Amnesti dan abolisi, adalah dua istilah yang sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia pasca Presiden Prabowo Subianto memberikannya kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto. Peristiwa tersebut membangkitkan rasa penasaran masyarakat mengenai proses hukum yang ada di Indonesia.
Lalu, apa sih itu amnesti dan abolisi? Apa landasan hukum dan perbedaan keduanya? Mari kita ulas di dalam artikel ini.
Apa itu Amnesti dan Abolisi?
Secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), abolisi adalah peniadaan peristiwa pidana. Menurut Ahli Hukum Pidana dari Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian, yang dikutip dari Hukum Online, abolisi adalah penghapusan perbuatan pidana yang mengakibatkan seseorang (yang sedang menjalani proses hukum) terbebaskan dari tuntutan dan dampak hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.
Lain halnya dengan abolisi, amnesti dapat dimaknai sebagai pengampunan hukum oleh pemerintah kepada suatu pihak atau kelompok atas peristiwa pidana tertentu.
Lanjut Ahmad Sofian, amnesti tidak menghapus perbuatan pidana yang dilakukan seseorang, melainkan menghentikan proses hukum yang sedang dijalani, sehingga dapat dibebaskan dari akibat hukum yang diterima.
Apa itu Abolisi? Bentuk Pengampunan Hukum yang Diberikan oleh Negara
Perbedaan Amnesti dan Abolisi
Walaupun memiliki kesamaan atas penghapusan akibat hukum yang diterima, termasuk hukuman dan denda, tetapi amnesti dan abolisi memiliki perbedaan yang mendasar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Belanda, pemberian abolisi menyebabkan terhapusnya peristiwa pidana seseorang, sehingga segala bentuk tuntutan yang diterima akan ditiadakan atau dihentikan. Sedangkan, amnesti bersifat pengampunan oleh negara yang diberikan kepada pihak tertentu yang telah melakukan tindak pidana, sehingga peristiwa pidana yang dilakukan tetap tercatat dalam sejarah.
Walaupun perbedaannya setipis tisu, tetapi abolisi dan amnesti dilandasi atas kepentingan negara untuk menciptakan persatuan demi keberlangsungan pembangunan. Selain itu, keduanya dilandasi asas keterbukaan dan ketidakberpihakan pemerintah agar putusan bersifat objektif.
Landasan Hukum Amnesti dan Abolisi
Pada tahun 1954 terbit UU Darurat yang mengatur perihal amnesti dan abolisi. Pasal 1 mengungkapkan, “Presiden, atas kepentingan negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman”.
Selanjutnya, Pasal 4, mengungkapkan dengan pemberian amnesti dan abolisi, maka akibat hukum yang diterima oleh pihak yang melakukan tindakan pidana dapat dihapuskan.
Namun, saat UU diamandemen pada tahun 1999 hingga 2002, abolisi dan amnesti mengalami perubahan yang tercantum pada pasal 14 yang berbunyi, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Atas dasar pasal tersebut, presiden sebagai pemegang hak prerogatif untuk memberikan abolisi dan amnesti perlu meminta pertimbangan kepada DPR sebelum mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) terhadap abolisi dan amnesti pihak tertentu.
Apa itu Amnesti yang Diusulkan untuk 44 Ribu Napi dan Siapa yang Menerimanya?
Pemberian Amnesti dan Abolisi di Indonesia
Sejarah pemberian amnesti dan abolisi Indonesia memiliki perbedaan di setiap pemerintahan, sejak era Presiden Soekarno hingga Prabowo Subianto.
Berdasarkan salah satu artikel Republika, saat era Orde Lama, pemberontakan dan perlawanan yang marak terjadi membuat mayoritas amnesti dan abolisi diberikan kepada para pemberontak, misalnya pihak yang terlibat dalam pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, hingga PRRI di setiap daerah.
Sedangkan, saat era Orde Baru, Soeharto juga memberikan amnesti dan abolisi kepada kelompok perlawanan yang menuntut kemerdekaan Timor-Timor dari Indonesia.
Keputusan ini dipertimbangkan sebagai dasar untuk memberi pengampunan sekaligus ikhtiar untuk menyatukan Indonesia.
Bergeser ke era Presiden Ketiga, BJ Habibie, beliau memberikan amnesti dan abolisi kepada para tokoh pejuang kemerdekaan yang dulunya melakukan perlawanan di Papua, Aceh, hingga Timor Leste. Selain itu, beliau juga membebaskan sejumlah aktivis atau oposisi yang ditahan saat era Orde Baru.
Sama dengan Presiden BJ Habibie, Presiden Gus Dur juga memberikan amnesti dan abolisi kepada aktivis era Orde Baru dan orang-orang yang aktif menyuarakan pendapat kepada pemerintah, misalnya RM Sawito Kartowibowo yang pernah bersuara tentang kondisi politik Indonesia yang perlu diperbaiki.
Sedangkan, di era presiden SBY, amnesti dan abolisi diberikan kepada para anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah adanya perjanjian damai di Aceh.
Memasuki era digital, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti terkait kasus pengaduan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat Baiq Nuril dan Saiful Mahdi.
Dan yang terakhir, era Prabowo Subianto yang baru berjalan kurang dari satu tahun ini, telah memberikan abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto yang kasusnya sedang dalam proses hukum.
Pemberian Amnesti-Abolisi kepada Hasto Kristiyanto-Tom Lembong
Amnesti dan abolisi menjadi 2 istilah yang hangat belakangan ini akibat dari kasus hukum dari dua petinggi Indonesia, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
Melalui surat Presiden No. R43/Pres 07.2025 yang terbit pada 30 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan permohonan abolisi kepada Tom Lembong, Mantan Menteri Perdagangan Indonesia atas kasus korupsi impor gula pada masa jabatannya, 2015-2016.
Selain itu, Presiden Prabowo juga memberikan amnesti kepada 1.116 orang, termasuk Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP atas kasus suap terkait perkara dugaan korupsi Harun Masiku.
Alasan pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto diungkapkan Istana Kepresidenan dalam rangka kemerdekaan RI Ke-80.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk menjunjung prinsip persatuan dan memperkuat gotong royong antar setiap elemen bangsa.
Menurut Hendri Satrio yang dikutip dari Tempo, pemberian amnesti dan abolisi oleh pemerintah dapat dimaknai sebagai sebuah pesan politik untuk merangkul semua pihak sebagai upaya untuk menciptakan pembangunan Indonesia yang lebih baik.
Dengan demikian pembahasan perihal amnesti dan abolisi yang sedang menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Terlepas dari semua itu, kita berharap agar pemberian amnesti dan abolisi tetap dilandasi atas asas keterbukaan dan ketidakberpihakan. Selamat menyelami istilah dan peristiwanya!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News