40 hari mengabdi dari desa kecil lahir gerakan besar untuk menyelamatkan lingkungan - News | Good News From Indonesia 2025

40 Hari Mengabdi: dari Desa Kecil, Lahir Gerakan Besar untuk Menyelamatkan Lingkungan

40 Hari Mengabdi: dari Desa Kecil, Lahir Gerakan Besar untuk Menyelamatkan Lingkungan
images info

Di sebuah desa yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota, sekelompok mahasiswa KKN dari IPB University datang membawa misi sederhana tetapi bermakna besar, mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah.

Bagi sebagian orang, 40 hari hanyalah satu lembar di kalender. Namun bagi kami, Kawan GNFI, itu adalah waktu yang penuh perjuangan, pembelajaran, dan kolaborasi. Sejak hari pertama menginjakkan kaki di Desa Cimanggu 1, kami sadar bahwa perubahan tidak akan datang jika tidak dimulai dari langkah kecil yang konsisten.

Desa Cimanggu 1 memiliki keindahan alam yang memanjakan mata. Namun, di balik itu, masalah sampah menjadi bayang-bayang yang mengganggu.

Sebagian warga masih membuang sampah sembarangan, baik di sungai maupun di lahan kosong. Kesadaran memilah sampah belum terbentuk, dan sistem pengelolaan yang efektif belum berjalan optimal.

Situasi ini menjadi tantangan pertama kami. Kami percaya bahwa untuk mengubah kebiasaan, perlu adanya solusi yang sederhana, mudah diterapkan, dan memberikan manfaat langsung bagi warga.

Bantu Peternak Desa, Mahasiswa KKN IPB Hadirkan JILATA untuk Sehatkan Ternak

Langkah awal kami dimulai dari permasalahan sampah organik. Sampah ini sering dianggap sepele, padahal jika dibiarkan dapat menjadi sumber bau tak sedap, penyakit, dan pencemaran lingkungan.

Untuk mengatasinya, kami memperkenalkan budidaya maggot—larva Black Soldier Fly—yang mampu mengurai sampah organik dengan cepat tanpa menimbulkan bau menyengat.

Awalnya, sebagian warga ragu. Bagaimana mungkin larva bisa menjadi solusi? Namun, setelah kami menunjukkan prosesnya—maggot yang memakan sisa makanan hingga habis—keraguan itu mulai berganti rasa percaya.

Bahkan, beberapa warga mulai mencoba memelihara maggot sendiri di rumah mereka. Selain mengurangi sampah, maggot juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak bernutrisi tinggi.

Maggot hanya efektif untuk sampah organik. Lalu, bagaimana dengan sampah anorganik yang justru sulit terurai? Untuk menjawab tantangan ini, kami mencetuskan program edukasi perilaku.

Perubahan perilaku memerlukan pengingat yang konsisten, sehingga kami membuat plang edukasi sampah berisi informasi tentang lama waktu penguraian berbagai jenis sampah—misalnya, plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.

Plang-plang ini dipasang di lokasi strategis seperti balai desa, dan jalur yang sering dilalui warga. Selain itu, kami memasang banner edukasi berukuran besar yang memuat imbauan untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Dengan begitu, pesan-pesan ini akan terus mengingatkan warga setiap harinya.

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, kami mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga. Di sana, truk-truk sampah datang silih berganti, menambah gunungan sampah yang mengeluarkan bau menyengat.

Pemandangan ini menyadarkan kami bahwa masalah sampah bukan hanya terjadi di desa, tetapi juga menjadi isu nasional yang memerlukan perhatian serius.

Pengalaman tersebut mempertegas keyakinan kami: jika perubahan tidak dimulai dari rumah, desa, dan diri sendiri, maka masalah sampah akan menjadi bom waktu bagi generasi berikutnya.

Dari seluruh rangkaian kegiatan, kami belajar bahwa gerakan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Satu rumah belajar memilah sampah, satu keluarga membudidayakan maggot, dan satu warga mengajak tetangganya untuk peduli. Setiap tindakan kecil itu adalah percikan api yang kelak dapat menjadi nyala perubahan.

PKK RW 3 Antusias Ikuti Edukasi “Lawan Diabetes dari Dapur Sendiri” Bersama KKN-T 112 Undip Kelompok 3

Bahkan setelah program KKN selesai, beberapa warga masih aktif melanjutkan kegiatan yang telah kami mulai. Ini menjadi bukti bahwa perubahan bisa bertahan jika ada keterlibatan dan rasa memiliki dari masyarakat.

40 puluh hari pengabdian ini bukanlah akhir, melainkan awal. Awal dari desa yang lebih bersih, warga yang lebih sadar, dan generasi yang lebih peduli.

“Kami berharap langkah yang kami ambil di Desa Cimanggu 1 dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di seluruh Indonesia,” ujar Koordinator Desa kelompok KKN Cimanggu 1.

Kawan GNFI, menyelamatkan lingkungan bukanlah tugas segelintir orang, tetapi tanggung jawab kita semua. Mari mulai dari langkah kecil, karena perubahan besar selalu berawal dari sana.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KB
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.