istana di gang kecil pekalongan istano sujasmina simbol ketekunan dan kerja keras - News | Good News From Indonesia 2025

Istana di Gang Kecil Pekalongan, Istano Sujasmina, Simbol Ketekunan dan Kerja Keras

Istana di Gang Kecil Pekalongan, Istano Sujasmina, Simbol Ketekunan dan Kerja Keras
images info

Istano Sujasmina, sebuah rumah milik Jasril Inko dan Sumanah, berdiri megah di gang kecil bernama Gang Puntodewo, Kelurahan Gamer, Pekalongan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa rumah ini lahir dari keringat perjuangan seorang buruh batik bernama Jasril Inko, yang kini menjadi pengusaha batik yang dihormati.

Mahasiswa KKNT Inovasi IPB di Kelurahan Gamer seperti kami, awalnya hanya memandang rumah itu sebagai bangunan biasa yang megah dan unik. Namun, semakin kami mengenal kisah di baliknya, makin kami sadar bahwa rumah itu bukan sekedar tempat singgah belaka; Istano Sujasmina adalah simbol ketekunan, kesabaran, dan kebaikan hati pasangan Jasril Inko dan Sumanah.

Berakar dari Dua Suku yang Berbeda

Sumatra Barat, 22 Mei 1974, adalah hari bersejarah yang menjadi saksi lahirnya seorang pengusaha batik asal tanah Minang: Jasril Inko. Sejak muda, Jasril telah menaruh perhatian pada seni.

Setelah lulus dari Sekolah Seni Rupa pada tahun 1996, ia mulai terjun ke dunia batik dengan bekerja bersama Wirda Hanim, seorang aktivis pelestarian budaya Minang. Wirda Hanimlah yang memperkenalkan Jasril pada batik tanah liek, batik khas Minangkabau yang kala itu mulai ditinggalkan.

Sumanah, seorang buruh batik asal Pekalongan yang saat itu bekerja di tempat Wirda Hanim, bertemu dengan Jasril. Takdir pun mempertemukan mereka dalam ikatan pernikahan pada tahun 1998, menyatukan dua budaya: Jawa dan Minang. Dari perpaduan nama merekalah kelak lahir 'Sujasmina' yang memiliki kepanjangan dari Sumanah Jawa dan Jasril Minang.

Awal Mula Perjalanan

Setelah menikah, Jasril Inko semakin tekun bekerja. Ia juga selalu menyempatkan diri untuk belajar lebih banyak mengenai batik, seperti cara membuat pewarna alam, takaran obat lilin, dan teknik lainnya.

Perjalanan hidup Jasril dan Sumanah seolah dimulai kembali ketika anak pertama mereka lahir pada tahun 2000, yang mereka beri nama Tia Rani Sujasmina. Pada tahun yang sama, mereka memutuskan untuk pindah ke Jawa Tengah, kampung halaman Sumanah, tepatnya di Denasri, Kabupaten Batang.

Denasri menjadi tempat baru bagi Jasril untuk memulai hidupnya. Tentu tidak mudah bagi seorang Minang seperti dirinya yang harus merantau ke Pulau Jawa. Jasril bekerja sebagai buruh harian di Pekalongan.

Ia harus mengayuh sepeda cukup jauh setiap hari agar bisa sampai ke tempat kerja. Kesibukan dan lelahnya pekerjaan tidak membuat Jasril gentar untuk terus mendalami dunia batik. Hingga akhirnya, Jasril dan Sumanah berhasil mengumpulkan modal sebesar Rp700.000, jumlah yang cukup untuk membeli peralatan dasar membatik, 11 potong kain sutra, obat lilin dan kebutuhan lainnya untuk membatik.

Kesebelas potong kain sutra yang telah dibatik itu ditawarkan oleh Jasril kepada mantan bosnya di Sumatera Barat, Wirda Hanim. Hasil kerja tangan Jasril dengan motif halus, pewarnaannya yang tajam, dan detailnya menunjukkan karakter khas batik tanah liek membuat mantan bosnya menyukai batik tersebut.

Sejak saat itu, Jasril dan Sumanah mulai membangun usaha batik mereka sendiri yang diberi nama Batik Sujasmina.

Pada tahun 2002, Sujasmina pindah ke Kelurahan Gamer, Kota Pekalongan. Mereka mendapatkan pinjaman dari mantan bosnya untuk membeli sebuah rumah kecil nan tua di Gang Puntodewo.

