tidak sekadar formalitas mari ciptakan fasilitas publik yang nyaman untuk semua - News | Good News From Indonesia 2025

Tidak Sekadar Formalitas, Mari Ciptakan Fasilitas Publik yang Nyaman untuk Semua

Tidak Sekadar Formalitas, Mari Ciptakan Fasilitas Publik yang Nyaman untuk Semua
images info

Di banyak kota Indonesia, kita sering menjumpai bangunan publik yang tampak megah dan modern. Ramp sudah terpasang, guiding block kuning membentang di lantai, dan pintu masuk dibuat cukup lebar untuk kursi roda.

Sekilas, semua ini memberikan kesan bahwa bangunan tersebut ramah bagi semua kalangan.

Namun, ketika benar-benar digunakan, barulah terasa bahwa banyak dari fasilitas itu ada hanya untuk memenuhi syarat, bukan untuk memudahkan pengguna secara nyata.

Pernah terlihat ramp terlalu curam hingga sulit dilalui kursi roda? Atau guiding block yang berakhir di depan tiang lampu atau pot tanaman? Fenomena ini bukan hal langka.

Bangunan-bangunan seperti itu sering kali sudah mengantongi sertifikat laik fungsi dan dinyatakan sesuai aturan teknis. Secara administratif, mereka lulus uji regulasi.

Namun, bagaimana dengan ujian lapangan, ujian dari para pengguna sesungguhnya?

Pembangunan Pertanian Revolusi Hijau pada Masa Orde Baru dalam Perspektif Eksternal dan Pendekatan Depedensi

Kesalahan yang terjadi cukup beragam. Ramp sering kali dibuat terlalu sempit, permukaannya licin, atau tanpa pegangan tangan di kedua sisi. Guiding block dipasang tanpa arah jelas, polanya tertukar, atau bahkan berhenti di tempat yang membahayakan.

Ada pula pintu dan koridor yang sempit sehingga kursi roda sulit lewat, tangga tanpa pegangan dan penanda warna kontras, serta toilet yang tidak cukup luas atau tanpa pegangan dinding.

Di luar bangunan, area parkir khusus disabilitas sering jauh dari pintu masuk, tidak memiliki marka jelas, atau dipakai sembarangan oleh kendaraan nondisabilitas.

Padahal, regulasi kita jelas. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 menjamin hak akses penyandang disabilitas, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan mengatur detail teknis seperti Ramp dengan kemiringan maksimal 1:12 (8,33%) dan lebar minimal 120 cm memudahkan kursi roda melintas.

Handrail setinggi 80–90 cm terpasang di kedua sisi, dengan guiding block garis untuk arah dan titik untuk peringatan. Pintu minimal 90 cm, toilet khusus dengan diameter manuver 150 cm dilengkapi grab bar, serta tombol lift pada ketinggian 90–120 cm memastikan akses aman dan nyaman bagi semua.

Dengan aturan ini, seharusnya kita tidak lagi melihat ramp bak tanjakan ekstrem atau guiding block yang menyesatkan. Sayangnya, banyak pembangunan hanya fokus pada kepatuhan aturan tanpa kepedulian nyata.

Anggaran dan keterbatasan lahan sering dijadikan alasan, seolah aksesibilitas adalah beban tambahan, bukan bagian inti desain. Lebih parah lagi, jarang ada pelibatan komunitas disabilitas dalam perencanaan, sehingga fasilitas yang dibangun ramah di kertas tapi menyulitkan di lapangan.

Jejak Sejarah dan Nilai Perjuangan di Balik Tawa Lomba Agustusan

Bangun Aksesibilitas bagi Kenyamanan Warga Negara Indonesia

Kita harus ingat bahwa setiap desain yang abai pada aksesibilitas sama saja menutup pintu bagi sebagian warga negara. Bagi orang yang menggunakan kursi roda, ramp yang terlalu curam bisa berarti terhenti di depan pintu.

Bagi tuna netra, guiding block yang salah arah bisa berarti tersesat atau terjatuh. Bagi lansia, ketiadaan pegangan tangan di tangga bisa berarti ancaman keselamatan. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga soal keselamatan dan martabat manusia.

Bangunan publik seharusnya dibangun melampaui sekadar patuh aturan, dengan memastikan setiap orang dapat menggunakannya secara aman, nyaman, dan mandiri.

Pemerintah perlu memperkuat pengawasan hingga tahap penggunaan. Para perancang dan pelaksana pembangunan harus berani menolak desain yang hanya mengejar formalitas. Masyarakat berhak mengkritisi fasilitas yang sekadar menjadi pajangan.

Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang menyambut semua orang tanpa kecuali: mereka yang sehat dan bugar, yang berjalan perlahan, yang melihat dengan bantuan tongkat, hingga orang tua yang mendorong kereta bayi sambil menggandeng anak.

Traveling Tanpa Dikerok Mas Robi: Kesalahan Paling Mahal Saya Tahun Ini

Inilah makna sejati dari ruang publik tempat yang benar-benar terbuka, aman, dan inklusif bagi siapa pun yang memasukinya.

Karena pada akhirnya, ukuran kemajuan sebuah kota tidak hanya diukur dari tingginya gedung atau megahnya fasilitas. Namun, dari sejauh mana setiap warganya, tanpa memandang kemampuan fisik, dapat melangkah masuk dan merasa: “Tempat ini juga milik saya.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.