Berbicara soal politik luar negeri (polugri), sudah jelas bahwa Indonesia mengusung prinsip bebas aktif. Namun, konsep ini kerap disamakan dengan netral.
Lalu, apakah bebas aktif memang bisa disamakan dengan prinsip netral?
Bebas Aktif Tidak Sama dengan Netral
Bebas aktif tidaklah sama dengan netral. "Bebas" merujuk pada Indonesia memiliki kemandirian penuh untuk menentukan kebijakan luar negerinya sendiri tanpa tekanan atau ketergantungan pada negara maupun blok kekuatan tertentu.
Sementara itu, “aktif” bermakna bahwa Indonesia tidak hanya berdiam diri atau pasif dalam menghadapi isu-isu global. Sebaliknya, Indonesia secara proaktif berkontribusi untuk ikut menciptakan perdamaian dunia dan terlibat dalam berbagai kegiatan politik luar negeri.
Politik bebas aktif mengacu pada pendekatan diplomasi yang mendorong negara untuk menjaga kedaulatan, kebebasan, dan kepentingan nasionalnya lewat jalinan kerja sama dan kemitraan dengan berbagai negara, tanpa mengambil sikap ekstrem atau mengikuti salah satu blok kekuatan.
Di sisi lain, pada sebuah tulisan yang dipublikasikan Beryl Ardhiya, politik netral cenderung fokus untuk mempertahankan kondisi negara agar stabil dari ancaman atau gangguan, baik dari dalam maupun luar negeri. Prinsip netral ini dilakukan agar sebuah negara terhindar dari konflik.
Strategi Hedging dan Politik Bebas-Aktif Indonesia dalam Ketegangan Laut China Selatan
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno. Menurutnya, netral merujuk pada sebuah kondisi hukum yang sesuai dengan hukum internasional, utamanya berkaitan dengan peperangan antarnegara.
Negara yang menganut netralitas harus secara spesifik mendeklarasikan jika dirinya netral dan tidak berpihak pada pihak manapun. Sikap ini cenderung pasif karena dianggap “menahan diri” dari keterlibatan konflik karena tidak mengambil posisi moral atau politik dari pihak yang bersengketa.
Dari sini, sudah jelas jika bebas aktif berbeda dengan netral. Jika bebas aktif lebih dinamis karena ikut serta untuk berperan dalam menciptakan perdamaian dunia dan “mengambil jarak” dari blok tertentu, netral justru lebih pasif demi menghindari letupan konflik.
Mengapa Bebas Aktif?
Menukil dari artikel ilmiah yang dituliskan Dzikiara Pesona Sadewa dan Falhan Hakiki di Jurnal Lemhanas RI, disebutkan jika politik luar negeri bebas aktif dicetuskan pertama kali di tahun 1947 oleh Sutan Sjahrir. Saat itu, Sjahrir menyampaikan gagasannya ini di agenda Inter Asia Relations Conference di New Delhi, India.
“Dunia tampaknya telah memaksa kita untuk membuat pilihan kekuatan besar yang saling bermusuhan antara blok Anglo Saxon dan Soviet Rusia tetapi kita menolak untuk dipaksa. Saat ini kita mencari wujud internasional yang tentunya sesuai dengan kehidupan interen kita dan kita tidak ingin terperangkap dengan sistem yang tidak cocok dengan sistem yang kita miliki tentunya kita tidak ingin masuk ke dalam sistem yang bermusuhan dengan tujuan kita” demikian penggalan pernyataan Sjahrir.
Kawan, setelah merdeka, Indonesia sempat “digoda” dan dipengaruhi untuk memihak satu blok, termasuk blok kiri (baca: komunis). Namun, pemimpin nasional, seperti Sjahrir dan Bung Hatta menyatakan jika Indonesia tidak berpihak pada komunis.
Akhirnya, Indonesia mengambil jalan tengah untuk tidak memihak pihak mana saja—barat maupun timur. Pada akhirnya, Indonesia berdiri dan memilih untuk menerapkan prinsip politik bebas aktif.
Prinsip ini diutarakan oleh Bung Hatta. Ia mengemukaannya lewat pidato yang bertajuk “Mendayung di antara Dua Karang". Pidato ini memang lahir di tengah pertarungan dua blok besar dunia, di mana Indonesia memilih untuk berada di tengah, mengambil prinsip bebas aktif.
Politik bebas aktif Indonesia sudah dibuktikan lewat keterlibatan Indonesia di forum-forum dunia. Sebagai contoh, Indonesia mengecam agresi yang dilakukan Israel pada Palestina dan menyerukan seruan damai untuk kedua negara.
Selain itu, Indonesia juga menjalin hubungan yang cukup baik dengan negara-negara blok berlawanan, seperti Tiongkok-Rusia dan Amerika Serikat. Indonesia berhasil melakukan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat. Di sisi lain, Indonesia juga melakukan kerja sama strategis dengan Tiongkok dan Rusia yang saling menguntungkan.
Dilema Keamanan dan Modernisasi Alutsista: Strategi Indonesia Amankan Kedaulatan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News