Suasana sore di Posko KKNT IPB RT 5 Desa Kutamukti tampak berbeda dari biasanya. Tawa anak-anak berpadu dengan semangat belajar, menghidupkan ruang sederhana itu menjadi tempat yang penuh energi positif.
Sejak awal Juli, posko ini menjadi rumah kedua bagi anak-anak desa lewat program Selasar Cerdas, sebuah kegiatan belajar-mengajar informal yang rutin diadakan setiap hari Selasa dan Jumat.
Program Selasar Cerdas pertama kali dilaksanakan pada 1 Juli 2025 dan berlanjut di tanggal 4, 11, 15, 18, hingga 25 Juli 2025. Setiap pertemuan diikuti oleh rata-rata 15 hingga 25 anak, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar.
Mereka datang dengan antusias, duduk rapi sambil membawa buku dan alat tulis, siap menerima pelajaran baru dari para mahasiswa KKN.
Selasar Cerdas dirancang agar anak-anak tidak hanya belajar, tetapi juga merasakan pengalaman yang menyenangkan. Kegiatan ini terbagi ke dalam tema mingguan: bahasa dan literasi pada minggu pertama, numerik pada minggu kedua, budaya Indonesia pada minggu ketiga, agama pada minggu keempat, serta eksperimen sederhana pada minggu kelima.
Metode pembelajaran menggunakan presentasi interaktif (PPT) dan pendekatan komunikatif, sehingga materi mudah dipahami oleh anak-anak. Selain itu, setiap sesi selalu diselingi dengan permainan edukatif yang bertujuan memperkuat pemahaman serta menjaga semangat belajar.
“Anak-anak di sini sebenarnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika mereka diberi ruang untuk bertanya dan bereksperimen, hasilnya luar biasa. Bahkan ada beberapa anak yang awalnya kesulitan membaca, kini sudah lancar setelah beberapa kali pertemuan,”ungkap Maryam salah satu mahasiswa KKNT IPB yang menjadi penanggung jawab kegiatan.
Program ini tidak hanya membantu anak-anak memahami pelajaran sekolah seperti matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, tetapi juga membentuk karakter positif melalui pembelajaran nilai-nilai moral dan pengenalan budaya Indonesia.
Kawan GNFI, pada setiap sesi, anak-anak diajak mengenal keragaman budaya Nusantara mulai dari tarian, pakaian adat, hingga cerita rakyat. Dalam sesi eksperimen, mereka diajarkan sains sederhana, seperti membuat pelangi dalam gelas atau mengamati reaksi bahan dapur, sehingga rasa ingin tahu mereka semakin terasah.
Orang tua pun memberikan dukungan moral terhadap program ini. “Kami senang sekali ada kegiatan seperti ini. Anak-anak jadi tidak hanya bermain gadget, tapi juga mendapatkan pelajaran tambahan dan bisa berteman dengan banyak anak lain,” kata salah satu orang tua peserta.
Indikator keberhasilan program Selasar Cerdas terlihat dari tingginya tingkat kehadiran peserta di setiap pertemuan. Rata-rata jumlah anak yang hadir konsisten di angka 15–25 peserta, bahkan beberapa kali melebihi target karena ada anak dari RT lain yang ikut bergabung.
Para fasilitator selalu menciptakan suasana belajar yang interaktif. Anak-anak tidak hanya menjadi pendengar, tetapi juga diajak aktif menjawab pertanyaan, mempresentasikan hasil pekerjaan, atau terlibat dalam permainan kelompok yang memacu kerja sama.
“Setiap pertemuan selalu ada yang baru, jadi anak-anak tidak bosan. Mereka malah sering bertanya, ‘Kak, besok kita belajar apa lagi?’ Itu membuat kami semakin bersemangat mempersiapkan materi,” tambah Ria, salah satu anggota tim KKN.
Meskipun program ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan KKN yang hanya berlangsung dalam periode tertentu, banyak warga berharap Selasar Cerdas dapat terus berjalan meski mahasiswa telah selesai bertugas.
Beberapa orang tua bahkan mengusulkan agar kegiatan serupa difasilitasi oleh karang taruna atau perangkat desa sebagai kegiatan rutin mingguan.
Bagi anak-anak, Selasar Cerdas bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang bermain yang aman dan positif. Mereka dapat bertemu teman-teman baru, berbagi cerita, dan mencoba hal-hal baru tanpa rasa takut.
Bagi mahasiswa KKN, program ini menjadi pengalaman berharga untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, memahami kebutuhan anak-anak, serta merancang metode pembelajaran yang kreatif dan adaptif.
Kawan GNFI, cerita dari Desa Kutamukti ini menjadi pengingat bahwa pendidikan tidak selalu harus dilakukan di dalam kelas formal. Kadang, ruang sederhana di sebuah posko desa bisa menjadi tempat tumbuhnya mimpi-mimpi besar anak-anak.
Dengan bimbingan yang tepat dan lingkungan yang mendukung, mereka dapat berkembang menjadi generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News