapau Ubah Sampah Jadi Berkah Lewat Kompos dan Pirolisis
images info

Suasana Minggu pagi di RW 05 Kelurahan Pematangkapau, Kecamatan Kulim, Kota Pekanbaru, terasa berbeda dari biasanya. Sejak pukul 07.00 WIB, warga mulai berdatangan ke lapangan serbaguna RW 05 sambil membawa kantong berisi sampah rumah tangga.

Namun kali ini, tujuan mereka bukan untuk membuang sampah, melainkan belajar bagaimana mengolahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) MBKM Universitas Riau (UNRI) Fakultas Pertanian menggelar penyuluhan dan demonstrasi pengolahan sampah dengan dua topik utama yaitu komposting dari sampah organik dan pirolisis dari sampah anorganik.

Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama dengan Kampung Sedekah Babada dan Kampung Keluarga Berkualitas Mandiri Berkah Ilahi.

Tidak hanya belajar teori, warga juga langsung mempraktikkan pengolahan sampah menggunakan metode sederhana yang bisa diterapkan di rumah masing-masing.

Kegiatan dimulai pukul 07.30 WIB dengan senam pagi yang dipandu oleh instruktur lokal. Anak-anak, ibu rumah tangga, hingga bapak-bapak ikut bergerak mengikuti irama musik. Suasana cair dan penuh canda membuat semua peserta bersemangat.

Usai senam, panitia menyiapkan sarapan bersama berupa nasi goreng, teh panas, dan kue tradisional. Sambil menikmati hidangan, warga saling berbincang dan bertukar cerita. Suasana kekeluargaan ini menjadi pembuka yang hangat sebelum masuk ke sesi inti.

Penyuluhan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dipandu oleh Arya Mandar Azis, mahasiswa Kukerta MBKM UNRI yang memaparkan metode pembuatan kompos dari sampah organik. Arya menjelaskan bahwa sampah organik rumah tangga—seperti sisa sayuran, kulit buah, dan daun kering—dapat diubah menjadi pupuk alami yang bermanfaat bagi tanaman.

“Banyak orang mengira membuat kompos itu rumit, padahal sebenarnya sederhana. Yang dibutuhkan hanya wadah, sampah organik, dan sedikit kesabaran,” jelas Arya sambil menunjukkan wadah kompos sederhana berbahan ember bekas.

Sesi kedua dipandu oleh Viery Grealdi, yang membawakan materi tentang pirolisis untuk sampah anorganik. Pirolisis adalah proses menguraikan sampah—terutama plastik—dengan pemanasan tanpa oksigen, sehingga tidak menghasilkan asap berbahaya.

“Pirolisis mungkin terdengar teknis, tapi sebenarnya bisa dilakukan dalam skala kecil. Alatnya sederhana, dan hasilnya bisa berupa minyak pirolisis yang memiliki nilai guna,” terang Viery.

Demonstrasi pirolisis dilakukan di sudut lapangan dengan pengawasan ketat demi keamanan. Warga tampak antusias melihat proses ini, apalagi ketika Viery menjelaskan bahwa metode ini bisa menjadi solusi mengurangi tumpukan plastik di rumah.

Menurut Ketua RW 05 Kelurahan Pematangkapau Rusli M. Noor, S.Sos, kegiatan ini menjadi pengalaman baru yang membuka wawasan warga.

“Kami sangat mengapresiasi dua kegiatan ini. Banyak warga yang baru tahu bahwa sampah bisa diolah dengan cara sederhana dan menghasilkan manfaat nyata. Mahasiswa KKN tidak hanya memberi teori, tapi juga mengajarkan praktiknya langsung. Semoga ke depannya bisa terus berlanjut,” ujar Rusli.

Warga pun langsung mencoba hasil pembelajaran hari itu. Beberapa ibu rumah tangga menata ulang tong sampah di rumah mereka untuk memisahkan sampah organik dan anorganik. Bahkan, ada yang berencana membuat kelompok kecil untuk mengelola kompos bersama.

