- Modernisasi alutsista menjadi salah satu cara untuk menguatkan pertahanan dan kedaulatan Indonesia.
- Namun, terdapat kekhawatiran munculnya potensi konflik akibat pembelian senjata oleh Indonesia ini, padahal Indonesia menganut bebas aktif.
- Meneguhkan posisi Indonesia sebagai kekuatan kawasan dan diversifikasi pembelian senjata bisa menjadi solusi atas masalah tersebut.
Di tengah pusaran geopolitik yang tak pasti, muncul kekhawatiran timbulnya konflik besar yang melibatkan lebih banyak negara. Persaingan antarblok hingga konflik bersenjata antarnegara yang tak kunjung usai dinilai sebagai salah satu pemicu ketidakstabilan dunia.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk “mengamankan” diri di tengah konflik dunia adalah dengan modernisasi senjata. Hal ini juga dilakukan oleh Indonesia.
Belakangan, Indonesia tampak serius untuk menguatkan lini pertahanannya dengan membeli berbagai alutsista canggih yang diproduksi negara sahabat. Baru-baru ini, pasca-kunjungan ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Brasil, Presiden Prabowo mendorong adanya kolaborasi pembuatan kapal selam dan rudal dengan Brasil.
Belum lagi kabar pembelian jet tempur Rafale asal Prancis hingga penandatanganan nota kesepahaman terkait pembelian jet tempur Turki, KANN. Modernisasi senjata ditengarai menjadi salah satu cara untuk memperkuat strategi pertahanan Indonesia.
“Menurut saya, ini terobosan yang bagus soal pengadaan alutsista. Sambil jalan, kita bisa mencetuskan essential force apa berikutnya, dokumen apa yang kemudian bisa menjadi guideline pemerintah pusat untuk mengadakan persenjataan itu,” jelas Probo Darono Yakti, S.Hub.Int, M.Hub.Int., Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR) pada GNFI.
Menyoal Modernisasi Alutsista di Indonesia, Strategi Tepat atau Pemborosan Anggaran?
Modernisasi Alutsista Bisa Timbulkan Konflik Kawasan?
“Negara itu entitas seperti manusia,” terang Probo.
Menurutnya, setiap negara “berhak” untuk merasa aman agar bisa melindungi kedaulatan dan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan pengadaan senjata.
Terdapat konsep yang disebut security dilemma atau dilema keamanan. Saat hal ini terjadi, Probo menerangkan kemungkinan terjadinya arm race atau perlombaan senjata. Artinya, negara-negara akan saling berlomba untuk melakukan pengadaan senjata agar mereka merasa aman atau feeling secure.
“Dengan adanya persepsi feeling secure itu tadi, Indonesia mampu mengamankan kedaulatan negaranya,” jelasnya.
Di sisi lain, perlombaan pembelian alutsista ini dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik di kawasan, utamanya dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Australia. Namun, Probo menjelaskan jika hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar.
“Hal yang perlu diantisipasi itu adalah kita membangun confidence building measure. Bagaimana kemampuan Indonesia meyakinkan bahwa dengan kepemilikan senjata ini, Indonesia itu mampu menjaga keamanan kawasan. Kembali meneguhkan dirinya sebagai regional power di kawasan,” imbuhnya.
Artinya, Indonesia tidak perlu khawatir akan potensi konflik di kawasan, asalkan dapat membangun rasa saling percaya bahwa pengadaan senjata tersebut bertujuan untuk melindungi kawasan.
Bebas Aktif: Antara Beli Senjata dan Konsekuensi Geopolitik
“Di era Presiden Prabowo ini saya lihat bebas aktif sangat diinterprestasikan sebagai sesuatu yang, ya sudah, ke manapun kita bergaul dengan negara manapun, di situlah kemudian menjadi titik bahwa Indonesia ini bisa diterima semuanya,” terang dosen dengan fokus kajian pertahanan itu.
Ia juga memberikan contoh bagaimana beberapa negara yang diajak bekerja sama Indonesia tergabung dalam blok-blok berbeda. Turki misalnya. Negara pimpinan Erdogan ini bergabung dengan NATO—pakta pertahanan di kawasan Atlantik Utara.
Sementara itu, Indonesia juga bekerja sama dengan Rusia, di mana negara ini bukan termasuk sebagai anggota NATO. Bahkan, hubungan Rusia dengan NATO juga sempat menegang akibat ekspansi perluasan organisasi ini yang dianggap mengancam keamanan nasional Rusia.
Menurutnya, perlu perhitungan tertentu yang harus dimainkan dengan “cantik” oleh Indonesia. Perlu ada pertimbangan ekspor-impor senjata dengan baik agar tidak menimbulkan masalah ke depannya.
Diversifikasi Pembelian Senjata dan Perlunya Penguatan Lini Pertahanan RI
Dalam teknis pengadaan alutsista, Indonesia membuka opsi bekerja sama dengan berbagai negara, seperti Turki, Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat, Prancis, dan sebagainya. Hal ini dinilai Probo akan memberikan banyak manfaat bagi Indonesia.
“Saya pikir akan sangat membawa manfaat bagi Indonesia karena ini menunjukkan posisi bebas aktif,” terang Probo.
Probo menilai, kerja sama pembelian senjata dari negara-negara sahabat sebaiknya juga diimbangi dengan hal lain yang menguntungkan Indonesia. Salah satunya adalah transfer teknologi. Dengan ini, Indonesia bisa belajar dan mendapatkan ilmu terkait pembuatan senjata kepada negara eksportir.
“Minimal badan pesawatnya atau sayapnya, lah, (dibuat) di Indonesia. Itu akan lebih baik dari pada kita hanya sebatas mengimpor senjata, tapi kita tidak mendapat senjata,” katanya.
Tak hanya itu, semakin banyak negara yang diajak bekerja sama, akan semakin bagus bagi Indonesia. Akan tetapi, ia juga mengatakan pentingnya mempertimbangkan beberapa teknis terkait pembelian senjata di negara-negara lain.
“Misalkan kita sudah terlalu banyak impor dari Amerika Serikat atau blok barat belakangan ini. Di sisi lain, kita harus ngalah. Ketika kita punya alutsista yang menjadi buatannya blok yang berseberangan, ya kita harus discontinue. Misalkan, pesawat tempurnya. Ini yang menjadi dilema bagi Indonesia,” imbuh Direktur Center for National Defense and Security Studies (CNDSS) Indonesia sekaligus Founder Nusantara Policy Lab itu.
Selain itu, Probo juga menekankan pentingnya penguatan sistem pertahanan Indonesia dari segi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), selain hanya “sekadar” memodernisasi senjata. Sebagai sosok pelindung rakyat, TNI diharapkan dapat selalu sigap saat menghadapi kondisi-kondisi tertentu, seperti perang.
“Saya pikir juga perlu dimaksimalkan (penguatan kapasitas SDM TNI) dalam konteks pengadaan alutsista,” tutup Probo.
Spesifikasi Gahar! Jet Tempur Siluman Turki KAAN Bakal Dibeli Indonesia, Ini Kecanggihannya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News