Biaya untuk membangkitkan listrik lewat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) disebut lebih murah dibandingkan batu bara. Hal ini bisa menekan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik secara keseluruhan. Kok bisa?
Klaim itu didasarkan dari data milik Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang disampaikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jepang sebagai contoh. Biaya listrik sebesar 1 MWh dengan PLTN ditaksir hanya sebesar US$61,2.
Sementara itu, pada penggunaan batu bara, biaya yang dibutuhkan untuk kapasitas yang sama adalah US$87,6. Perhitungan ini menggunakan faktor diskonto sebesar 3 persen.
Akan tetapi, menariknya, meskipun faktor diskonto dinaikkan menjadi 7 persen sebagai rerata global, biaya membangkitkan listrik dengan PLTN tetap lebih murah dibandingkan dengan penggunaan batu bara.
Lebih Dekat dengan 3 Reaktor Nuklir Indonesia yang Sudah Ada Sejak 1970-an
PLTN Bisa Hasilkan Listrik yang Lebih Murah
Biaya pembangunan PLTN memang berbeda-beda di setiap negara. Dalam rilis milik BRIN disebutkan, saat ini biaya pembangunan PLTN termahal adalah US$12 ribu per kilowatt (kW), yaitu di Amerika Serikat.
Di sisi lain, biaya terendah berada di Tiongkok. Negeri Tirai Bambu ini hanya membutuhkan biaya sekitar US$1.800 hingga US$5 ribu per kW-nya.
Dari sisi struktur biaya, sektor tenaga kerja menyumbang sekitar 25 persen dari total biaya pembangunan PLTN. Faktor terbesar kedua adalah biaya untuk peralatan, yakni 16 persen. Keterlambatan konstruksi juga menjadi salah satu penyebab pembengkakan biaya pembangunan pembangkit ramah lingkungan itu.
Kurnia Azhar, Periset Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN), menjelaskan jika harga listrik PLTN sangat dipengaruhi oleh pola pembiayaan selama masa konstruksi, utamanya suku bunga dan modal yang dipakai. Levelized Cost of Energy atau biaya energi yang diratakan dapat semakin menurun jika pembangkit memiliki kapasitas di atas 80 persen.
Makin tinggi faktor kapasitas dan efisiensi operasi, harga listrik yang dihasilkan pun bakal semakin murah. Pada akhirnya, biaya pokok penyediaan (BPP) listrik juga akan dapat ditekan.
“Semakin tinggi faktor kapasitas dan efisiensi operasi, maka semakin murah harga listrik yang dihasilkan. Semakin banyak pembangkit bersih dan stabil seperti PLTN atau hidro besar yang masuk ke dalam sistem kelistrikan, semakin efisien sistem secara keseluruhan. Ini bisa menekan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik secara keseluruhan,” jelas Kurnia dalam keterangannya.
Menerka Arah Kerja Sama Nuklir Indonesia-Rusia, Jadi Ancaman Geopolitik atau Justru Peluang Strategis?
Indonesia Siap Sambut Era Nuklir
BRIN menyebut, PLTN bakal mulai dibangun antara 2032-2034 dengan daya 500 MW. Ini dilakukan demi mendukung terciptanya Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Rencananya, PLTN akan dibangun di Sumatra dan Kalimantan.
Indonesia sendiri sudah bersiap untuk mengomersilkan PLTN sejak 1965. Per Juli 2025, terdapat 19 infrastruktur pendukung.
Di era yang semakin maju ini, energi terbarukan semakin berkembang pesat. Masyarakat pun semakin banyak yang mulai melek dengan pentingnya menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Rusia Ajak Indonesia Kembangkan Nuklir Damai Bersama, Apa Maksudnya?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News