Pekanbaru, seperti banyak kota lain di Indonesia, menghadapi masalah serius terkait pengelolaan sampah. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru, jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari mencapai lebih dari 800 ton, dengan persentase besar berupa sampah organik dan plastik sekali pakai.

Sayangnya, sebagian besar sampah tersebut masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), yang lambat laun akan penuh. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak buruk seperti pencemaran tanah, air, dan udara.

Program penyuluhan yang dilakukan mahasiswa KKN ini menjadi salah satu upaya nyata mengurangi beban TPA dengan mendorong pengelolaan sampah berbasis rumah tangga.

Arya Mandar Azis, pemateri komposting, menegaskan bahwa solusi pengelolaan sampah tidak harus mahal.

“Kami ingin membuktikan bahwa pengolahan sampah itu tidak harus mahal atau rumit. Dengan alat sederhana dan pengetahuan dasar, siapa pun bisa membuat kompos sendiri di rumah. Harapan kami, warga bisa terus melanjutkan praktik ini untuk mengurangi limbah dan sekaligus menciptakan manfaat ekonomi dari rumah,” ungkap Arya.

Viery Grealdi menambahkan bahwa pirolisis dapat menjadi langkah penting untuk mengatasi masalah plastik.

“Plastik adalah tantangan terbesar kita. Dengan pirolisis, kita bisa mengubahnya menjadi bahan bakar alternatif tanpa mencemari lingkungan. Ini langkah kecil, tapi dampaknya bisa besar kalau dilakukan bersama-sama,” ujarnya.

Kegiatan ini tak akan terwujud tanpa dukungan komunitas lokal seperti Kampung Sedekah Babada dan Kampung Keluarga Berkualitas Mandiri Berkah Ilahi. Kedua komunitas ini selama ini aktif menggerakkan warga dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Perwakilan Kampung Sedekah Babada, Rusli M. Noor, mengatakan pihaknya siap menjadi jembatan antara masyarakat dan program-program kampus.

“Kami percaya, kalau kampus dan warga bekerja bersama, hasilnya akan luar biasa. Mahasiswa punya ilmu, warga punya pengalaman lapangan. Tinggal kita satukan untuk kebaikan bersama,” ujarnya.

Hasil nyata dari kegiatan ini terlihat bahkan sebelum acara selesai. Sejumlah warga langsung mengemas kompos yang baru dibuat untuk dibawa pulang. Beberapa bapak-bapak berdiskusi dengan mahasiswa KKN mengenai cara membuat alat pirolisis sederhana dari barang bekas.

Selain itu, akan diadakan lomba antar-RT di RW 05 untuk melihat siapa yang paling konsisten dalam mengelola sampah. Lomba ini diharapkan menjadi motivasi tambahan agar praktik yang diajarkan tidak berhenti begitu saja.

Kegiatan ini juga melibatkan anak-anak dan remaja setempat. Mereka diajak mengikuti permainan edukatif tentang pentingnya memilah sampah. Dengan media poster, gambar, dan cerita bergambar, mereka diajarkan bahwa mengurangi sampah adalah bagian dari menjaga bumi.

Penyuluhan dan praktik pengolahan sampah di RW 05 ini membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil di lingkungan sekitar. Dengan modal alat sederhana, pengetahuan dasar, dan kemauan untuk mencoba, masalah sampah bisa diubah menjadi peluang.

Semangat kolaborasi antara mahasiswa, warga, dan komunitas lokal menjadi modal utama untuk keberlanjutan program ini. 

“Kami berharap kegiatan ini tidak berhenti di sini. Ini adalah awal dari gerakan warga sadar lingkungan yang berkelanjutan,” tutup Arya dan Viery kompak.

Dengan langkah kecil namun konsisten, RW 05 membuktikan bahwa perubahan positif bisa lahir dari kesadaran bersama. Di tengah tantangan besar masalah sampah, semangat gotong royong ini menjadi cahaya harapan bagi masa depan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.