Di sudut selatan Yogyakarta, tepatnya di Kalurahan Wareng, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, air bukanlah kebutuhan yang langka. Namun, dikarenakan kandungan kapur yang tinggi, keruh dan dapat berdampak kepada kesehatan apabila dikonsumsi secara jangka panjang.
Mahasiswa Kerja Kuliah Nyata Tematik (KKN-T) Inovasi IPB University hadir melalui program kerja SIRAMI, atau Solusi Inovatif Ramah Air untuk Masyarakat Independen. Program kerja ini dibentuk melalui keresahan masyarakat Kalurahan Wareng terhadap tingginya kandungan kapur di dalam air yang mereka gunakan sehari-hari.
Menurut penelitian yang dilakukan Mao et al. (2025), konsumsi air sadah yang memiliki kandungan kapur tinggi akan meningkatkan risiko psoriasis sebesar 3%. Di luar dari risiko psoriasis, sifat kapur yang dapat mengendap juga menjadi salah satu bahaya dari konsumsi air sadah karena memungkinkan terjadinya pengendapan kapur di organ dalam manusia.
Bertempat di Sekretariat KWT Menur, program ini dilaksanakan pada tanggal 9 Juli dengan melibatkan karang taruna padukuhan. Melalui kolaborasi ini, tim KKN-T IPB mampu membawa perspektif ilmiah melalui sinergitas antara pengetahuan akademik dan kearifan masyarakat guna memberdayakan pemuda dan pemudi sebagai agen perubahan di ruang lingkup kalurahan.
Guna memastikan penyerapan ilmu yang maksimal, penyampaian materi dibersamai dengan penjelasan poster yang didistribusikan kepada tiap peserta. Setelah penyampaian materi, praktik pembuatan alat penyaring air sederhana dilakukan untuk memastikan bahwa penyampaian informasi dapat memenuhi kebutuhan belajar berbasis visual, auditori dan kinestetik.
Dalam proses pembuatannya, SIRAMI membutuhkan 5 bahan utama, yaitu kapas dakron, pasir halus, kerikil, arang aktif dan batuan besar. Lapisan batuan besar menyaring kotoran berukuran besar. Arang aktif menetralkan air sadah yang basa untuk mencegah alkalosis.
Kerikil menyaring kotoran berukuran sedang, dan pasir halus menyaring partikel kecil. Kapas dakron membatasi tiap lapisan dan menyaring kotoran kecil maupun besar.
Penyusunan dan tingkat ketebalan bahan menjadi aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan SIRAMI untuk memastikan hasil filtrasi yang maksimal. Susunan bahan dari bawah hingga atas terdiri dari kapas dakron dengan tebal 7 cm, pasir halus 5 cm, kapas dakron 3 cm, kerikil 5 cm, kapas dakron 3 cm, arang aktif 5 cm, kapas dakron 3 cm, dan batuan besar 7 cm.
Setelah dilakukan penyusunan bahan-bahan alami tersebut, filtrasi mulai dapat dilakukan. Pada hasil penyaringan pertama, air yang dihasilkan akan bersifat keruh. Kekeruhan ini disebabkan air yang difiltrasi melewati bahan alami yang masih mengandung debu. Setelah dilakukan penyaringan sebanyak 8 kali, air hasil filtrasi akan mulai bersih dan bersifat netral.
Pengecekan pH air hasil menggunakan bahan alami yaitu bunga telang. Bunga telang yang telah diekstraksi dituangkan pada air sadah yang belum difiltrasi dan pada air yang telah difiltrasi.
Kondisi pH netral akan menunjukkan air berwarna biru sesuai dengan warna bunga telang sedangkan air yang berwarna biru kehijauan menunjukan kondisi pH yang basa. Hasil di lapang menunjukan kondisi air sebelum dilakukan filtrasi bersifat basa dan sesudah filtrasi bersifat netral.
Melalui inisiatif SIRAMI, anggota karang taruna tidak hanya memperoleh solusi pragmatis untuk mengelola ketahanan air, tetapi juga membangun fondasi kemandirian masyarakat dalam menjaga sumber daya air secara berkelanjutan.
Dalam suasana akrab dan penuh semangat, SIRAMI membangun wawasan baru mengenai sistem penyaringan air sederhana dan kesadaran akan pentingnya memanfaatkan sumber daya alam secara bijak.
Dengan pendekatan yang informatif dan praktis, SIRAMI membuktikan bahwa solusi air bersih tidak harus rumit dan mahal.
SIRAMI diharapkan dapat menjadi langkah berikutnya untuk membentuk Wareng yang lebih berdaya. SIRAMI bukan hanya tentang edukasi air bersih, tetapi juga tentang harapan dan kemandirian yang kini mengalir di tengah masyarakat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News