Legenda Sungai Taun merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Konon air yang ada di sungai ini tidak mengalir setiap tahunnya.
Simak kisah lengkap dari legenda Sungai Taun dalam artikel berikut.
Legenda Sungai Taun, Cerita Rakyat dari Jawa Tengah
Dinukil dari buku Wahyu Setyorini dan Tim Wong Indonesia Nulis yang berjudul 78 Legenda Ternama Indonesia, pada zaman dahulu musim kemarau panjang melanda wilayah Purbalingga. Hal ini membuat sungai-sungai yang ada di daerah tersebut menjadi mengering.
Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan cukup air untuk kehidupan mereka sehari-hari. Untuk mengatas masalah ini, masyarakat pun menghadap kepada salah seorang sesepuh desa, yakni Eyang Sarantaka.
Selain menjadi sesepuh desa, Eyang Sarantaka juga dikenal sebagai seorang yang sakti. Oleh sebab itulah masyarakat mencoba meminta solusi kepada Eyang Sarantaka atas masalah yang dihadapi.
Sesampainya di sana, masyarakat mengutarakan masalah apa yang tengah mereka alami. Eyang Sarantaka pun setuju dan bersedia untuk membantu mereka.
Eyang Sarantaka kemudian memejamkan mata sambil meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Sesaat kemudian, Eyang Sarantaka menyuruh masyarakat melakukan petunjuk yang sudah dia dapatkan.
Masyarakat di sana mesti melakukan salat serta berdoa bersama agar daerah tersebut tidak lagi kekeringan. Ketika salat dan doa bersama ini selesai dilakukan, Eyang Sarantaka langsung menancapkan tongkatnya ke dalam tanah.
Setelah itu, Eyang Sarantaka langsung mencabut tongkatnya kembali. Tiba-tiba air jernih muncul dari bekas tongkat tersebut dan mengalir deras ke arah selatan desa dan membentuk sebuah sungai.
Masyarakat merasa senang dengan keberadaan sungai tersebut. Mereka tidak perlu khawatir lagi kekurangan air untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun masyarakat ternyata belum puas dengan keberadaan sungai tersebut. Sebab tidak ada ikan-ikan yang bisa ditangkap dalam sungai itu.
Masyarakat kemudian kembali menghadap Eyang Sarantaka. Mereka meminta agar Tuhan bisa menurunkan ikan di sungai tersebut.
Eyang Sarantaka kembali menyanggupi permohonan masyarakat itu. Dirinya kembali memohon kepada Yang Maha Kuasa agar sungai tersebut diisi dengan berbagai macam ikan.
Dalam sekejap ribuan ikan langsung berdatangan ke sungai tersebut. Masyarakat merasa gembira dan mulai memancing ikan yang ada di sana.
Pada suatu hari, ada seorang anak yang pergi memancing di sungai tersebut. Ternyata anak ini berhasil menangkap seekor ikan tuna lele yang dianggap sebagai raja di sungai tersebut.
Raja ikan tuna lele ini memiliki bentuk yang aneh. Sebab ikan tersebut hanya berupa tulang dan duri saja tanpa ada daging.
Meskipun demikian, ikan tersebut bisa berenang selayaknya ikan biasa. Anak ini kemudian menyimpan ikan tersebut di dalam periuk yang ada di rumahnya.
Keberadaan raja ikan tuna lele ini menarik perhatian masyarakat. Salah seorang masyarakat, yakni Ki Wangsa kemudian mengajak semua masyarakat untuk mencari ikan lainnya yang serupa di sungai.
Segala cara dilakukan untuk mencari ikan tersebut. Tanpa sadar, hal ini ternyata merusak lingkungan yang ada di sungai.
Pada suatu malam, raja ikan tuna lele yang dimiliki anak tersebut tiba-tiba menghilang. Ternyata raja ikan tuna lele tersebut kembali ke sungai dan mengajak semua ikan yang ada di sana untuk pergi ke tempat lain.
Kerusakan lingkungan membuat ikan-ikan yang ada di sana menjadi terancam. Dalam semalam, sungai tersebut tidak menyisakan satu ekorpun ikan di dalamnya.
Keesokan harinya, masyarakat mendapati sungai kosong tanpa ikan di dalamnya. Ki Wangsa yang merasa kecewa tiba-tiba berkata bahwa percuma jika tidak ada ikan di sana, sehingga lebih baik sungai tersebut mengering saja.
Dalam sekejap, air sungai tersebut tiba-tiba menghilang. Masyarakat yang khawatir akan hal ini kembali menghadap Eyang Sarantaka untuk melaporkan hal tersebut.
Eyang Sarantaka kemudian berkata bahwa itu merupakan hukuman dari Tuhan atas keserakahan masyarakat. Akhirnya masyarakat menyadari kesalahan mereka dan memohon agar air sungai tersebut bisa kembali.
Menanggapi hal itu, Eyang Sarantaka kembali meminta kepada Yang Maha Kuasa. Tidak lama kemudian, air sungai tersebut kembali mengalir.
Namun Eyang Sarantaka berkata bahwa sungai tersebut tidak akan mengalir sepanjang tahun. Air sungai itu nantinya akan bergantian kering dan mengalir setiap satu tahun.
Akhirnya sungai tersebut hanya mengalir selama setahun. Setahun berikutnya, daerah tersebut akan kering sebelum nantinya air sungai akan kembali mengalir pada tahun depannya.
Konon sungai inilah yang kemudian diberi nama Sungai Taun oleh masyarakat di sana. Begitulah kisah legenda Sungai Taun di Purbalingga yang jadi salah satu cerita rakyat dari Jawa Tengah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News