Di Gamer, usaha Batik Sujasmina semakin berkembang. Pesanan terus berdatangan, hingga Jasril memutuskan berhenti bekerja agar bisa fokus pada usahanya. Batik Sujasmina kebanjiran pesanan, hingga akhirnya Batik Sujasmina berkesempatan bekerja sama dengan Dian Pelangi, seorang perancang busana ternama di tanah air.

Titik Balik Kejayaan dan Tantangannya

Batik Sujasmina seperti mendapatkan durian runtuh. Pada tahun 2013, keluarga Wirda Hanim mendatangi dapur usaha batiknya di Pekalongan. Mereka menawarkan kerja sama dengan membawa pesanan besar untuk membuka cabang-cabang batik yang akan dibangun oleh keluarga Wirda Hanim. Sejak saat itu, Batik Sujasmina mulai merekrut pekerja untuk memenuhi pesanan tersebut.

Peluang ini menjadi titik balik yang penting bagi perjalanan Batik Sujasmina. Kepercayaan yang diberikan keluarga Wirda Hanim lebih dari sekedar pesanan besar, namun bentuk apresiasi atas ketekunan Jaril dan Sumanah selama ini. Dukungan itu membakar semangat Batik Sujasmina untuk terus berkembang. Mereka melibatkan warga sekitar dalam perjalan ini, membuat usaha ini tidak hanya menjadi bisnis keluarga, tetapi tumbuh sebagai ruang pemberdayaan masyarakat.

Namun, perjalanan Batik Sujasmina tidak selalu mulus. Pandemi COVID-19 yang melanda pada awal 2020 menjadi ujian terberat dalam sejarah usaha ini. Permintaan pasar menurun drastis, dan suasana yang sebelumnya ramai di dapur produksi perlahan berubah menjadi sunyi.

Jumlah pekerja yang semula lebih dari 50 orang di pabrik, serta puluhan lainnya yang membantu dari rumah, berkurang hingga hanya tersisa sekitar 30 orang. Sebagian pekerja rumahan pun terpaksa berhenti karena tidak ada lagi bahan yang bisa didistribusikan.

Harapan baru untuk usaha ini timbul dari sang anak, Tia Rani Sujasmina. Dia membawa Batik Sujasmina ke dunia digital, inisiatif yang ia ambil berhasil menyelamatkan Batik Sujasmina untuk bangkit kembali. Rani membuat pakaian dari batik printing usaha orang tuanya dan menjualkannya di e-commerce, usaha yang dilakukan Rani perlahan membangkitkan roda usaha Batik Sujasmina.

Wadah Pemberdayaan Masyarakat

Sejak awal 2000-an, Batik Sujasmina telah tumbuh menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Gamer, Kota Pekalongan. Banyak masyarakat yang bergabung sebagai pekerja dalam usaha ini, Jasril memperlakukan mereka bagaikan keluarga sendiri, saling menghargai dan tumbuh bersama.

Di kehidupan sosial, Jasril banyak berkontribusi baik tenaga maupun uang. Gang Puntodewo yang menjadi tempat tinggal Sujasmina, tak pernah absen dari kegiatan kelurahan seperti karnaval 17 agustus, malam satu suro, dan kegiatan sosial lainnya. Semua dilakukan Jasril bukan untuk pencitraan, namun murni atas dasar kebahagiaan melihat warga berkumpul dan bergotong royong.

Jasril Inko juga terlibat aktif dalam kegiatan KKNT Inovasi IPB sebagai narasumber dalam kegiatan Gamer Serasi. Ia menceritakan perjuangannya dalam membangun usaha, memberi motivasi kewirausahaan kepada warga, serta mendukung kegiatan literasi keuangan yang dipandu oleh mahasiswa KKN.

“Dalam mengatur keuangan itu satu yang penting, kita tahu mana kebutuhan kita, dan selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki,” ucapnya saat kegiatan berlangsung.

Bagi kami, mahasiswa KKN, Sujasmina adalah contoh konkret kebaikan. Mereka mengajak kami makan malam bersama keluarga, berwisata ke Kembang Langit, senam bersama warga setiap Jumat sore, hingga mengadakan malam perpisahan lengkap dengan api unggun bersama seluruh warga Gang Puntodewo. Semua itu bukan sekadar rangkaian kegiatan, tetapi kenangan yang akan terus kami bawa pulang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.