Legenda putri tujuh merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari Riau. Legenda ini berkisah tentang tujuh orang putri Ratu Cik Sima di masa lalu yang terkenal dengan kecantikannya.
Berikut kisah dari legenda putri tujuh tersebut?
Legenda Putri Tujuh, Cerita Rakyat Riau
Dilihat dari buku Astri Damayanti yang berjudul Kumpulan Legenda Nusantara Favorit, dikisahkan pada zaman dahulu di tanah Riau terdapat sebuah kerajaan yang bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang ratu bernama Cik Sima.
Meskipun berbeda dengan kerajaan pada umumnya, Ratu Cik Sima tetap bisa menjadi seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Seri Bunga Tanjung menjadi negeri yang makmur dan damai.
Ratu Cik Sima memiliki tujuh orang putri yang cantik jelita. Kecantikan dari ketujuh putrinya ini sangat terkenal, tidak hanya di Seri Bunga Tanjung, tetapi juga ke berbagai kerajaan lainnya.
Tidak heran banyak pangeran yang ingin melamar ketujuh putri tersebut. Salah satunya adalah Pangeran Empang Kuala.
Pangeran Empang Kuala ingin membuktikan kabar yang dia dengar terkait kecantikan ketujuh putri tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi berlayar ke Seri Bunga Tanjung.
Sesampainya di sana, Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya menyamar sebagai orang biasa. Dengan demikian, dia bisa bergerak bebas di kerajaan tersebut dan membuktikan kabar yang didapatkan sebelumnya.
Rombongan Pangeran Empang Kuala ini menjelajahi Kerajaan Seri Bunga Tanjung selama berhari-hari. Pada suatu hari, rombongan ini sampai ke sebuah sungai yang jernih.
Tiba-tiba mata Pangeran Empang Kuala tertuju pada pemandian yang ada di dekat sarang umai atau landak. Di sana ada tujuh orang putri cantik jelita yang tengah membersihkan diri.
Ternyata tujuh orang putri tersebut adalah anak-anak dari Ratu Cik Sima. Pangeran Empang Kuala hanya bisa terpaku melihat kecantikan ketujuh putri tersebut.
Bahkan untuk memberi tahu pengawalnya, Pangeran Empang Kuala hanya bisa terbata-bata. Sang pangeran berkata, "Li.. li... lihathat di.. di.. umai."
Konon dari ucapan sang pangeran, daerah tersebut kemudian dinamai Dumai. Sang pangeran mengamati ketujuh putri tersebut hingga mereka usai.
Dari semua putri tersebut, Pangeran Empang Kuala ternyata jatuh hati kepada si bungsu. Akhirnya dia memutuskan untuk melamar sang putri tersebut kepada Ratu Cik Sima.
Pangeran Empang Kuala kemudian keluar dari penyamarannya. Dia mempersiapkan rombongan dan melakukan lamaran secara resmi kepada putri bungsu Ratu Cik Sima.
Rombongan ini disambut dengan hangat oleh Ratu Cik Sima. Namun situasi berubah ketika Pangeran Empang Kuala menyampaikan maksud kedatangannya.
Ratu Cik Sima menolak lamaran tersebut. Menurut adat yang ada di Seri Bunga Tanjung, putri bungsu tidak bisa menikah terlebih dahulu sebelum kakak-kakaknya.
Jawaban ini tentu tidak diterima oleh Pangeran Empang Kuala. Dengan penuh emosi, dia memutuskan untuk berperang dengan Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Pangeran Empang Kuala mengirimkan utusan ke kerajaannya agar mendatangkan lebih banyak pasukan. Akibatnya perang di antara dua kerajaan akhirnya tidak terelakkan.
Ratu Cik Sima kemudian memutuskan untuk mengungsikan ketujuh putrinya di sebuah gua. Ratu Cik Sima memberikan bekal selama tiga bulan untuk putri-putrinya.
Kembali ke medan perang, pertempuran antara kedua negara tidak berimbang. Tidak terasa perang tersebut sudah berjalan empat bulan lamanya.
Ketika pasukan Pangeran Empang Kuala hampir berhasil menguasai semua wilayah kerajaan, Ratu Cik Sima meminta bantuan pada jin yang menjadi sahabatnya.
Jin ini kemudian melakukan pertapaan di atas sebuah bukit. Tempat bertapanya ini di kemudian hari dikenal dengan nama Bukit Jin.
Tiba-tiba pasukan jin datang membantu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Dengan mudah pasukan ini memukul mundur armada Pangeran Empang Kuala hingga kembali ke daerah asalnya.
Kerajaan Seri Bunga Tanjung selamat dari kehancuran. Ratu Cik Sima kemudian pergi ke gua tempat dia menyembunyikan ketujuh putrinya.
Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima ketika sampai di sana. Sebab ketujuh putrinya sudah meninggal dunia.
Dia kemudian teringat bahwa bekal yang diberikan hanya cukup untuk waktu tiga bulan saja. Akhirnya Ratu Cik Sima hanya bisa meratapi kepergian ketujuh putrinya tersebut.
Konon gua tempat pengungsian ketujuh putri tersebut bernama Gua Putri Tujuh. Saat ini, gua tersebut sudah menjadi salah satu kilang minyak yang ada di Dumai.
Begitulah kisah dalam legenda putri tujuh yang jadi salah satu cerita rakyat dari Riau.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News