Masalah pengelolaan sampah rumah tangga menjadi persoalan klasik di banyak daerah, terutama di kawasan pedesaan yang belum memiliki sistem pengelolaan terpadu. Hal ini pula yang dialami oleh masyarakat Desa Pangsor, Kabupaten Subang, yang selama ini menghadapi keterbatasan fasilitas dan minimnya kesadaran warga dalam memilah dan mengolah sampah.
Namun, kondisi tersebut perlahan mulai berubah sejak kedatangan delapan mahasiswa KKN dari IPB University yang menjalankan pengabdian masyarakat di desa tersebut. Pada Minggu (13/7/2025), mereka menginisiasi pembangunan insinerator sederhana berasap minim yang menjadi bagian dari solusi konkret terhadap persoalan sampah.
Kelompok mahasiswa ini terdiri atas Ardhantinaomi Zahrani, Yasmin Ayu Handayani, Alyaa Nurtaufiqa, Subhan Birori, Putri Zaharani, Veri Dian Saputra, Muhammad Fathin Muyassar, dan Adinda Larasati.
Di bawah koordinasi Fathin, mereka tidak hanya membangun alat, tetapi juga menyusun strategi edukatif agar warga desa tidak hanya melihat hasil, tetapi juga memahami pentingnya proses.
Sosialisasi Humanis dari Pintu ke Pintu
Sebelum pembangunan alat dimulai, tim KKN IPB melakukan sosialisasi secara langsung ke rumah-rumah warga di seluruh RW 01 hingga RW 08. Berbeda dari pendekatan seminar yang biasanya formal dan kaku, mereka memilih metode komunikasi personal.
“Kami sengaja mendatangi rumah warga satu per satu, ngobrol santai sambil menyampaikan informasi penting soal pengelolaan sampah. Ternyata cara ini lebih diterima dan warga lebih terbuka,” jelas Fathin, Ketua Kelompok KKN IPB di Desa Pangsor.
Pelatihan Pembuatan Biopestisida Daun Pepaya oleh KKN-T IPB di Kelompok Tani Sri Rahayu 1 Ngadireso
Hasilnya pun langsung terasa. Banyak warga yang mengaku baru memahami teknik dasar pemilahan sampah, terutama perbedaan antara sampah organik dan anorganik. Tak sedikit yang mulai menerapkan pengomposan mandiri menggunakan limbah dapur, bahkan tertarik mencoba membuat ecoenzym dari sisa buah dan sayur.
Salah satu warga Dusun 3, Rudi, mengungkapkan bahwa ia kini rutin memisahkan sampah organik dan anorganik. "Biasanya saya buang semua ke satu tempat, tapi sekarang saya coba pisahkan, dan ternyata bisa jadi pupuk buat tanaman di pekarangan," ujarnya.
Solusi Konkret lewat Alat Insinerator
Puncak dari rangkaian kegiatan mereka adalah pembangunan alat insinerator sederhana yang berfungsi membakar sampah rumah tangga dengan asap minimal dan sistem sirkulasi udara yang optimal.
Alat ini pertama kali dipasang di TPS RW 01, sebuah lokasi yang sebelumnya dikenal sebagai titik penumpukan sampah yang menimbulkan bau tak sedap.
Sebelum adanya insinerator, TPS tersebut sering penuh hingga meluber ke jalan, mengganggu aktivitas warga yang tinggal di sekitarnya. Kini, kondisi itu mulai berubah. Sampah bisa diolah secara berkala, dan warga ikut berpartisipasi dalam proses pengelolaan.
“Sebelum ada alat ini, sampah numpuk banget, baunya juga mengganggu, apalagi rumah saya dekat TPS. Tapi alhamdulillah sekarang ada alat ini, jadi sampah bisa berkurang,” tutur Beben, warga RW 01 yang rumahnya berdekatan dengan TPS.
Mahasiswa KKN-T IPB Laksanakan Program SAYURITA: Dukung Ketahanan Pangan Warga Dukuh Gunung Tukul, Ponorogo
Cara kerja insinerator ini cukup sederhana. Warga hanya perlu memasukkan sampah ke dalam ruang pembakaran, menambahkan sedikit bahan bakar seperti ranting kering atau minyak tanah, lalu menyalakan api.
Desain insinerator yang dirancang bersama dosen pembimbing mereka di IPB University memungkinkan pembakaran berlangsung secara efisien tanpa menghasilkan banyak asap.
Mendorong Replikasi di Tiap RW
Keberhasilan alat ini tidak berhenti di RW 01. Mahasiswa IPB University berharap agar alat serupa bisa direplikasi di RW lainnya, sehingga pengelolaan sampah dapat dilakukan secara merata di seluruh wilayah Desa Pangsor.
Menurut Veri, salah satu anggota tim KKN IPB, keberlanjutan proyek ini sangat tergantung pada kemauan warga untuk ikut menjaga dan mengoperasikan alat. "Kami ingin warga tidak hanya menerima alat ini, tapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga lingkungan bersama," katanya.
Sebagai bentuk keberlanjutan, tim KKN juga memberikan pelatihan teknis sederhana kepada perwakilan warga tiap RW, khususnya dalam hal penggunaan, perawatan, dan keselamatan saat pengoperasian insinerator.
Dengan demikian, alat ini dapat terus digunakan secara mandiri oleh warga meskipun masa KKN telah selesai.
Membangun Kesadaran, Bukan Sekadar Alat
Lebih dari sekadar membangun alat fisik, kegiatan mahasiswa IPB University di Desa Pangsor ini merupakan bentuk dari gerakan membangun kesadaran kolektif akan pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Edukasi yang diberikan bukan hanya menyentuh aspek teknis, tetapi juga menyasar pola pikir dan kebiasaan sehari-hari warga.
“Harapan kami sederhana: warga bisa melihat bahwa pengelolaan sampah itu tidak sulit, bisa dimulai dari rumah, dan berdampak besar jika dilakukan bersama,” tutup Fathin.
Menyalakan Lentera Literasi di Desa Sukaluyu bersama IPB dan Perpusnas
Langkah kecil yang dilakukan oleh mahasiswa KKN ini membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari komunitas terkecil, dengan pendekatan yang humanis dan solusi yang aplikatif, Desa Pangsor kini tengah melangkah menuju desa yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News